Catatan Abdurrahman, SP*
PAMEU merupakan salah satu kemukiman dalam wilayah kecamatan Rusip Antara Kabupaten Aceh Tengah yang konon menurut cerita para pemuka adat masyarakat setempat, nama Pameu berasal dari bahasa daerah paha meh. Konon dulu masyarakat setempat pernah melihat emas berukuran sebesar paha manusia.
Kendatipun ceritanya terdapat harta karun yang menggiurkan ini, penduduk setempat tetap menekuni usaha tani seperti biasa, sehingga di tahun 80-an pernah menjadi lumbung pangan di kabupaten Aceh Tengah.
Sumber penghasilan lain, banyak orang yang rela banting tenaga penuh resiko melewati hutan belantara 4 hari perjalanan demi mendapatkan harga beras merah (oros silang) dengan mencari ikan atau Jernang, tumbuhan liar yang pohonnya tidak berkayu serumpun dengan rotan.
Jernang banyak tumbuh di tengah hutan belantara Pameu, yang dipanen adalah buah berbentuk gelondongan yang diproses menjadi serbuk. Dalam bentuk buah gelondongan dijual seharga Rp. 300.000 – 550.000 per/kg.
Komoditi ini dapat diekspor ke manca negara sebagai bahan pewarna, kosmestik dan obat-obatan dalam dunia industri.

Mencari jernang, warga biasa tidur di hutan dalam perjalanan, membuat gubuk atau dahan kayu sebagai wahana penginapan seperti di daerah yang diberinama Antus, Seyeng, Arul Kanis, Jamur Pisang dan Jamur Daling.
Geliat perubahan pola pikir masyarakat di Pameu ini semakin cemerlang, melihat prospek pasar komoditi hutan Jernang sangat baik, maka mereka menjadikan tanaman ekstraktif ini menjadi komoditi yang dibudidayakan.
Menurut Syahrullah, Mantri Tani yang merupakan penduduk asli pribumi, inisiatif budidaya Jernang dalam lahan garapan petani itu tumbuh dari acara rembug tani bersama penyuluh WKPP setempat.
Pola kebiasaan yang dianggap mengganjal suatu perkembangan mulai terkikis oleh masuknya informasi baru dari penyuluh pertanian dan lembaga lainnya
Wilayah Pameu, potensi sumberdaya alamnya luar biasa, khususnya sumber air dan hutan. Banyak sungai baik berupa sungai kecil maupun besar yang melintasi wilayah ini, selain bisa menjadi penyedia air untuk kegiatan usaha tani, sungai-sungai yang ada disini juga masih banyak menyimpan sumberdaya protein hewani berupa berbagai jenis ikan endemik yang sudah menghuni sungai-sungai itu selama puluhan tahun.
Selain bisa menjadi sumber protein bagi masyarakat setempat, keberadaan ikan-ikan itu juga mendatangkan pendapatan atau penghasilan tambahan bagi masyarakat yang rata-rata berprofesi sebagai petani.
Untuk itulah masyarakat setempat terus berupaya untuk menjaga kelestarian sumberdaya tersebut, supaya dapat dinikmati sampai ke anak cucu mereka kelak.
Ada sesuatu yang agak unik dari masyarakat Kemukiman Pameu ini dalam melestarikan sumberdaya alam yang ada di sungai, mereka menerapkan adat atau kearifan lokal untuk menjaga sumberdaya alam tersebut.
Kini wajah Pameu jauh mengalami perubahan tidak lagi sebagaimana yang kita bayangkan dalam catatan historisnya. Banyak potensi penunjang perekonomian masyarakat selain hamparan area sawah mereka mempunyai tanaman durian, langsat, kakao, kelapa, pinang dan nilam. Disektor peternakan juga mulai berkembang penggemukan ternak kerbau sebagai upaya memenuhi kebutuhan daging.
Kearipan lokal mampu mempercepat aksesnya suatu program pembangunan di pedesaan, sebab inilah benih yang berhasil ditanamkan oleh pendahulu menjadi suatu prinsip yang sangat kokoh, termasuk prinsip mempertahankan kelestarian alam dan kekhasan suatu produk. Misalnya melestarikan cita rasa buah Langsat dari Pameu yang manis, ukuran buah normal, warna kulit seragam.
Kriteria ini menjadi syarat buah untuk dipanen sekalipun pembeli melebihi nilai tawar untuk dipanen lebih awal mereka tidak memperbolehkan supaya produk daerah tersebut selalu eksis.
Konsep kesepahaman dalam melestarikan alam sudah cukup kuat terutama melestarikan Daerah Aliran Sungai (DAS). Dari cara-cara penangkapan ikan, baik oleh warga setempat maupun pendatang tidak dibenarkan menggunakan alat setruman listrik, bom dan berbagai jenis bahan kimia (beracun).
Diungkapkan sesepuh adat setempat, Abd Majid, warga membuat keputusan bersama yang tembusannya disampaikan kepada pemerintahan kecamatan bahkan kabupaten. Penegakan hukum adat ini menjadi kewajiban seluruh warga masyarakat dalam memantau, melaporkan, menangkap, memberi denda sampai dengan menyerahkan ke pihak yang berwajib apabila tidak terselesaikan.

Sosok Abd majid yang pernah menjadi ketua kelompok tani Merandeh Paya ini dikenal sangat kreatif terutama membuat solusi bagi warga dan pendatang yang ingin menikmati ikan khas wilayah Pameu (Gegaring), mempersiapkan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan seperti, Jangki doran berbagai ukuran tangkapan, jala, alat pancing, alat tembak dan Bube.
Pekerjaan rutin dalam rangka mempersiapkan kebutuhan pencari ikan ini, dapat menambah omset penghasilan keluarganya. Sambil promosi hasil karyanya, lelaki yang usia senja ini juga menyampaikan sosialisasi kearipan lokal dan hukum adat yang berlaku.
Melihat sungai-sungai yang masih terpelihara kelestariannya, agaknya wilayah ini juga menarik untuk dikembangkan sebagai obyek wisata air seperti arung jeram dan mancing mania.
Bagi para wisatawan pecinta alam, potensi seperti ini tentu menjadi daya tarik bagi mereka, begitu juga bagi para peneliti konservasi sumberdaya alam, kearifan lokal masyarakat Pameu dalam menjaga sumber daya air mereka, layak dijadikan referensi untuk diterapkan di daerah lain.[]
*PPL Bp3K Silih Nara.