Antara Kopi dan Literasi

oleh

Oleh: Muhammad Rain

banner-copySEPULANG helatan Temu Penyair Nusantara (TPN) 2016 di Meulaboh, penyair Salman Yoga S dan Win Gemade menghimbau kawan-kawan penyair saat minum kopi di depan hotel Meuligou di kota Meulaboh agar mengirim puisi-puisi berkenaan “kopi” untuk dibuatkan satu antologi bersama yang secara umum patut diapresiasikan.

Kamis, 16 November 2016 seluruh proses kurasi terhadap puisi para penyair yang telah dikirim akhirnya diumumkan. Sebanyak 250 penyair terpilih akan terkumpul puisi mereka sebagaimana yang dicita-citakan bersama pasca TPN 2016 di Meulaboh dapat segera menjadi nyata.

Menariknya apabila berkunjung ke Aceh tidak hanya tematik kopi yang telah menguasai citarasa saat membayangkannya, Aceh sebagai satu-satunya wilayah yang paling banyak warung kopi di Indonesia, serta di wilayah Aceh pula (Takengon) terdapat kebun kopi sejauh mata memandang dan terkenal mendunia pula kekhasan cita rasa dan kualitas sang “kopi”, karena itu pula penggagas sekaligus panitia penyelenggara Antologi Penyair Kopi akan melaunchingkan Antologi Puisi bersama tersebut di Takengon.

Beragam bentuk sesi khas dunia kopi akan dilangsungkan, mulai dari Peluncuran buku Puisi Kopi, Baca puisi Kopi di kebun kopi, baca puisi Kopi di pabrik kopi, baca puisi Kopi di kedai kopi, Sayembara penyair memetik kopi, dan dilengkapi Sayembara penyair menggongseng kopi semakin menariklah agenda pengemasan even kali ini.

Launching Antologi Penyair Kopi “1550 MDPL” dijadwalkan pada 25 s.d. 27 November 2016. Para peminat dari unsur penulis yang telah lolos kurasi puisi dapat menghubungi panitia untuk mengkonfirmasi kehadiran berikut segenap keperluan termasuk undangan resmi agar mempermudah para penyair mempersiapkan segala keperluan mereka.

Tentu sebagai kawasan penghasil kopi berudara dingin seperti Takengon, melalui even kepenyairan akan semakin memaknai kopi sehingga sepulang dari sana, Kopi Aceh asal Gayo-Takengon tersebut dapat semakin menjadi primadona bagi pendatang dalam negeri maupun luar negeri.

adakah-ganja-dalam-kopi-di-aceh-indonesia-travel

Apakah kaitannya antara kopi dengan literasi?

Setiap kali Aceh dibicarakan pada wilayah literasi, kentara juga bahwa budaya “ngopi” (minum kopi) jauh lebih dikenal dibandingkan budaya literasi. Hal ini kian memperoleh bandingan yang sedemikian rupa bahwa orang Aceh, termasuk penyair-penyair Aceh memang lebih suka minum kopi dan lalu bicara, mengobrol, diskusi, adu argumen dan lainnya namun langka hasil duduk “ngopi” tersebut dilanjutkan dengan menuliskannya dalam bentuk puisi bertema “Kopi”, meskipun hal tersebut sering dilakukan oleh penyair nasional asal Aceh, yakni Fikar W. Eda, Salman Yoga S dan beberapa saja yang lain yang kerap melaunching buku puisinya berkenaan tentang kopi Aceh, dengan kampanye literasi plus kampanye kopi Aceh yang dilakukan seniman sebagaimana agenda even Pesta Puisi Kopi Dunia, Takengon, Aceh Tengah tersebut, maka semakin meluas dan menarik gagasan antologi penyair kopi, sehingga kekhasan dan utamanya kopi Aceh kian terkenal berikut puisi-puisi terkait kopi akan membudaya dalam khasanah literasi.

Dari 250 penyair yang terhimpun, seniman penyair yang turut mengisi puisi-puisi mereka dalam Antologi Puisi Kopi segera launching tersebut yang berasal dari Aceh antara lain adalah: Fikar W. Eda, D. Keumalawati, Mustafa Ismail, Ansar Salihin, Abu Rahmad, Arafat Nur, Herman RN, LK. Ara, Larasati Sahara, Mahdi Idris, Muhammad Rain, Muhammad Subhan, Musmarwan Abdullah, Pilo Poly, Rahmad Sanjaya, Saiful Bahri, Salman Yoga, Win Gemade, Teuku Dadek.

Budaya literasi, termasuk menulis puisi sangat penting untuk terus digeluti masyarakat Aceh, agar di masa datang kian banyak nilai-nilai ke-Acehan, nilai orisionalitas Aceh yang mengisi wilayah galian karakteristik orang Aceh seperti kebiasaan minum kopi tercatat dan dibukukan.

Kehadiran Antologi Puisi Kopi dari proses kurasi terhadap ratusan peminat pengirim puisi untuk seleksi tersebut patut mendapatkan apresiasi bagi Aceh, Indonesia dan dunia luar, sebab dengan demikian terlihat betapa Aceh sebagai kawasan subur konflik dan bencana yang telah lama mengisi pikiran dan ingatan masyarakat dapat ditukar menjadi suatu kawasan yang justru mulai dikenal ramainya pengunjung, penikmat kopi, pembaca sekaligus penulis tentang kopi, pembeli kopi, melancong/wisatawan lokal dan internasional yang lebih tertarik membicarakan nilai-nilai orisionalitas Aceh sebagai destinasi wisata khas dan berkualitas dari segi kopinya yang bermutu tinggi, mengapa tidak?.

*Penulis adalah peneliti sastra, pengajar Bahasa dan Sastra Indonesia.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.