Oleh : Ismail baihaqi*
Dalam kehidupan rumah tangga tentu tak terlepas dari peran suami dan istri untuk melangsungkan sebuah bahtera kehidupan. Bermacam cara yang dilakukan, tujuannya hanya satu yaitu membahagiakan keluarga. Tentu dalam hal ini, suami harus bekerja, karena itu merupakan kewajiban bagi sang suami menafkahi istri dan anak-anaknya. Begitu juga dengan masyarakat suku Gayo dengan bermacam profesi yang dilakoni dalam menyambung kehidupan mulai dari bertani, wirahusaha maupun bekerja di pemerintahan.
Dalam tulisan ini penulis ingin menyampaikan tentang kehidupan masyarakat suku Gayo dalam menyambungkan sebuah kehidupannya. Penghasilan suami di sebut (APBN) dan penghasilan istri (APBK). Jadi, penghasilan istri dan penghasilan suami dijumlahkan dari situlah di kelola dana untuk kebutuhan sehari-hari bagi pasangan yang memiliki karier masing-masing.
Namun bagi pasangan yang menggantungkan hidup dari hasil pertanian seperti berladang dan bersawah, memiliki cerita lain dalam menyambungkan bahtera kehidupan.
Masyarakat Gayo biasanya yang bersawah dalam setahun hanya sekali melakukan panen. Hasil panen tersebut disimpan di Keben (Lumbung-Red). Biasanya hasil panen ini, dalam waktu setahun mencukupi kebutuhan pokoknya. Meskipun nantinya tak cukup, itu hanya sebagian kecil saja, dan mereka akan mencari alternatif lain sebagai tambahan.
Jika berlebih biasanya, akan dialokasikan ke bentuk investasi lain seperti membeli perhiasan maupun investasi lainnya.
Peristiwa ini dilakoni masyarakat Gayo hingga sekarang, sebagian enggan bersawah dan bercocok tanam, terpaksa mereka semua memenuhi kebutuhan sehari hari dari penghasilan profesi yang dijalani mulai membeli kebutuhan pokok maupun sekunder. []