Catatan : Fathan Muhammad Taufiq*
Ujug-ujug aku seperti anak kecil yang mnedapatkan mainan baru, ketika Sabtu kemarin diajak temanku ke kantor tempat dia bekerja. Libur kerja, kebetulan aku nggak punya agenda apa-apa, jadi langsung saja ku sahuti tawaran temanku yang bekerja di perusahaan eksportir kopi Gayo. Sudah sering sebenarnya aku “main-main” ke tempat itu, karena kebetulan aku juga kenal baik dengan pemilik perusahaan itu, biasanya aku mampir kesitu untuk tanya-tanya informasi tentang perkembangan ekspor kopi Gayo yang saat ini boleh dibilang “merajai” ekspor kopi jenis arabika, karena kualitasnya yang memang sudah mendapatkan pengakuan dunia.
Tapi pagi itu, aku tidak bermaksud untuk ketemu sang pimpinan, karena aku kesitu memang ingin mencoba “mainan” baru sebenarnya bukan barang baru di kota Takengon yang dikenal sebagai “surga”nya kopi arabika itu. Mainan yang akan kucoba pagi tu tidak lain hanyalah sebuah mesin penyangrai kopi (Coffeee Roaster Machine), mesin yang belakangan ini sangat populer di daerah penghasil kopi arabika terbesar ini. Hampir di semua sudut kota Takengon, kini sudah berdiri kafe-kafe yang menyediakan kopi spesiati Gayo dan beberapa diantaranya juga menyediakan jasa penyangraian (roasting) kopi dengan mesin roaster.
Kalau dulu, masyarakat Gayo menyangrai kopi secara tradisional menggunakan wajan besi diatas tungku berbahan bakar kayu, kemudian menumbuknya dengan lesung kayu atau yang dikenal oleh masyarakat setempat dengan sebutan “jingki”. Kini cara “kuno” itu sudah mulai ditinggalkan orang, mereka lebih memilih cara praktis meroasting dan menggiling biji kopi mereka dengan mesin modern yang saat ini sangat mudah didapatkan di kota ini. Meski biaya meroasting dan menggiling bubuk kopi jadi lebih mahal, tapi aroma dan rasa kopi arabika Gayo yang sudah terkenal itu, akan tetap bertahan jika diproses menggunakan mesin raster ini. Selain itu, menyangrai dan menggiling kopi dengan mesin juga lebih terjaga kebersihannya, dan tingkat kematangan biji kopi (roasted bean) juga bisa diatur sesuai dengan keinginan.
Tak hanya di kafe-kafe yang kemudian menyediakan mesin roaster ini, hampir semua perusahaan eksportir kopi yang ada di kota Takengon, juga menyediakan mesin ini di kantor mereka. Bukan untuk melayani jasa meroasting dan menggiling kopi, tapi sekedar untuk menyediakan kopi roasting buat tamu-tamu yang datang dari berbagai daerah bahkan dari manca negara. Itulah yang kemudian membuatku penasaran untuk mencoba mengoperasikan mesin itu, apalagi karena sudah terlanjur kenal dengan pemilik perusahaan dan semua karyawan disitu, aku jadi agak bebas keluar masuk kesitu. Sudah lebih dari 4 tahun aku jadi penikmat kopi roasting, tapi baru kali ini aku mecoba merasting sendiri kopi, biasanya aku mengantar biji kopi (green bean) ke kafe atau tempat meroasting kopi, menunggu beberapa saat untuk kemudian sudah bisa membawa pulang bubuk kopi roasting.
Pagi itu berbekal 1 kilogram biji kopi luwak (civet green bean coffee), aku bersama temanku segera meluncur menuju menuju kantor perusahaan eksportir kopi itu, beberapa karyawan perusahaan yang memang sudah kukenal menyambutku dengan ramah. Kepada rekannya, temanku tadi mengemukakan maksud kedatanganku ke perusahaan itu, dan setelah sedikit basa basi, dua karyawan perusahaan membawaku ke ruangan mesin roasting. Salah seorang dari mereka menjelaskan cara kerja roaster machine itu, sambil menunjukkan tombol-tombol yang yang harus ditekan sebelum proses roasting, akupun menyimaknya dengan seksama. Setelah memberikan penjelasan, kedua karyawan perusahaan itu mempersilahkan aku untuk mencoba meroasting biji kopi yang aku bawa tadi, salah seorang dari mereka kemudian juga menyodorkan beberapa jenis biji kopi dengan kualitas berbeda-beda, katanya sebagai pembanding hasil roastinganku.
Roaster machine yang merupakan rangkaian compact machine itu sendiri terbagi dari 3 komponen, yaitu komponen motor penggerak yang menggunakan daya listrik, komponen roaster atau mesin penyangrai yang menggunakan panas yang berasal dari gas elpiji dan komponen penumbuk/penggiling kopi menjadi bubuk atau blender yang digerakkan juga dengan tenaga listrik. Mula-mula aku memastikan dulu apakan gas yang ada di tabung elpiji masih cukup untuk memanaskan roaster, kemudian mulai menghidupkan tombol-tombol yang ada. Untuk bisa melakukan proses roasting, harus menunggu beberapa saat sampai suhu mesin penyangrai mencapai 200 derajat celcius, seperti yang terlihat pada pengatur suhu. Setelah suhu yang disarankan tercapai, kemudian mulai kutuangkan biji kopi yang kubawa melalui corong yang ada dibagian atas mesin, lalu tuas pembuka corong dinaikkan ke atas sehngga biji-biji kopi itu masuk ke mesin roaster. Mesin kemudian berputar secara otomatis untuk melakukan proses roasting, dan setiap 5 menit, tingkat kematangan biji kopi dicek melalui tuas cheking. Aroma harum khas yang mulai keluar dari lubang asap mesin, menunjukkan proses roasting berjalan sempurna.
Hanya butuh waktu sekitar 15 menit untuk merubah green bean menjadi roasted bean, (biji kopi sangria) yang kemudian dikeluarkan dari roaster keudian masuk ke bagian pendingin yang secara otomatis berputar ketika ada biji-biji kopi masuk kedalam alat semacam panci berputar itu. Untuk mendapatkan roasted bean yang kemudian bisa langsung untuk membuat kopi espresso, black coffee atau late, proses roasting cukup berkhenti disini. Karena biji kopi yang sudah disangrai itu memang dimasukkan ke mesin espresso dalam bentuk roasted bean. Tapi untuk mendapatkan bubuk kopi untuk membuat kopi tubruk atu kopi press, proses roasting kemudian dilanjutkan dengan penggilingan roasted bean menjadi bubuk kopi menggunakan blender yang juga sudah terpasang menjadi satu rangkaian dengan mesin roaster itu.
Hanya butuh waktu sekitar 5 menit saja untuk merubah 1 kilogram roasted bean menjadi bubuk kopi yang menebarkan aroma harum khas kopi arabika Gayo. Biji kopi luwak sudah berubah menjadi bubuk kopi, kemudian aku melanjutkan proses roasting dengan sampel biji kopi lainnya, prosesnyapun kurang lebih sama, bahkan waktunya lebih singkat menjadi 12 menit, karena biji-biji kopi yang kumasukkan ke masin tadi memang sudah kering dan kadar airnya rendah.
Asik juga rupanya dapat “mainan” seperti itu, aku jadi tau betapa teknologi membuat semuanya menjadi praktis dan mudah. Seorang Karyawan senior kemudian memasukkan sampel bubuk kopi tadi ke bebarapa cawan porselen. Sambil menikmati secangkir kapi hasil roastingan sendiri dengan “pemancing” berupa gula aren karena kopi arabika Gayo akan tersa nikmat jika disajikan tanpa gula pasir. Kemudaian aku dipersilahkan melakukan “tes aroma” dengan menghirup aroma dari beberpa jenis kopi tadi. Meski awalnya rada-rada bingung, tapi akhirnya aku tau mana bubuk yang berasal dari kopi luwak, kopi long berry atau kopi asalan dari aromanya, para karyawan disitu tertawa saat aku bisa membedakan jenis-jenis kopi itu melalui test aroma,
“Hebat pak, bisa jadi tester kopi nih” kata Suhada, karyawan senior di perusahaan itu, aku hanya tersenyum.
Nggak terasa saking asiknya, sudah sekitar dua jam aku berada di kantor perusahaan itu untuk “bermain-main” dengan mesin penyangrai kopi, akupun cukup merasa puas mendapat pengetahuan dan pengalaman baru membuat kopi yang nikmat dari para praktisi yang memang sudah berpengalaman. Aroma harum khas kopi Gayo begitu terasa, ketika seorang karyawan membantuku memasukkan bubuk-bubuk kopi itu kedalam kemasan alumunium foil, untuk selanjutnya segera berpindah kedalam tas ranselku.
“Cukup dah stok bubuk kopiku untuk 2 bulan kedepan” begitu candaku yang disambut tawa para karyawan. Dan setelah mengucapkan terima kasih, akupun segera berpamitan dengan membawa satu setengah kilogram bubuk kopi special yang akan jadi stok di rumahku. Tidak lupa aku menitipkan salam kepada pemilik perusahaan karena pagi itu aku tidak sempat ketemu beliau.
Ketika menikmati kopi hasil roastingan sendiri itu di rumah, terasa ada yang berbeda, selain karena tingkat kematangan biji kopi sewaktu di roasting memang pas dengan selera, ada nuansa kenikmatan yang berbeda, seperti ketika petani menikmati hasil panen dari tanamannya sendiri. Seperti itulah mungkin kira-kira, kenikmatan yang dapat kurasakan, ketika bisa menikmati sesuatu dari hasil “keringat” sendiri.
Libur kerja kemarin ternyata telah memberiku pengalaman berharga yang cukup mengesankan, mengolah sendiri biji-biji kopi menjadi bubuk kopi nikmat yang bisa kunikmati sendiri atau untuk menjamu tamu-tamu yang sering datang ke rumahku. Ternyata punya banyak teman itu sangat menyenangkan, bisa tambah ilmu dan pengalaman, dan tentu saja bisa dapat “bonus” fasilitas gratis. []