JUM’AT pagi, 2 Desember 2016 kemarin, telefon genggam milik saya berbunyi. Sebuah pesan masuk berisikan kabar cukup menggembirakan datang,”Supri, Alhamdulillah, DVD kita sudah tiba di Takengon,”. Pesan ini datang dari sosok yang saya kenal sebagai salah satu musisi berbakat yang dimiliki Gayo yakni Ervan Yoga atau lebih dikenal Ervan Ceh Kul. Dengan adanya kabar itu, artinya selesai sudah penantian bagi masyarakat pecinta musik Gayo sejak beberapa tahun terakhir.
Perjuangan Ervan Ceh Kul dalam album keduanya ini memang cukup berat, pasalnya sebelumnya tersiar kabar bahwa beberapa lagu baru miliknya sudah beredar sebelum album rangkum. Tentu itu bukanlah kabar baik. Rasanya, jika memang ini disengaja, itu artinya sama saja sudah menyakiti karya seseorang bahkan tergolong sebuah penghianatan bagi Gayo. Akibat itu, tidak sedikit masyarakat yang mengkawatirkan bahwa peluncuran album kedua ini tidak akan berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Namun, tampaknya kekawatiran tentang album kedua milik Ervan yang diprediksi tidak akan mampu mengikuti kesuksesan album pertamanya ‘Muniru’ pada tahun 2012 silam akibat pembajakan yang terjadi sepertinya tidaklah benar. Melihat sajian album penyanyi yang dikenal serba bisa dalam bermain musik ini membuat banyak orang optimis bahwa album Kupi Gayo ini akan mencuat berada di puncak industri musik Gayo.
Bagi saya sendiri, salah satu alasan yang membuat album Kupi Gayo ini layak ditunggu adalah kelihaian pemikiran dingin Ervan dalam mengemas musik dan kekuatan makna liriknya. Moderen, namun Ervan tetap mengolahnya dengan bumbu Gayo. Alhasil, karakter musik Ervan jadi begitu kuat sekaligus kaya. Ditambah konsep video di setiap lagunya yang menarik dan tergolong profesional.
Bagi saya pribadi, meski tidak ahli dalam hal musik, namun saya yakin lagu karya Ervan ini akan sulit luntur tergerus zaman dan akan selalu mampu mengobati kerinduan masyarakat Gayo di masa depan.
Di antara 10 lagu dalam album kedua Ervan yakni Kupi Gayo, Lut Belang, Berizin, Renggali, Seranting Tajuk, Amik-amiken, Pemanis, Sirnem, Gere Musampe dan Teluk Nate, ada satu lagu yang paling menarik perhatian saya, yakni Lut Belang.
Saya sudah mulai tertarik ketika membaca judulnya. Kenapa? Jika dicerna lebih spesifik, Ervan tampaknya mencoba menyampaikan sebuah pesan khusus yang ia bungkus dalam sebuah karya lagu. Ia menyajikan sebuah karya yang menarik, yakni dengan menggabungkan cerita dari dua daerah yang berbeda secara wilayah namun sama secara suku yakni Gayo.
Seperti diketahui, Lut dalam bahasa Gayo berartikan Laut. Sejak dahulu, kata Lut ini sering diistilahkan dengan masyarakat Gayo yang berada di Aceh Tengah dan Bener Meriah yang kini juga sudah ditetapkan sebagai kabupaten. Mungkin istilah kata Lut menjadi begitu melekat karena berkaitan dengan keberadaan Lut Tawar yang menjadi kebanggaan masyarakat Aceh Tengah.
Sementara itu, Belang dalam bahasa Gayo berartikan Padang yang luas. Kata Belang ini di Gayo sering diistilahkan dengan masyarakat Gayo yang berada di Kabupaten Gayo Lues (Belangkejeren).
Ketika saya mencermati lirik dan menyaksikan videonya lebih dalam, ternyata benar, dalam lagu ini, Ervan mencoba memadukan dua karakter syair, dua tarian, dua lokasi, dua irama dan dua karakter dari dua daerah yang berbeda secara wilayah namun satu suku, yakni Aceh Tengah (Tekengon) dan Gayo Lues (Blangkejeren).
Pada lagu ini Ervan membawanya tidak sendiri, ia ditemani sosok gadis cantik yakni Misdhalina yang akhir-akhir ini namanya juga cukup dikenal karena karakter suara dan kelihaiannya bermain suling.
Di awal lagu ini (Lut Belang), terlebih dahulu Ervan didampingi Misdhalina menyampaikan syair berisikan salam, dilanjutkan iringan jangin (Nyanyian, Gayo: Red) yang kerab digunakan dalam Tarian Saman. Begitu juga dari segi musik, Ervan memunculkan tepukan dada khas penari Saman diperindah dengan tepokan didong dan lantunan suling sebagai pengikat.
Menurut saya, ini adalah kolaborasi yang cerdas. Lebih-lebih tampilan visual dalam videonya yang terlihat jelas sekali bahwa Ervan ingin menegaskan, meskipun masyarakat Gayo terbelah menjadi tiga daerah secara wilayah yakni Aceh Tengah, Gayo Lues dan Bener Meriah, namun jiwa masyarakatnya tetaplah satu.
Semakin jauh durasi dari lagu Lut Blang ini saya dengar, begitu juga dengan isi videonya, pesan yang ingin disampaikan Ervan yang juga putra dari penyanyi Gayo Abadi Ayus ini semakin terasa.
Melalui lagu Lut Belang ini, Ervan sepertinya ingin menggambarkan sebuah kekuatan tali silaturahmi antara masyarakat Gayo di Aceh Tengah dan Bener Meriah dengan masyarakat Gayo di Gayo Lues. Ervan melukisnya dengan nuansa yang indah dari sisi syair dan nuansa yang damai dari sisi visual. Menurut saya, video ini sangatlah baik disaksikan bagi semua kalangan masyarakat Gayo terlebih anak-anak, sebagai energi baru untuk menjalin silaturahmi lebih kuat.
Nah, begitulah catatan saya mengenai lagu Lut Belang. Semoga pesan kebersamaan seperti yang dilakukan Ervan terus dilanjutkan oleh kita semua. Baik dengan cara sebuah karya musik atau cara lain.
Saya sangat yakin, kelak lagu ini (Lut Belang) akan sangat membantu saya untuk bercerita kepada anak cucu saya kelak tentang hebatnya Gayo. Bahwa walaupun saat ini masyarakat Gayo tersebar di banyak daerah dengan berbagai istilah pula, namun Gayo tetaplah satu, tetap satu jiwa!
“..sara tauk lut urum belang, jayami ko Gayoku!..”
(Supri Ariu)