Alasan Memilih

oleh
Ilustrasi pemungutan suara. (LGco-Khalis)

Oleh Johansyah*

JohansyahOKPILKADA menempatkan orang pada posisi memilih atau dipilih. Orang yang dipilih adalah setiap pasangan calon (paslon), baik dari partai atau jalur independen. Adapun pemilih adalah orang-orang yang sudah memiliki hak pilih sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Pemilih wajib memiliki ragam informasi tentang paslon yang akan dipilih sehingga pilihan nanti jatuh pada paslon yang tepat.

Memilih paslon jelas harus punya alasan kuat, bukan sekedar coblos kenapa kita menjatuhkan pilihan kepada paslon A atau B. Kalau ditelisik ke lapangan, ada beragam alasan memilih ditemukan. Alasan-alasan tersebut antara lain; pertama, karena sudere (saudara) atau memiliki hubungan darah. Ini nge ara singkite, te sana si pilih ne silenna (ini sudah ada calon dari keluarga kita, kenapa harus pilih yang lain)?

Banyak masyarakat yang berpikir seperti itu. Ada udang di balik batunya. Kalau nanti sudere-nya terpilih menjadi Bupati/wakil, kan bisa cari peluang kerja karena dia yang memegang kendali pemerintahan. Saudara-saudara lain yang punya perusahaan, nanti bisa minta proyek. Jalan-jalan menuju perkebunan juga nanti bisa diusulkan aspal, walaupun ada jalan lain yang sebenarnya lebih mendesak untuk di aspal. Ya, begitulah ada beragam hajat kenapa harus memilih paslon dari pihak sudere.

Alasan kedua karena sara urang. Banyak juga pemilih yang mendukung paslon yang berasal dari kelompok atau orang sekampungnya. Mereka komitmen untuk mendukung calon tersebut. Banyak sedikit mereka berharap jika yang bersangkutan berhasil terpilih, mereka akan mudah berurusan ke pemerintah daerah, karena ara urange (ada orang sekampungnya) yang menjadi pejabat.

Di belahan dunia mana pun, faktor urang sangat mempengaruhi pilihan seseorang. Di Gayo? sama, faktor ini juga dominan. Ada bur-paloh uken-toa. Pikir-pikir hal ini lumrah. Di bola saja, kalau timnas Garuda berlaga dengan tim Thailand, pasti yang didukung adalah timnas, bukan Thailand, meski kita tau kekuatannya. Jadi kalau ada bur-paloh, itu biasa. Penting bagi para pemilih adalah tidak saling menjelekkan, memaki, dan menghidari tindak tidak terpuji lainnya. Harus mujegei tempeh diri.

Alasan ketiga karena terbuai janji. Wow, yang ini malah ramai di masyarakat. Maklum, semua paslon mengeluarkan jurus demi jurus untuk meyakinkan para pemilihnya. Janji akan memberikan sesuatu pada pemilih adalah salah satu terik jitu untuk menarik simpati. Misalnya kalau untuk pemuda akan dibangun lapangan bola, perlengkapan bola volly, teratak, dan lain-lain. Bagi para keluarga dijanjikan pendidikan gratis, baju sekolah gratis untuk anak-anaknya, dan lain-lain. Pokoknya janji dulu; “ike aku kunul, kurus kase kam” (kalau saya nanti terpilih, kalian pasti akan saya perhatikan). Di penuhi atau tidak itu urusan nanti.

Umumnya orang tau kalau janji paslon itu adalah ‘arwah’, sesuatu yang tidak jelas. Anehnya banyak yang terpedaya dengan janji-janji semacam ini. Kapan baru nyadar? Ketika paslon yang dipilih menang, ternyata satu pun dari janji yang dilontarkan saat kampanye tidak ada yang terealisasi. Ujung-ujungnya para pemilih kesal, marah, dan menghujat. Kalau pun ada paslon yang menang, menjabat, kemudian memenuhi janjinya, ini pasti tidak banyak.

Siapa yang salah? Dua-duanya. Pemilih salah karena setiap melakukan transaksi politik, tuntutannya semua mengarah kepada materi; apa yang bisa bapak berikan untuk kami? Sebaliknya, calon juga demikian, menjanjikan sesuatu dalam bentuk materi kepada para pemilih karena dianggap sebagai alat ampuh untuk menarik simpati publik. Secara batiniah, sang calon pasti sadar bahwa janji mereka tidak mungkin dipenuhi. Mereka tau dosa, tapi itu urusan belakangan, yang penting terpilih dulu.

Alasan keempat karena ikut-ikutan. Apa ada pemilih yang ikut-ikutan? Banyak masyarakat yang bingung dengan para paslon yang akan mereka pilih. Mungkin karena kekurangan informasi, atau juga memang kurang peduli dengan hal tersebut. Dalam posisi ini, kehadiran tim sukses bisa sangat  berguna bagi paslonnya. Kalau dia mampu mengemas bahasa yang indah dan menarik seputar paslonnya, maka biasanya pemilih seperti ini akan cepat luluh dan menjatuhkan pilihan pada paslonnya si tim sukses.

Alasan kelima karena PLT (Pemberian Langsung Tunai). Kalau ada sebagian paslon yang menebar janji, ada juga paslon yang bahkan nekad mengambil resiko lebih besar, mereka langsung memberikan sesuatu yang diminta oleh masyarakat. Tentu ada syaratnya, masyarakat tersebut harus memilihnya pada hari pencoblosan. Kalau ternyata kemudian tidak menang di wilayah tersebut, maka PLT-nya ditarik kembali oleh calon bersangkutan.

Alasan keenam karena paslon adalah sosok yang berilmu, berakhlak, dan berpengalaman di pemerintahan. Kalau ada orang yang memilih berdasarkan kriteria ini, itu artinya pemilih tersebut lebih cerdas dari pemilih sebelumnya yang kita sebutkan di atas. Mereka tidak pandang bahwa itu sudere, urang, harta kekayaan, tetapi melihat sosoknya yang memang layak dijadikan pemimpin. Pemilih melihat rekam jejaknya, memahami kepribadiannya, dan membuktikan sendiri bahwa paslon tersebut memang berkualitas.

Untuk mengarahkan para pemilih berpikir seperti ini dalam skala besar agaknya sulit. Sebabnya karena kondisi ekonomi, perbedaan motivasi, kepentingan pribadi, jenjang pendidikan, dan lain-lainnya. Di sisi lain, harus kita akui kalau memang benar-benar memilih paslon yang berorientasi pada kemajuan daerah, maka pemimpin seperti inilah yang sejatinya dipilih. Mimpi dalam sistem demokrasi saat ini? Tidak juga.

Para pemilih objektif dan cerdas hanya akan banyak jika tingkat kemapanan pendidikan dan ekonomi dalam masyarakat terus meningkat. Semakin rendah tingkat pendidikan, dan semakin sulit ekonomi masyarakat, maka semakin rentan suara dan pilihannya dapat dibeli. Inilah salah satunya yang dimaksud dengan kaada alfaqiiru an yakuuna kufran (kefakiran itu mendekatkan orang pada kekafiran). Kekafiran di sini dapat dimaknai dengan penyimpangan dari idealisme dan kebenaran.

Dari beragam alasan, kira-kira tipe pemilih yang manakah kita? Sebab apa kita memilih paslon? Saya berharap agar publik semakin sadar dan terdidik dalam hal memilih dan menentukan paslon dengan bercermin pada pengalaman sebelumnya. Mengenali karakter paslon yang akan dipilih adalah wajib kalau kita tidak ingin salah pilih. Satu lagi, semoga proses dan hasil pilkada nanti tidak ada yang manipulatif dan rekayasa, harus menjunjung tinggi asas kejujuran. Setelah pilkada berakhir, semuanya harus siap menerima dengan lapang dada. Tidak ada pertikaian, caci-maki, dan permusuhan. Semoga!

*Penulis adalah Pemerhati Sosial-Budaya. email: johan.arka[at]yahoo.co.id

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.