Bebek Sinjay, Kuliner yang Bikin Penasaran

oleh
Bebek Sinjay

Catatan perjalanan : Fathan Muhammad Taufiq

Sudah sering aku mendengar nama bebek Sinjay yang konon sangat terkenal bukan saja di daerah Bangkalan, Madura, tapi sudah kesohor ke semua kalangan “penggila” kuliner di seluruh pelosok negeri ini. Sudah sering pula aku menginjakkan kaki di pulau garam ini, tapi baru kali ini aku benar-benar ingin mengobati rasa penasaranku pada rumah makan spesifik yang menyediakan menu bebek goreng yang begitu terkenal itu.

Bebek Sinjay, halaman parkir
Bebek Sinjay, halaman parkir

SEBUAH kebetulan mungkin, putra pertamaku menyelesaikan sudy S-1 nya di Universitas Airlangga Surabaya, dan tanggal 19 Maret 2016 kemarin adalah saat wisuda baginya. Sebagai orang tua, aku bersama isteriku tentu serasa mendapat kehormatan untuk  menghadiri acara wisuda sarjana di salah satu perguruan tinggi terbaik di negeri ini. Setelah mempersiapkan segala sesuatunya, dengan penuh rasa syukur kepada Sang Maha Kuasa, kamipun memulai “perjalanan panjang” dari Aceh menuju Surabaya.

Menumpang bus “mewah” dari Takengon menuju Medan butuh waktu sekitar 10 jam perjalanan, berangkat jam 21.00 malam, kami “mendarat” di Medan pada jam 07.00 keesokan harinya, masih butuh perjalanan kurang lebih satu setengah jam lagi untuk sampai di Bandara Kuala Namu yang berada di Kabupaten Deli Serdang. Kebetulan kami sudah punya langganan mobil rental yang sudah kami kenal lebih dari sepuluh tahun, cukup nyaman kami melanjutkan perjalanan dari Medan ke Kuala Namu bersama pak Ilyas, supir rental langganan kami yang sudah berumur sekitar 65 tahun itu. Meski sudah cukup tua, tapi dia masih cukup lincah memegang stir mobil menyusuri macetnya jalanan di kota Medan.

Perjalanan kami berlanjut dengan pesawat Citilink menuju Surabaya, tapi harus transit dulu di Bandara “Legendaris” Halim Perdana Kusuma, bukan di Soekarno – Hatta Cengkareng. Lumayan juga, maskapai yang satu ini on time flight, sehingga jadwal yang tertera di tiket tidak meleset, berangkat dari medan jam 11.00, kami mendarat di Halim jam 13.25, beristirahat sejenak di kantin di depan Bandara Halim untuk makan siang, aku jadi teringat saat-saat keluarga kami “hijrah” dari Jawa ke Aceh lebih dari tiga puluh tahun yang lalu. Jam 15.00 kami sudah berada di ruang tunggu untuk melanjutkan perjalanan ke Surabaya, lima puluh menit kemudian, kami sudah berada di pesawat yang akan membawa kami ke Bandara Juanda. Alhamdulilah, perjalanan kali ini lancar tanpa kendala, kami mendarat di Juanda jam 17.00, setelah mengurus bagasi sekitar tiga puluh menit, kamipun melangkah meninggalkan bandara, adik sepupuku yang tinggal di Kamal, Madura ditemani putra sulung kami, sudah menunggu disana. Mengendarai mobil adik epupuku, kami tidak lagi singgah di Surabaya, tapi langsung ke Kamal melewati jembatan Suramadu, karena disana sudah disediakan tempat beristirahat yang cukup nyaman.

Masih ada waktu istirahat satu hari sebelum hari H wisuda putraku, aku mengajak isteriku untuk jalan-jalan keliling kota Surabaya, karena memang isteriku baru dua kali ini mengunjungi kota ini, beda dengan aku yang sudah sering menginjakkan kaki di kota yang dipimpin Bu Risma ini. Museum Kapal Selam dan beberapa mall jadi obyek “cuci mata” bersama isteriku, maklum namanya perempuan, tentu belum plong kalau belum diajak ke tempat shopping meski hanya sekedar melihat-lihat dan belanja seperlunya.

Bebek Sinjay 3Hari Sabtu, 19 Maret 2016 menjadi hari “bersejarah” bagi putra pertama kami, karena hari itu dia berhak menyandang gelar sarjana yang sudah dia “perjuangkan” selama empat tahun. Putra sulung kami berangkat duluan dengan taksi karena dia memang harus sudah ada di Auditorium Kampus C di Mulyorejo jam 06.30, sementara kami sebagai undangan menyusul satu jam berikutnya, masih dengan  mobil adik sepupuku yang setia menemani kami selama kami menjadi “tamu”nya. Prosesi wisuda bagi sekitar 900 sarjana, pasca sarjana dan doktor di “Green Campuss” itu berjalan lancar dan berakhir sekitar jam 12.00, dan seperti sudah jadi “budaya”, acara foto-foto bersama keluarga maupun teman-teman putra kami, menjadi acara seremonial yang tidak boleh dilewatkan. Puluhan fotografer berebut menawarkan jasanya untuk membuat foto canvas dengan berbagai background yang sudah disetting sedemikain rupa di sekitar gedung tempat wisuda, sementara kamera Hape, Iphone maupun Android juga tetap memegang peran. Hampir satu jam acara jeprat jepret, membuat perut kami mulai “protes”.

Aku segera mengajak adik sepupuku dan rombongan untuk mencari tempat makan yang nyaman, tanpa direncanakan sebelumnya, adik sepupuku mengusulkan untuk makan di Bebek Sinjay di Bangkalan, sekalian pulang ke rumah katanya. Aku yang memang sudah lama penasaran dengan menu kuliner berbasis bebek ini segera menyambut antusias. Keluar dari kawasan Mulyorejo, mobil yang kami tumpangi harus beringsut perlahan ditengah kemacetan kota Surabaya, kami baru bisa lepas dari kemacetan setelah memasuki simpang Kenjeran, mobil pun melaju tanpa hambatan menuju tol Suramadu. Sekitar 13 kilometer dari pintu keluar tol Suramadu arah Bangkalan, ada sebuah persimpangan, disana terpampang sebuah baliho besar bertuliskan “Selamat Datang Di Rumah Makan Spesial Bebek Sinjay”, kami berbelok ke kiri dan hanya sekitar 1 kilometer dari persimpangan itu kami tiba di rumah makan yang sangat terkenal itu. Meski sudah agak sore, tapi rumah makan itu masih terlihat ramai, tempat parkir didepan sudah penuh, akhirnya kami memarkirkan mobil di halaman belakang rumah makan yang ternyata lumayan luas.  Kami segera memilih meja yang masih kosong, karena memang perut ini sudah tidak bisa diajak “kompromi”.

Bebek Sinjay 2Keunikan pertama segera aku lihat, tidak ada pelayan yang menghampiri kami dengan membawa daftar menu dan nota pesanan, kalau kita menunggu sampai pelayan datang, sampai lebaran monyet pun itu tidak akan terjadi. Di rumah makan special ini berlaku pola swalayan (self service) dengan sistim prabayar, beda banget dengan rumah makan atau restoran lainnya. Pengunjung langsung menuju kasir untuk memsan dan membayar makanan yang dipesan, kemudian membawa nota pesanan ke resepsionis. Lagi-lagi pengunjung bakal kecele kalo berharap ada pelayan yang mengantar pesanan ke meja kita, pengunjung harus mengambil sendiri pesanan makanan di resepsionis dan membawa sendiri ke meja masing-masing. Dengan cara begitu, memang jadi sangat praktis, tidak butuh karyawan banyak dan pengunjungpun tidak perlu antri di kasir usai menyantap makanan, tapi bisa langsung meninggalkan meja begitu selesai makan.

Berbeda dengan rumah makan lainnya yang menyajikan aneka menu, di rumah makan Bebek Sinjay hanya ada “menu tunggal” yaitu nasi putih dengan lauk bebek goreng ditambah sambal “pencit”, yaitu sambal cabe rawit yang dibubuhi serutan mangga muda dan sedikit lalapan berupa irisan timun serta daun kemangi sebagai pelengkap, tidak ada menu lain selain itu. Yang membuat istimewa rumah makan ini, memang rasa bebek gorengnya yang benar-benar special, rasanya gurih, empuk dan renyah dengan sedikit rempah dan parutan lengkuas goreng yang menambah gurihnya bebek goreng ini.Sambel pencitnya juga lumayan “hot” tapi tidak menyengat, dengan perpaduan rasa pedas dan sedikit asam, dari rasanya, akau segera tau bahwa sambal ini terbuat dari cabe, bawang merah, bawang putih yang dicampur dengan serutan mangga muda, jangan khawatir akan sakit perut usai menyantap sambal ini, karena sambal ini sudah dikukus terlebih dahulu sebelum dihidangkan.  Nasi putih yang dihidangkan di rumah makan ini juga special, rasanya pulen dan baunya harum, sepertinya dari varietas beras lokal Madura yang sekelas dengan beras Rojolele di Jawa atau Kukubalam di Medan.

Yang juga membuat rumah makan ini selalu ramai dikunjungi oleh berbagai kalangan, salah satunya karena harga yang ditawarkan memang cukup “bersahabat”, seperti kami yang memesan 2 paket masing-masing dengan 4 porsi, kami cukup merogoh kocek 180 ribu rupiah saja, itupun sudah dapat “bonus” es teh atau the botol, artinya harga satu porsi yang sudah cukup membuat kenyang itu hanya Rp 22.500,- saja, harga yang lumayan murah untuk hidangan special itu. Itupun kata adik sepupuku sudah naik , karena sebelumnya harga per porsi hanya18 ribu rupiah saja.

Bebek Sinjay
Bebek Sinjay

Penasaran dengan ramainya pengunjung yang setiap hari mampir di rumah makan ini, aku coba “mengorek” sedikit informasi dari seorang pelayan ruah makan. Seorang pemuda yang mengaku bernama Rokhman atau akrab disapa Roy kebetulan mau sedikit meluangkan waktunya, dia mengungkapkan kalau rumah makan ini milik seorang pengusaha perempuan bernama Bu Musliha, Roy sendiri yang dudah bekerja lebih dari lima tahun tidak tau persis asal usul sang pemilik rumah makan, tapi setau dia Bu  Musliha asli orang Bangkalan. Menurut Roy, rumah makan ini setiap harinya menghabiskan tidak kurang dari 500 ekor bebek yang dipasok dari berbagai daerah di Madura maupun Jawa Timur, dari 500 ekor bebek muda tersebut dihasilkan sekitar 2.000 porsi bebek Sinjay dan setiap hari selalu habis. Meski demikian pemilik rumah makan tidak merubah jadwal buka tutup rumah makan ini, yaitu buka jam 7 pagi dan tutup jam 5 sore, itu yang membuat rumah makan ini menjadi istimewa dan “diburu” oleh para penggila kuliner atau mereka yang sekedar mengisi perut kosong dengan makanan yang agak special.

Kalau dilihat sepintas, penjelasan Roy sangat masuk akal, sekitar 150 kursi yang tersedia, nyaris tdak ada satupun yang kosong, itupun masih ditambah dengan pengunjung yang rela antri di luar untuk menunggu “giliran” masuk.

Ketika aku mencoba “menyelidik” asal mula nama Sinjay yang dipakai untuk “trade mark” rumah makan yang berlokasi di daerah persawahan ini, secara berseloroh Roy menjelaskan bahwa kata Sinjay didapat secara kebetulan, menurutnya kata Sinjay berasal dari bahasa “gaul” yang merupakan singkatan dari “Singgah dulu Jay”, karena konon salah seorang putra dari sang pemilik rumah makan punya nama panggilan Jay, enteh betul entah tidak, aku sendiri nggak sempat menelisiknya lebih lanjut, karena waktu kami sangat terbatas, lagipula Roy memang terlalu sibuk untuk melayani pertanyaan “konyol”ku, karena dia harus melayani pengunjung lainnya.Bebek Sinjay 1

Meski sekarang rumah makan Bebek Sinjay sudah membuka beberapa cabang di Jawa Timur seperti di Surabaya, Malang,dan Sidoarjo, tapi tetap saja rumah makan “original”nya yang berada di jalan Ketengan No. 45 Bangkalan ini tetap diburu para pengemarnya, bukan saja dari sekitar Bangkalan dan Surabaya tapi juga dari berbagai daerah di pulau Jawa seperti Yogyakarta, Semarang, Jakarta, Bandung bahkan dari luar Jawa, ini terlihat jelas dari plat mobil yang berderet di halaman parkir rumah makan itu serta logat bicara dari ratusan pengunjung yang kebetulan sedang bersantap bersama kami pada waktu yang sama.

Lokasi rumah makan Bebek Sinjay memang sangat strategis, terletak di lokasi yang nyaman dan lapang karena agak jauh dari pemukiman, tapi memliki akses mudah dan dekat dari jalan tol Suramadu. Nama Bebek Sinjay yang sudah terlanjur “populer”, juga membuat banyak orang penasaran untuk singgah di rumah makan ini. Ciri khas dengan mempertahankan menu tunggal bebek goreng dengan resep “khusus” ini, juga menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Tak heran jika setiap harinya hampir 2.000 pengunjung, singgah ditempat ini untuk menikmati sajian bebek goreng plus sambal pencit yang rasanya memang sulit dilupakan itu. Bahkan nama Kabupaten Bangkalan sendiri sekarang sudah identik dengan Bebek Sinjay yang mulai dirintis sejak sepuluh tahun yang lalu itu, sehingga ada pameo yang mengatakan “Jangan bilang pernah ke Bangkalan, kalo belum pernah singgah di Bebek Sinjay”, tentu sebuah pameo yang justru juga akan mengangkat nama Bangkalan dan lokasi-lokasi wisatanya disana. Jadi ada semacam “simbiosis mutualisma” antara pemilik rumah makan dengan pemerintah dan masyarakat Bangkalan.

Satu lagi yang membuat rumah makan ini istimewa, yaitu tidak ada warung-warung kecil di sekitarnya, selain itu para pengunjung juga tidak akan terganggu oleh kehadiran para pengamen, karena pemilik rumah makan memang tidak mengijinkan pengamen memasuki kawasn ini untuk menjaga kenyamanan pengunjung. Kalau ada “pihak ketiga” yang kemudian bisa “nebeng” mengambil keuntungan di tempat ini, hanyalah seorang penjual kelapa muda. Cak Tarman, nama penjual kelapa muda itu, bisa “numpang lapak” untuk menjajakan kelapa muda kepada pengunjung rumah makan, dia bisa meraup rejeki dari menjual kelapa muda di tempat itu. Menurut Cak Tarman, dia bisa menghabiskan lebih dari 300 butir kelapa muda setiap harinya dengan baderol 10 ribu rupiah per butirnya, dia cukup membayar “sewa lapak” dengan membayar sedikit “fee” yang tidak mau dia jelaskan berapa jumlahnya, tapi menurutnya tidak memberatkan, hanya satu syarat yang harus dia penuhi, yaitu dia tidak boleh menyisakan sampah sedikitpun dari usahanya menjual kelapa muda, pada saat rumah makan akan tutup.

Sebenarnya tidak ada yang luar biasa dari rumah makan Bebek sinjay, tapi nama yang sudah terlajur menyebar lewat berbagai media, membuat orang jadi penasaran untuk mengunjungi lokasi wisata kuliner yang satu  ini. Sungguh sebuah fenomena bisnis yang fantastis yang merupakan hasil olah rasa dan olah prospek seorang bisnis women yang punya orientasi bisnis luar biasa, beruntung aku sempat singgah di tempat ini dan berbagi pengalaman kepada pembaca.[]

*Warga Takengon

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.