Berikut ini adalah khutbah Idul Fitri ini disampaikan oleh Dr. Ali Abubakar, M.Ag (Aman Nabila) di hadapan jama’ah shalat Id di lapangan masjid Al Abrar Kebayakan Aceh Tengah, 6 Juli 2016. Kami posting atas permintaan beberapa tokoh masyarakat, politisi, dan akademisi di Aceh Tengah dan Bener Meriah karena dinilai penting berkaitan dengan masalah kepemimpinan yang akan dihadapi masyarakat dalam waktu dekat (Pilkada 2017).
Khatib menyampaikan kriteria pemimpin dalam Islam dan cocok untuk budaya masyarakat Dataran Tinggi Gayo. Jamaah Idul Fitri Masjid Al Abrar tampak khusyuk mendengar tausiah yang disampaikan dengan bahasa sederhana dan mudah dipahami; bercampur antara bahasa Indonesia dan Gayo.
Dapat dikatakan tidak ada jamaah yang meninggalkan lokasi sebelum sang khatib turun dari mimbar setelah sekitar 25 menit menyampaikan nasehatnya.
Sampai beberapa hari, isi khutbah itu masih menjadi bahan diskusi di kalangan masyarakat. Lintasgayo.co kemudian menghubungi sang khatib dan meminta dicopikan naskah asli khutbahnya.
Alhamdulillah, setelah Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh ini juga menuliskan bahan yang disampaikan secara lisan ke dalam naskah. (red)
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله الذي أنزل الصِّيَام جُنَّةٌ للمؤ منين. اشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له, واشهدان محمدا عبده ورسوله, اللهم صل وسلم على محمد وعلى اله وصبه ومن تبعهم بإحسان الى يوم الدين. عبادالله, اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن الا وانتم مسلمون. . فقال الله تعالى فى القران الكريم, أعوذ بالله من الشيطان الرجيم بسم الله الرحمن الرحيم. ا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا.
الله اكبر 9x. الله اكبر كبيرا, والحمدلله كثيرا, وسبحان الله بكرة واصيلا لااله الاالله وحده, صدق وعده, ونصرعبده, وعزجنده وهزم الاءحزاب وحده, لااله الا الله ولا نعبدالا اياه مخلصين له الدين ولو كره المشركون.
Kaum muslimin dan muslimat, jamaah idul fitri yang dimuliakan Allah.
Di pagi hari ini, tanggal 1 Syawal 1437 H, di berbagai tempat di belahan bumi ini, ratusan juta umat Muslim dunia mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil ke angkasa lepas sebagai simbol kemenangan setelah kita berjaya mengendalikan diri kita terhadap godaan dan pantangan yang membatalkan puasa di siang hari sebulan penuh pada bulan suci Ramadan. Suara takbir umat Islam sejak tadi malam bergema di berbagai belahan bumi melintasi bukit dan lembah-lembah, melewati benua dan samudera; mulentayon ku langit seringkel payung, mudengung ku bumi sejawang jari; mengagungkan Tuhan Yang Satu; Allah SWT.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wallillahilhamd
Inilah hari kemenangan bagi setiap kita. Kemenangan yang dimaksud adalah kemenangan melawan diri kita sendiri. Selama sebulan penuh di bulan Ramadan, kita dilatih untuk melawan diri kita sendiri. Mengapa kita harus melawan diri kita sendiri? Karena musuh sesungguhnya bukanlah yang datang dari luar diri kita, tetapi yang datang dari dalam. Di dalam diri kita ada harimau yang siap menerkam kita kapan saja kita lengah. Atan dirinte masing-masing ara kule, si siep siege murangkam ni kite selohpe kite silep lale. Imam at-Tabari dalam Tahdzib al-Atsar mengemukakan, “tidak ada jihad yang lebih besar daripada jihad melawan diri sendiri”.
Manusia merupakan makhluk Allah yang unik karena dia berada di antara alam langit dan alam bumi. Di dalam dirinya terdapat sejumlah akhlak yang saling bertolak belakang. Allah menyatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah, lalu disempurnakan dengan ruh yang ditiupkan Allah ke dalam dirinya (QS. 38:71-72). Karena asal ciptaaan itulah, Imam al-Ghazali menyebutkan bahwa manusia memiliki potensi ketuhanan (quwwah ilahiyyah) dan sekaligus potensi kebinatangan (quwwah bahimiyah). Karena itulah manusia kadang-kadang cenderung berbuat kebaikan sekaligus kejahatan. Akhlak manusia terkadang dapat naik ke tingkat tertinggi, tetapi dalam kesempatan lain dapat turun ke titik terendah.
Potensi kebinatangan (quwwah bahimiyah) inilah yang disebut dengan nafsu. Inilah yang harus dikendalikan. Jika tidak, maka nafsu itulah yang akan mengendalikan kita. Perjuangan mengendalikan nafsu ini harus terus menerus dilakukan karena potensi kebinatangan atau nafsu ”selalu menyuruh kepada kejahatan”
إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ.
Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS 12: 53).
Pengendalian diri perlu dilatih terus menenerus dengan berbagai metode. Puasa adalah bentuk pelatihan pengendalian diri yang metodenya langsung diberikan Tuhan. Inti puasa adalah pengendalian diri agar tetap berada di dalam lurus. Jika puasa kita berhasil dilakukan dengan sebaik-baiknya, maka ia akan menjadi benteng diri setiap Muslim. Baginda Nabi Muhammad menyatakan, “puasa itu benteng, selagi puasa janganlah berbuat kotor dan berbuat bodoh” (HR Bukhari).
Karena itu di dalam Islam ada ajaran untuk sabar sebagai bentuk pengendalian diri. Orang yang tidak sabar adalah orang yang unsur kebinatangannya lebih dominan dari unsur ketuhanannya. Nabi Muhammad sendiri menyatakan, “orang yang kuat bukanlah yang mampu berkelahi. Orang yang kuat ialah yang mampu menahan diri dari marahnya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Jema si gera sangup pasa adalah jema si gere mampu mumpimpin dirie. Jema si lagu noya enti iharap nguk mumimpin keluarga dan masyarakat. Beta le keta gambaran ni pasa kin kepemimpinen.
Kalau kita sudah mampu mengendalikan diri kita, berarti kita sudah mampu memimpin diri kita sendiri. Selanjutnya, karena sudah mampu memimpin diri sendiri, barulah layak kita memimpin keluarga dan orang lain. Kemampuan memimpin diri sendiri menjadi modal kemampuan untuk menjadi pemimpin masyarakat. Kalau diri sendiri belum dapat dikendalikan/dipimpin, mustahil orang lain berhasil dipimpin. Ku rerak gere ilen mujalir, kune munyawahne ku lah ni ume.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wallillahilhamd
Untuk menjadi seorang pemimpin atau reje di Tanoh Gayo, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat tentu saja harus memiliki beberapa syarat atau kriteria.
Pertama, pemimpin harus memiliki kemampuan memahami segala bentuk watak (sipet) rakyatnya. “Reje musuket sipet”, artinya, reje harus tahu betul bentuk masyarakat, adat istiadat, dan resam yang kemudian membentuk kepribadian rakyatnya. Kemampuan ini harus dimiliki seorang reje agar semua keputusan yang diambil betul-betul telah mempertimbangkan kemaslahatan semua unsur yang ada dalam masyarakat yang ia pimpin. “Si kuen kiri, atas tuyuh, seringkel kampung turah ibetihie.” Dalam term ilmu pengetahuan modern, reje Gayo harus memiliki memahami sosiologis, antropologis, dan psikologis masyarakatnya. Tanpa kemampuan ini, ia akan menjadi pemimpin yang “asing” karena tidak memahami rakyatnyat. Reje yang tidak memiliki kemampuan seperti itu disebut dalam peri mestike, “awah ni reje gere berampis, ume karang sabe wan tiris”. Artinya, jika keputusan reje diambil tanpa pertimbangan matang (diibaratkan dengan awah ni reje gere berampis/tidak dirapikan), laksana sawah yang tidak dapat digenangi air alias tiris, sehingga yang dicapai adalah kegagalan.
Kedua, reje akale relem, ilmue dele, pikirne lues. Artinya reje harus memiliki ilmu pengetahuan yang mendalam dan luas. “Mendalam” bermakna mengetahui satu bidang sampai sedetil-detilnya, sedangkan “luas” bermakna mengetahui banyak bidang. Dengan kata lain, reje mustinya adalah orang-orang yang memiliki kapasitas keilmuan yang tinggi; bergelar sarjana mungkin bisa mewakili ini, tetapi tidak menentukan kapasitas tersebut. Banyak orang yang tidak menempuh pendidikan formal dan tidak memiliki gelar tertentu, tetapi memiliki pengetahuan luas karena banyak membaca, aktif dalam organisasi atau karena pengalaman hidup yang banyak. Jema pane gere musti sarjana, tapi sarjana mustie turah mujadi pane….
Ketiga, reje harus memiliki integritas moral yang tinggi. Atewe turah bersih, perangewe turah jeroh, lakue turah mampat, asal muasale turah jelas.
Dalam masyarakat Gayo, ini dinyatakan dalam pepatah “beret ni malu atan ruang, beret ni reje atas astana” (kehormatan perempuan diperoleh jika ia tetap dalam perlindungan keluarga [orang tua dan denganne] dan kehormatan raja tetap ada jika ia menjaga “kode-etik” hidup sebagai raja dalam istananya). Calon reje mustinya adalah orang yang sesuai antara perkataan dengan perbuatan. Nume calon reje ike nangka ipenangka, nangka ibaruli, kata ipekata, kata ilalui. Jangan memilih pemimpin yang menjadikan agama sebagai buah ejekan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan (al-Maidah: 57).
Pemimpin harus memiliki reputasi atau track record yang baik. Dalam bahasa Al-Quran: “menjadi buah tutur orang-orang” karena lakunya, bukan karena nasabnya; bukan karena urang. Setelah Nabi wafat, masyarakat Madinah sepakat memilih Abu Bakar sebagai khalifah, padahal dia asli Makkah (kelompok Muhajirin, bukan asli Madinah). Dia terpilih karena sifatnya yang bijaksana, adil, dan benar. Memilih pemimpin karena pertimbangan nasab, bukan prestasi, adalah gaya Jahiliah. Pepatah Arab menyatakan :
الإِعْتِباَرُ فِي الجاَهِلِيَّةِ باِلْإنْساَبِ وَ الإِعْتِباَرُ فِي الْإسْلاَمِ بِالأَعْماَلِ.
Penghargaan kepada seorang di zaman Jahiliah adalah atas dasar garis keturunan, sedangkan penghargaan kepada seorang dalam Islam didasarkan pada prestasinya.
Keempat, pemimpin haruslah orang yang bijaksana; menempatkan sesuatu pada tempatnya. Karena “reje musuket sipet, maka ia akan memilih imem muperlu sunet (memiliki pengetahuan agama yang luas), memilih tetue yang musidik sasat, sehingga rakyat genap mupakat.” Dengan kata lain, reje tidak dapat bekerja sendiri. Ia adalah manajer yang memimpin sekelompok kecil orang yang profesional dan bekerja bersama-sama untuk menjalankan pemerintahan. “Si teger kin penemah, si bijak kin perawah, si ogoh wani tetah.”
Pemimpin yang tidak arif dan bijaksana ditunjukkan oleh cara dia membagi tugas, misalnya
Si asam urat bubunne kin penemah
Si kelo kin perawah
Si ogoh isesemah
Si jujur ipesalah
Si cules gere sesanah
Pemimpin lagu noya pasti mukunah
Gere ilen maté nge muapah
Kelima, pemimpin adalah seorang yang berkarakter sebagai calon penghuni sorga. Bagi umat Islam persoalan kepemimpinan tidak semata-mata urusan duniawi, yang tidak ada sangkut pautnya dengan agama atau akhirat. Kita memilih pemimpin yang baik berarti kita berpahala, ketika memilih pemimpin yang tidak baik, berarti kita berdosa. Pemimpin berwajah sorga selalu berhati-hati memegang amanah, jujur, adil dan berwibawa. Pemimpin yang tidak jujur tidak amanah, jangankan masuk sorga, mencium baunya pun ia tidak bisa.
Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa bagi pemimpin seperti itu diharamkan masuk sorga:
مَا مِنْ وَالٍ يَلِي رَعِيَّةً مِنْ الْمُسْلِمِينَ فَيَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لَهُمْ إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ (رواه البخارى).
Seorang pemimpin yang memerintah rakyat kaum muslimin, kemudian ia dalam keadaan menipu rakyatnya, maka Allah mengharamkan sorga baginya (HR Bukhari).
Lebih kurang, karakter seorang pemimpin di Tanoh Gayo adalah sama dengan sifat-sifat Nabi Muhammad saw yaitu sidik, amanah, tabligh, dan fatanah.
Jika syarat-syarat tersebut terpenuhi maka berlakulah kalimat bijak “reje adil reje isemah, reje lalim reje ibantah” (pemimpin yang adil akan diikuti dan ditaati, sementara jika pemimpin zalim, maka rakyatnyalah yang akan melawan dan menurunkannya dari tahta).
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wallillahilhamd
Kaum muslimim rahimakumullah
Pilihlah pemimpin yang jujur, yang tidak curang, tidak menipu rakyat, tidak obral janji tanpa bukti, memihak kepentingan masyarakat banyak, tidak korup, mukemel, dan bersih. Pilihlah, “The right man, in the right place and in the right time” (orang yang tepat, untuk jabatan yang sesuai dan momen yang tepat pula).
Pemimpin yang terpilih merupakan gambaran tingkat akal dan karakter masyarakatnya. Pepatah Arab menyebutkan:
كَمَا تَكُوْنُوْنَ يُوَلِّى عَلَيْكُمْ.
Seperti apa karakter kalian, maka seperti itulah orang yang akan memimpin kalian. Kalau kalian adil dan amanah, maka pemimpin kalian akan adil dan amanah. Begitu juga jika kalian zalim dan tidak amanah, maka pemimpin kalian akan zalim dan tidak amanah.
Hadis Nabi bahkan mengancam dengan keras, bahwa jika suatu masyarakat sudah menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada orang yang bukan ahlinya atau yang tidak berhak untuk itu, maka sesungguhnya masyarakat itu telah memilih jalan untuk masuk ke ambang kehancuran.
إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَة
Jika suatu urusan sudah diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran (HR. Muslim).
Marilah hati nurani yang sudah kembali fitrah dan bersih ini kita jadikan untuk menentukan pilihan itu karena panduan nurani adalah cahaya illahi. Panduan itu akan kita dapati dalam saat dini hari, saat bersimpuh di hamparan sajadah. Mari bersihkan hati, mari singkirkan kepentingan-kepentingan pribadi. Pimpinlah diri sendiri dan masyarakat dengan tetap memegang amanah Allah. Iengon gelah sareh, ipanang gelah nyata. Ike ruwes kite engon ku ines, ike tungku kite engon ku pelu, ike mata kite engon ku tau, ike sisir kite engon ku awal, ike benyer kite engon ku jagong.
Pilihlah pemimpin yang bersifat sidik, amanah, tabligh, dan amanah, serta memiliki karakter seorang pemimpin Tanoh Gayo. Pilih si agih-agihe. Enti si tirtu naru, enti si tirtu rubu, karena ike tirtu naru murah muleno, ike tirtu rubu murah terngo.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wallillahilhamd
Kaum muslimim dan muslimat rahimakumullah
Mudah-mudahan puasa yang sudah kita lalui benar-benar menjadikan kita sebagai orang-orang muttaqin yang cirinya antara lain mampu mengendalikan atau memimpin diri sendiri sesuai Syariat Islam. Amin ya rabbal alamin.
اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والاموات, إنك سميع قريب مجيب الدعوات. رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ. رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ. رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَناَ دِيْنَناَ الَّتِى فِيْهاَ مَعاَشُناَ وَ أَصْلِحْ لَنَاَ آخِر تناَ الَّتِى إِلَيْهاَ مَعاَدُناَ.وَاجْعَلْ الحَيَاةَ زِياَدَةً لَناَ فىِ كُلِّ خَيْرٍ. وَاجْعَلْ المَوْتَ راَحَةً لَناَ مِنْ كُلِّ شَرٍّ. رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحاَنَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلى المُرْسَلِيْنَ .وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
–






