Fajran Zain; Penanganan Korban Konflik Aceh Masih Sebatas Reparasi

oleh

rps20161115_170846_733

Banda Aceh-LintasGayo.co : Dalam konflik, masyarakat sipil selalu dihadapkan pada posisi dilematis. Hal itu terus berlanjut termasuk setelah konflik usai.

Demikian disimpulkan Komisioner Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, Fajran Zain dalam paparan kuliah umum yang digelar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan Universitas Islam Negeri Ar-Raniry (FISIP UINAR) yang bertemakan Peran Akademisi dalam Agenda Rekonsiliasi Aceh di Aula Biro Rektorat Lantai 3 UIN Ar-Raniry, Senin (14/11).

“Setelah nota perdamaian ditandatangani oleh kedua belah pihak, TNI kembali ke pos komandonya masing-masing dan sebagian diantara mereka mendapatkan promosi jabatan, sementara kombatan GAM juga mendapat banyak benefit  dalam ranah politik, sementara masyarakat sipil yang dulunya menjadi korban konflik belum mendapat hak-hak reparatif atas penderitaan yang mereka alami,” terangnya

Maka kehadiran KKRA dimaksudkan untuk mengembalikan harkat dan martabat para korban melalui pelaksanaan tiga program, yakni pengungkapan kebenaran, reparasi, dan rekonsiliasi.

Selama ini, penanganan korban konflik baru sebatas reparasi mendesak saja, sedangkan pengungkapan kebenaran, reparasi komprehensif, dan rekonsiliasi belum sempat dilakukan. Perdamaian tanpa rasa keadilan tentu tidak akan bertahan lama dan dikhawatirkan konflik akan terulang kembali.

“Ini seperti tubuh yang menyimpan nanah. Dipermukaan ia terlihat mulus, tetapi di bawah kulit ia tetap menyimpan rasa sakit ,” imbuh Fajran.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Reintegrasi Aceh (BRA) pada tahun 2009, tercatat sebanyak 33.000 rumah mengalami kerusakan, anak yatim korban konflik sebanyak 22.000 orang, 115 perempuan mengalami perkosaan, dan korban meninggal sebanyak 29.300 jiwa. Besar kemungkinan data ini akan bertambah pada tahun-tahun 2010 dan seterusnya.

rps20161115_160641_648“Ini adalah kerja besar. Sehingga KKR Aceh sangat membutuhkan dukungan semua pihak, termasuk dari kalangan akademisi, baik dosen maupun mahasiswa,” jelas Fajran.

Menyambut pernyataan tersebut, FISIP UINAR telah melakukan survei terkait pengetahuan civitas akademik kampus terhadap KKR. Dalam survei tersebut, diperoleh temuan bahwa mayoritas respoden tidak mengetahui apa itu KKR, meskipun secara langsung atau tidak langsung mereka mengalami konflik.

“Bahkan, dalam survei juga ditemukan bahwa institusi pendidikan yang ada selama ini tidak terlibat secara aktif dalam sosialisasi dan edukasi tentang perdamaian,” kata Dosen FISIP UIN, Isma Ramadhani. Survey ini menjadi modal awal bagi kampus UINAR untuk melakukan diskusi, kajian, dan penelitian terkait KKR di Aceh.

Sementara menurut anggota DPD-RI Komite III (Bidang Budaya dan Pendidikan) Rafly Kande dalam paparan menyatakan Budaya santun merupakan modal besar dalam perdamaian Aceh selain ia dapat digunakan sebagai cara pengungkapan kebenaran yang tidak provokatif.

Rafly juga melantunkan beberapa syair yang isinya menggambarkan bagaimana budaya santun sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam tradisi kehidupan masyarakat Aceh.

Sebagai penutup, peserta Kuliah Umum mendapatkan suguhan pesan moral dari Rafli Kande dalam bentuk syair nyanyian dan sesi foto bersama. (SP | Kh)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.