Oleh: Iranda Novandi
KALA hati memanggil, siapapun tak bisa menghalanginya. Bisikan hati, laksana panggilan dari sang Pencipta Alam. Maka, sulit untuk bisa dibendung, apalagi bisikan hati itu merupakan tuntunan untuk berbuat kebaikan atas nama kemanusiaan.
Kondisi dan realita ini terlihat nyata saat gempa 6,5 SR menguncang sejumlah wilayah di Aceh. Dari sekian banyak wilayah terguncang tersebut, Pidie Jaya merupakan kawasan yang paling parah terdampak gempa, selain Kabupaten Bireuen dan ada wilayah di Bener Meriah yang juga terimbas.
Siapapun dia yang melihat kondisi Pidie Jaya pascagempa, maka dipastikan semua hati akan terenyuh. Rasa empati yang besar terhadap cobaan Allah SWT ini, memanggil siapapun dia untuk bisa meringankan beban para korban.
Semua pihak baik lembaga, institusi maupun perorangan terpanggil untuk dengan sukarela mau membantunya. Bersatunya para relawan yang membantu dari semua golongan ini, seakan menjadikan Pidie Jaya sebagai ladang amal bagi siapun dia.
Mereka itulah Relawan Tanpa (batas) Kasta. Ungkapan ini tentunya bukanlah ungkapan tanpa bukti. Lihat saja seorang HM Daud Pakeh yang notabene merupakan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) Aceh, dengan rela ikut serta menjadi relawan guna meringankan beban para korban gempa.
Sosok bersahaja itu, bergabung dengan relawan lainnya sejak hari kedua musibah gempa bumi yang melanda bumi Aceh sampai hari ke enam. Dengan bergerak cepat dalam membantu korban gempa di Pidie Jaya.
“Itu merupakan tekad dari jajaran Kantor Kementerian Agama Provinsi Aceh, sampai saat ini berbagai langkah telah dilakukan,” ujar Kakanwil Kemenag Aceh H M Daud Pakeh disela-sela melayanan para korban gempa dan relawan lain di Posko Gempa kanwil Kemenag Aceh di depan Kantor Kemenang Pidie Jaya.
Dengan bergabung para relawan baik lokal maupun relawan Nasional Logistik Klaster Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan Posko Kemenag, tekad kuat untuk meringankan beban masyarakat korban gempa semakin mudah dilaksanakan.
Hal itu dilakukan dengan membantu korban gempa, lewat cara pendistribusian bantuan langsung kepada mereka yang berhak menerima maupun dengan pendataan dan kebutuhan loagistik lainnya.
Selain itu, menariknya Posko Kemenag juga membuka dapur umum untuk masyarakat dan juga untuk para relawan yang kesulitan mendapatkan makanan. “Dapur umum yang disediakan oleh posko Kemenag terbuka untuk umum,” ujar Koordinator Posko Ahmad Yani.
Di lain pihak, dua anak perantauan asal Sumatera Utara (Sumut) juga memperlihatkan jiwa kerelawananya. Saat dijumpai relawan asal Binjai tersebut, terlihat keringat masih menetes di kening lelaki berotot itu. Baru saja dihempaskannya tubuh sedikit kurusnya di bongkahan reruntuhan bangunan di Ulee Glee, Kabupaten Pidie Jaya.
Hari itu, Kamis (8/12), waktu sudah menunjukkan pukul 17.30 WIB. Warga masyarakat masih terus larut dalam upaya pencarian korban di reruntuhan bangunan untuk mencari tiga korban gempa yang masih ter¬timbun di bangunan bekas kedai kopi di samping Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Ulee Glee.
Lelaki yang baru saja beristirahat sejenak itu terlihat sangat lelah setelah berjibaku bersama masyarakat lain serta personel TNI dan Polri dalam mencari ketiga korban yang merupakan kerabat calon pengantin baru asal Padang, Sumatera Barat, yang tertimbun.
“Tadi sudah tiga orang ditemukan. Ini infonya masih ada tiga lagi,” ujar lelaki itu, Bayu (29), asal Binjai, Sumatera Utara (Sumut) yang ikut ber¬sama ratusan masyarakat melakukan evakuasi korban gempa Pidie Jaya.
Diakuinya, ia bersama temannnya berencana ke Banda Aceh mencari kerja menyusul teman-temannya yang sekarang sudah bekerja di ibukota Provinsi Aceh ini.
Namun, karena kendaraan tidak bisa lewat akibat gempa, dia dan temannya, Suparmin, memutuskan turun di Ulee Glee. Apalagi, kondi¬sinya terlihat sangat menyedihkan karena banyak bangunan runtuh. Keputusan itu diambil spontan karena merasa terpanggil membantu para korban.
“Kami sampai di sini sekitar pukul 06.20 WIB,” ujarnya sambil meneguk air mineral dalam kemasan.
Diceritakannya, pada 2004, ia juga pernah ke Aceh membantu korban tsunami. Saat itu, dia datang bersama rombongan remaja masjid dan ikut mengevakuasi korban tsunami.
Setelah menyeka keringatnya, Bayu bangkit setelah Suparmin me¬manggil¬nya. Lelaki berbadan sedikit legam itu kembali meng¬hilang di tengah keru¬munan masyarakat yang bergotong royong membantu para korban gempa.
Berbagai Elemen
Bukan hanya Bayu dan Suparmin yang secara sukarela terketuk hatinya membantu korban gempa. Banyak sosok serupa yang ber¬sama masyara¬kat berbaur untuk meringankan beban kegiatan evakuasi yang setiap bencana merupakan fase yang sulit.
Tak mengherankan juga kalau TNI mengerahkan 1.000 personel untuk membantu proses evakuasi. Guna memastikan itu, Panglima TNI Jenderal TNI Gator Nurmantyo langsung terjun ke lapangan dan menginstruksikan prajuritnya mencari korban yang masih tertimbun reruntuhan bangunan.
TNI juga membentuk Satuan Penugasan Kesehatan yang dikirim Mabes TNI guna membantu penanganan pascagempa. TNI menerjunkan seribuan lebih prajurit untuk membantu korban gempa.
Jajaran TNI, dalam hal ini Kodam Iskandar Muda, membantu secara maksimal untuk langkah-langkah awal dengan mengupayakan satuan terdekat, seperti Batalyon Infantri 113/JS, Batalyon Armed 17/RC , dan Batalyon Zeni Tempur 16/DA, yang turut menerjunkan beberapa unit alat berat seperti empat unit dump truck serta tiga unit loader.

Begitu juga dengan Polri, melalui Polda Aceh mengerahkan 1.200 personel termasuk personil dari Sumut dan sejumlah daerah lain yang di-BKO-kan ke Aceh. Semula, mereka dikerahkan untuk pengamanan Pilkada. Namun, karena musibah besar ini, mereka ditugaskan membantu proses evakuasi.
“TNI dan Polri beserta elemen masyarakat saat ini berupaya secepat mungkin mengevakuasi korban yang masih hidup yang tertimpa reruntuhan bangunan,” jelas Pangdam IM Mayjen TNI Tatang Sulaiman.
Di samping TNI dan Polri, juga ada sejumlah tim evakuasi yang terdiri dari Basarnas serta relawan, baik secara kelembagaan, individual, maupun relawan utusan berbagai kabupaten/kota di Aceh. Mereka berjibaku dalam proses evakuasi tersebut.
Dunia memang tanpa batas, saat sisi-sisi kemanusiaan lebih diutamakan. Tidak memandang kasta, apakah dia miskin-kaya, tua-muda, orang terpandang atau rakyat jelata. Sebab, pada hakekatnya semua kita – termasuk mereka para relawan – sama dimata Allah. Hanya amalannya saja yang membedakannya.
Dipuji Presiden
Maka, tak mengherankan, dalam waktu tiga hari, proses evakuasi korban gempa tuntas dilakukan. Ini merupakan prestasi besar yang ditunjukkan para relawan tanpa (batas) kasta itu.
Proses evakuasi yang cepat, tepat dan simpatik ini, menuai pujian Presiden Joko Widodo. Presiden dengan yakin mengklaim bahwa penanganan gempa Pidie Jaya sudah berjalan 99 persen dan berjalan dengan baik dan cepat.
“Dan yang paling penting tadi penanganannya saya lihat sudah cepat sangat baik. Evakuasi dapat dikatakan sudah 99 persen. Sudah selesai tadi,” katanya usai melihat dari dekat kondisi penanganan dan evakuasi pascagempa.
Presiden mengapresiasi semua pihak yang telah sigap dan tanggap mengatasi gempa bumi di Pidie Jaya. “Saya berterima kasih pada TNI, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Pemda Aceh, yang telah melakukan langkah sigap dalam merespons gempa tersebut,” ungkapnya.
Presiden juga mengatakan, nantinya ribuan personel TNI dan Polri akan dikerahkan bahu membahu membersihkan reruntuhan bangunan di lokasi gempa. Reaksi cepat dan terukur semua relawan ini menunjukkan, demi kemanusiaan, relawan ini menunjukan pengabdiannya yang sangat besar dalam menangani proses evakuasi.
Jika melihat luasnya lokasi terdampak gempa, rasanya tidak cukup waktu tiga hari dalam melakukan evakuasi korban. Tapi, kebiasaan lama dan banyak terjadi di berbagai tempat bencana, tidak berlaku di Aceh. Karena mereka datang dengan hati yang sangat ikhlas.
Tugas selanjutnya menanti, seperti penyembuhan traumatik korban, penanganan kesehatan, dan rehabilitasi-rekonstruksi. Kita berharap, proses lanjutan ini berjalan lancar dan tulus seperti ditunjukkan para relawan.[]
Penulis, Wartawan Harian Analisa di Banda Aceh