Minggu Tenang (Harus) Menyenangkan

oleh
ilustrasi

Oleh: Iranda Novandi

ilustrasi

SEJAK Minggu, 12 Februari 2017, Aceh dinyatakan minggu tenang hingga 14 Februari 2017. Pemberlakuan minggu tenang ini karena, tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) akan memasuki hari H pemilihan, yakni 15 Februari 2017.

Dengan pemberlakukan masa tenang ini, maka semua alat peraga kampanye (AKP), apakah baliho, spanduk, poster, termasuk gamber temple (stiker) harus dibersihkan dari pandangan umum. Tujuannya sederhana, guna memberikan rasa nyaman bagi masyarakat untuk merenung, siapa yang layak dipilih pada Pilkada dua hari kemudian.

Bukan hanya soal APK, semua tim sukses (timses), pendukung, simpatisan termasuk pasangan calon (Paslon) juga harus bisa “berpuasa” untuk mengkampanyekan diri masing-masing kepada khalayak ramai.

Hal lainnya, yakni segala bentuk kampanye , baik bersifat verbal seperti hasutan, bujukan, rayuan dan intimidasi serta teror harus dihentikan. Begitu juga yang bersifat psikis, seperti politik uang, pembagian sembako, beras, kain sarung dan sejenisnya juga harus bisa dihentikan.

Mengapa? Karena proses atau tahapan tersebut sudah berlalu. KPU atau KIP sudah memberi waktu yang teramat panjang 3,5 bulan bagi Paslon untuk berkampanye. Bahkan, bisa dikatakan, ini kampanye terpanjang dalam sejarah Pilkada di Indonesia.

Inti semuanya, memberi rasa nyaman  dan aman masyarakat. Biar masyarakat mencerna, merenung dan memikirkan secara jernih apa saja yang sudah dijanjikan para Paslon selama masa kampanye. Realistis atau hanya sekedar basa-basi politik Pilkada saja.

Jika masyarakat selama masa tenang terbebas dari segala hal yang tidak menyenangkan, maka dengan sendirinya rasa ketenangan itu akan menyenangkan. Maka, pada saatnya nanti di hari H, maka pemimpin yang terpilihkan pasti orang-orang yang berkualitas plus diantara orang yang berkualitas.

Karena, siapapun Paslon yang maju, baik sebagai cagub/cawagub dan cabup dan cawabup, merupakan putra terbaik Aceh dan Gayo, khususnya untuk para cabup/cawabup yang bertarung dalam “perang” Pilkada di Tanoh Gayo.

Guna memberikan rasa aman dan nyaman itu, sekiranya Forkompinda dan penyelenggara dalam hal ini KIP, bisa menggelar silaturrahmi akbar dengan mengundang semua Paslon untuk duduk dan berdoa bersama yang diakhiri makan khenduri bersama.

Seperti yang digagas Pangdam IM Mayjen Tatang Sulaiman, guna menggelar doa bersama jelang hari H sudahlah sangat baik. Alangkah indahnya jika semua Paslon beserta jajaran timsesnya diikut sertakan. Biar ada rasa saling berbaur dan menyatakan Aceh atau Gayo khususnya adalah milik bersama.

Bagi Paslon yang tidak mau datang, karena merasa lebih hebat atau dengan alasan yang dibuat-buat, maka masyarakat berhak merekomendasi, bahwa paslon tersebut memang tak layak untuk dijadikan panutan bagi masyarakat, sehebat atau secerdas apapun sang Paslon tersebut.

Kenapa demikian? Karena Aceh dan Gayo khususnya, masih membutuhkan orang-orang hebat dan cerdas untuk membangunnya. Dan yakinlah, Aceh dan Gayo, khususnya tidak bisa dibangun sendiri-sendiri, melainkan harus campur tangan semua orang hebat dan cerdas. Yang mereka itu adalah putra daerah terbaik, meski selama ini ada yang tinggal dan mencari kehidupan di negeri orang.

Untuk apa merasa hebat di negeri orang karena pujian, kalau tak mampu membangun negeri sendiri. Berbuat untuk Aceh atau Gayo, tidak mesti menjadi orang nomor satu, orang ke 1.000 pun tak masalah, namun mampu berbuat yang terbaik untuk daerah.

Bisakah, minggu tenang ini membuat kita benar-benar merasa senang dan riang. Semoga[]

Penulis, wartawan Hr Analisa Medan di Banda Aceh, asal Kampung Kung Kecamatan Pegasing, Aceh Tengah.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.