Oleh: Nurhabibah Batubara, SE*
Belakangan ini Tanah Air dikejutkan oleh berita Dimas Kanjeng Taat Pribadi, ketua Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang digerebek oleh Polda Jatim tanggal 21 September 2016 di kediamannya RT 22/RW 08, Dusun Sumber Cengkelek, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo. Sosok Dimas Kanjeng memikat ribuan orang dengan kemampuannya mengeluarkan perhiasan dan sejumlah mata uang dari berbagai negara. Bertumpuk-tumpuk uang bisa ia datangkan. Tidak aneh jika orang berbondong-bondong datang ke padepokannya untuk menjadi pengikutnya. Ada petani, aparat negara, militer hingga intelektual. Bahkan ketua yayasan padepokannya adalah Marwah Daud Ibrahim, seorang doktor lulusan Amerika sekaligus pengurus ICMI dan MUI. Di mata pengikutnya, apa yang dilakukan oleh Dimas Kanjeng adalah karomah bagi seorang waliyullah. Bahkan berbagai teori ilmilah modern dikeluarkan untuk membenarkan berbagai perbuatan sang guru besar.
Fenomena Dukun yang mengaku mampu menggandakan uang dengan ilmu tertentu berkedok agama sebenarnya sudah lama marak di masyarakat. Namun, baru kali ini kasus fenomena tersebut menjadi viral di media tanah air berawal dari laporan pembunuhan yang diduga dilakukan oleh Dimas Kanjeng Taat Pribadi beserta beberapa orang kepercayaannya.
Karomah atau Sihir?
Dalam Islam, kejadian luar biasa yang bertentangan dengan keteraturan alam semesta (nizhâmul-wujûd) bisa dikategorikan dalam tiga: mukjizat, karomah atau sihir. Profesor Rawwas Qal’ahji dalam Mu’jam al-Lughah Fuqaha menjelaskan bahwa kejadian luar biasa seperti bulan terbelah, jika terjadi pada nabi, itu adalah mukjizat; jika terjadi pada orang shalih, itu adalah karomah; sedangkan jika terjadi pada orang jahat, itu adalah istidrâj.
Karena itu peristiwa bulan terbelah yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw., laut terbelah oleh pukulan tongkat Nabi Musa as., atau Nabi Ibrahim as. selamat dari proses pembakaran yang dilakukan oleh Raja Namrudz, adalah bagian dari mukjizat yang hanya Allah SWT berikan kepada para nabi dan rasul, tidak diberikan kepada umat manusia.
Adapun karomah hanya terjadi pada orang-orang shalih, seperti kemampuan Umar bin Khaththab ra. memberikan komando kepada pasukan kaum Muslim dari jarak jauh, atau pasukan yang dipimpin oleh Saad bin Abi Waqqash ra. yang mampu berjalan di atas Sungai Tigris. Semua itu adalah karomah yang Allah SWT berikan kepada hamba-hamba-Nya yang shalih.
Andaikata ada orang yang kerap berbuat maksiat tetapi mendapatkan sesuatu yang di luar kebiasaan semisal menghasilkan uang atau perhiasan dengan amat banyak secara tiba-tiba dari langit atau dari bumi, mampu berjalan di atas air, terbang di udara tanpa alat, maka menurut Profesor Rawwas Qal’ahji, itulah istidrâj.
Andai pelakunya melakukan hal itu dengan meminta bantuan jin maka perbuatannya termasuk sihir dan hukumnya haram. Dalam kitab Al-Mawsû’ah al-Fiqhiyyah dikatakan, setiap permohonan bantuan (istighotsah) yang dilakukan bukan kepada Allah SWT adalah terlarang; di antaranya adalah istghotsahkepada bangsa jin. Apalagi sebenarnya jin tidak memiliki kemampuan dan malah bisa menyesatkan manusia (Lihat: QS al-Jin [72]: 6).
Oleh karena itu, saat menyaksikan peristiwa yang menyalahi keteraturan alam semesta, semestinya kaum Muslim menimbang dulu hal tersebut dengan hukum syariah, apakah ini karomah atau istdijrâj dan sihir. Bukan langsung terkagum-kagum lalu dengan gelap mata membenarkan dan mengikuti ajarannya.
Sungguh tepat perkataan Imam Syafii, “Jika kalian melihat seseorang berjalan di atas air dan terbang di atas udara, janganlah kalian terpedaya hingga kalian menimbang perkaranya di atas al-Quran dan as-Sunnah.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/233, Maktabah Syamilah).
Haram Mempercayai Dukun atau Paranormal
Banyak kalangan terbiasa menggunakan bantuan dukun/paranormal untuk berbagai kepentingan mereka. Di setiap Pilkada atau Pemilu tak sedikit caleg atau calon kepala daerah yang meminta bantuan jasa paranormal/dukun. Mereka mau melakukan apa saja seperti tirakat di sungai, di gua, memberi sesaji, dll asal hajat mereka terpenuhi. Padahal praktik-praktik seperti itu haram. Dalilnya adalah sabda Nabi saw.:
Siapa saja yang mendatangi seorang peramal, lalu dia bertanya kepada dukun itu tentang suatu hal, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh malam (HR Muslim).
Siapa saja yang mendatangi seorang dukun atau peramal, lalu membenarkan apa yang dikatakan dukun atau paranormal itu, maka dia telah kafir terhadap apa (al-Quran) yang diturunkan kepada Muhammad saw. (HR Ahmad).
Akibat Sekulerisme
Dilihat dari banyaknya pengikut Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang fantastis maka bisa dilihat beberapa hal. Pertama, masyarakat masih menganut pemikiran kapitalisme pragmatis. Pragmatis merupakan hal yang bersifat praktis dan berguna bagi umum; bersifat mengutamakan segi kepraktisan dan kegunaan (kemanfaatan) sumber : KBBI. Berdasarkan definisi ini, dapat dilihat bahwa sifat pragmatis telah menjadikan kepraktisan (manfaat) sebagai standar dalam menentukan keutamaan suatu hal. Dan kepraktisan tersebut merupakan kompromi dengan realitas. Realitas dijadikan sebagai subjek (standar) dalam menilai sesuatu demi kepraktisan (instans) yang dapat diterima oleh keadaan (kondisi). Sedang realitas di negeri ini adalah sistem Kapitalisme yang bercokol yang menjadikan harta sebagai tujuan hidup bukan sarana untuk mencapai tujuan. Sehingga menjadikan manusia diperbudak oleh harta, manusia semakin rakus memperkaya diri yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Inilah yang menjadikan masyarakat ingin serba instan dalam mendapatkan kekayaan bahkan menyambangi ‘kanjeng’ pengganda uangpun dilakoni.
Kedua, Ide Sekulerisme yang menjangkiti masyarakat sehingga meniscayakan pemisahan aturan agama dari kehidupan. Menjadikan manusia yang memiliki naluri menyembah yang lebih darinya (gharizah tadayun), sifat mengkultuskan dan bersandar kepada yang agung secara alamiah mendudukan manusia sebagai hamba. Jika bukan menjadi hamba Allah SWT, maka pasti manusia akan menjadi hamba bagi selain Allah. Loyalitas pengikutnya yang masih bertahan di lokasi padepokan membuktikan betapa dangkal akidah dan minimnya iman.
Ketiga, Abainya peran negara dalam menyelesaikan persoalan masyarakat khususnya dalam hal ini bidang ekonomi. Sistem ekonomi kapitalis menolak peran negara dalam perekonomian. Prinsip ini lahir dari konsep laizes faire, yang artinya: biarkan semuanya berjalan sendiri tanpa ada campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Dampaknya kita bisa melihat saat ini sebagian kecil orang yang dapat mempengaruhi dan menikmati barang/jasa serta sumber-sumber ekonomi, sedangkan sebagian besar orang lainya tidak dapat. Sehingga menghasilkan kesenjangan ekonomi, yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin.
Wahai Kaum Muslimin!
Sudah selayaknya Masyarakat harus kembali kepada ajaran agama yang benar dengan mengikuti para ulama yang mengajarkan ikhtiar (kerja keras) dan doa.
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (QS. Ar rad 11)
Islam adalah dien (way of life), jalan hidup yang turun ke dunia ini dengan seperangkat aturan yang menjadi solusi bagi seluruh permasalahan manusia. Menerapkannya akan mendatangkan rahmat sedang meninggalkannya akan menyebabkan kerusakan. Sehingga dari sini, aturan Islam bisa diemban oleh umat manapun, kecuali dalam urusan ibadah mahdhah disesuaikan dengan keyakinan agama masing-masing. Namun selain urusan ibadah, Islam sangat relevan untuk diterapkan di masa kekinian. Apalagi melihat kondisi carut marut masyarakat dengan permasalahan yang kian akut. Maka, Islam patut dan harus untuk diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Dan tidaklah penerapan tersebut kecuali ditegakkan dalam sebuah institusi negara yaitu Khilafah.
*Aktivis Muslimah