
TARI SINING dalam sejarahnya diselenggarakan untuk 2 acara Urang Gayo, pertama saat mendirikan rumah dan kedua memandikan reje (raja) sebelum memulai melakukan tugas pemerintahan.
Informasi yang dihimpun dari sejumlah saksi sejarah dan pelaku seni baik melalui Focus Group Discussion (FGD) maupun referensi lain sejak Maret 2016.
Kesimpulan Salman Yoga S yang ditunjuk sebagai penulis sinopsis tari Sining, penari terakhirnya adalah Ceh Sahak dan Mude Gerik.
Tari Sining terakhir kali ditarikan di Nosar, salahsatu kampung tua di sisi selatan danau Lut Tawar pada tahun 1946, demikian dikatakan saksi hidup Arifin Banta Cut.
Sining adalah tarian yang dilakukan oleh laki-laki dewasa di atas papan atau kayu. Mempunyai pengertian melakukan gerakan melingkar yang indah, menggambarkan apa yang diperagakan oleh burung wo.
Putaran gerakan dominan ke arah yang berlawanan dengan putaran bumi. Ditarikan di atas dulang selanjutnya menaiki tangga untuk menari di atas bere reje tiang yang telah didirikan sebagai awal pembangunan rumah baru.
Secara sepintas tarian tunggal ini mirip dengan tari Guru Didong dan tari Guel yang berkembang di daerah Gayo. Tetapi tari Sining dilakukan ketika pembangunan rumah dan atau peresmian pembangunan rumah baru.
Unsur-unsur gerakannya mengandung makna dan filosofi sebagai simbol kekuatan bangunan, keteduhan bagi pemilik dan penghuninya serta sebagai tempat berkumpulnya anggota keluarga. Ditarikan di ketinggian tertentu dari atas tanah.

Di tahun 2016, Mendikbud melalui Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Aceh menggulirkan program revitalisasi seni budaya yang hampir punah. Tari Sining terpilih dari 4 seni di Provinsi Aceh diantaranya Landoq Sampot dari Kabupaten Aceh Selatan, Tari Laweuet dari Kota Banda Aceh/Aceh dan Rapai Geurimpheng dari Kabupaten Pidie.
Setelah melalui penelitian, pengumpulan bahan dan keterangan, Focus Group Discussion (FGD) serta seminar, tari Sining ditarikan kembali untuk pertama kali, Selasa 22 Nopember 2016 di Taman Budaya Banda Aceh.
Koreografer tari Sining ini dipercayakan kepada Ana Kobat dengan penari Onot Kemara dan Ahmad Dahlan dengan arranger musik tradisi ditanggungjawabi Zoel Adji, dengan pemusik Purnama K Ruslan, Syukri Chirullah, Husni Fitra, Pinte Nate, Edy Ranggayoni dan Desi.
Setelah dikenalkan kembali, tari Sining diharapkan dapat disosialisasikan lebih luas kepada masyarakat. Demikian dikatakan Kepala BPNB Aceh, Irini Dewi Wanti, S.S., M.Sp.
Perlu pelatihan-pelatihan di sekolah dan sanggar-sanggar agar seni tari ini makin sering ditampilkan dari even terendah hingga sekelas Pekan Kebudayaan Aceh (PKA). (Khalis)







