Ramadhan dan Mersah (4)

oleh
Mersah Al Jihad Asir-Asir 3 tahun silam. (LGco_Khalis)

Oleh. Drs. Jamhuri Ungel, MA

Jamhuri-UngelKonstruk Mersah yang terbuat dari kayu membuat anak-anak dan anak-anak muda bahkan orang tua menjadi betah untuk duduk berlama-lama dan tidur di Mersah pada bulan ramadhan, dan juga bila mereka pulang ke rumah pada malam hari tentu mereka tidak bisa bertadarus karena tadarus dalam masyarakat Gayo biasa dilakukan bersama secara bergilir dalam membaca al-Qur’an (cok ayat) dan bisa saling memperbaiki bacaan. Alasan lain yang bisa membuat mereka betah dan kuat berjaga pada malam hari karena pada siang harinya mereka tidak memaksakan diri untuk bekerja di kebun atau pekerjaan lain. Pekerjaan rutinitas sebagai petani sudah diselesaikan pada bulan-bulan sebelum bulan ramadhan dan kalaupun pergi kekebun pada bulan ramadhan tidak lagi mengerjakan pekerjaan berat dan waktu yang digunakan juga dipersingkat (tidak bekerja sampai sore hari).

Ada sebagian dari masyarakat yang telah menyelesaikan pekerjaan rutinitas sebagai petani, pada bulan ramadhan memilih kegiatan yang lebih ringan dan menghibur, seperti memancing di bendungan-bendungan atau mencari ikan di sungai-sungai di dekat kampong. Pekerjaan ini merupakan pekerjaan ringan dan tidak memberatkan mereka melakukannya dengan alasan melalaikan puasa dan waktu yang digunakan juga hanya setengah hari. Ikan yang didapat juga tidak banyak hanya sekedar untuk sekali atau dua kali makan, di samping membawa sedikit ikan mereka biasa membawa daun-daun yang bisa untuk di sayur dan buah-buahan yang bisa dimakan ketika berbuka puasa dan buah yang lebih dari yang dimakan biasa dibawa ke mersah untuk dimakan bersama setelah pelaksanaan shalat tarawih.

Konstruk mersah yang terbuat dari kayu mempunyai lantai yang tidak landau dengan tanah sangat nyaman untuk dijadikan tempat tidur pada bulan ramadhan, ditambah dengan selimut yang dibawa dari rumah dan dipakai sendiri-sendiri. Mereka yang tidur di mersah berkelompok sesuai dengan usia, anak-anak berjajar sesama anak-anak, yang remaja sesama remaja dan yang tua juga sesama mereka. Dengan adanya orang tua yang tidur di mersah yang mengawasi mereka maka semuanya merasa sangat nyaman walaupun jam tidur mereka sangat singkat, tidak jarang mereka yang tidur di mersah seharusnya membangunkan ibu-ibu untuk memasak di rumah tetapi sebaliknya ibu-ibu dari rumah karena mereka yang ketiduran (termis).

Tidak hanya lantai mersah yang terbuat dari kayu tetapi juga dinding, pintu, jendela dan juga plaponnya, hampir tidak ada bagian mersah yang terbuat dari batu (kecuali pengganjal tiang), batu bata ataupun kaca. Konstruk ini sangat sesuai dengan alam dan cuaca di Gayo yang terkenal dingin bahkan sangat dingin pada malam hari, tidak ada yang bisa menahan dinginnya malam kalau tidur tidak mengenakan selimut kendati konstruk mersah terbuat terbuat dari kayu. Lantai yang tersusun dari papan kayu tidak serta merta menghasilkan kehangatan karena angina bisa saja berhembus dari celah-celah lantai papan, untuk itu lantai dialasi dengan tikar tradisional masyarakat Gayo yang dianyam dengan tangan.

Dinginnya alam Gayo pada malam hari membuat masyarakat terbiasa memakai pakaian yang tebal (jaket) ditambah dengan kain sarung, inilah ciri khas pakaian masyarakat ketika shalat tarawih di mersah. Pakaian ini juga dipakai sehari-hari ketika tidak berada ditempat kerja, hanya perbedaannya pakaian ketika santai mereka memakai celana panjang dan menggulung kain sarung dan diletakkan di bahu. Sedangkan ibu-ibu dan kaum perempuan lainnya mengenakan mukena sebagai pakaian shalat di mersah atau juga ketika shalat di rumah, bagi mereka yang tidak mempunyai mukena mereka menutup kepala dengan mengikatkan kain panjang di bawah dagu. Ketika ibu-ibu di tempat kerja menjadikan kain panjang sebagai penutup kepala (kelubung) guna melingdungi kepala dari teriknya panas matahari dan ketika istirahat untuk shalat zhuhur dan ashar kain tersebut dijadikan untuk kain shalat.

Kendati sebagian dari mereka harus bekerja di siang hari dan sebagian lagi mencari pekerjaan yang ringan, namun pelaksanaan ibadah mereka tetap bahkan semakin meningkat menjelang akhir dari bulan ramadhan. Dalam melaksanakan ibadah puasa sangat serius hampir tidak kita temukan ada orang yang tidak puasa, di samping rasa keimanan yang mereka miliki membuat mereka tidak meninggalkan ibadah puasa juga rasa malu terhadap orang lain, kalau orang tua sangat malu tidak berpuasa kepada sesama mereka sebagai orang tua terlebih lagi kepada anak-anak yang menjadikan mereka sebagai panutan.

Anak-anak sangat takut kepada orang tua mereka kalau tidak berpuasa, karena bila mereka tidak berpuasa dan ketauan sama orang tua mereka, maka pada saat berbuka mereka tidak akan diberi bukaan dan dipisahkan tempat duduknya. Ini merupakan hukuman yang akan di dapat oleh seorang anak. []

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.