Instrumen Pasar Lelang Komoditi (PLK) sangat dibutuhkan untuk Kopi Gayo dan rencananya akan diimplementasikan tahun 2016. Tak cukup itu, PLK tersebut akan bersinergi dengan Sistem Resi Gudang (SRG).

NAMA Kopi Gayo rasanya tak asing lagi di telinga. Kopi ini merupakan varietas kopi arabika dan menjadi salah satu komoditi unggulan di Aceh. Sentra produksinya berada didataran tinggi Gayo yang meliputi Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues.
Tercatat, total produksi Kopi Gayo mencapai sekitar 50.000 ton pertahun. Adapun jumlah lahan mencapai 102.000 Ha dengan jumlah petani sebanyak 102.566 orang. Untuk sistem perkebunannya di kelola oleh masyarakat setempat. Atau dapat dibilang seluruhnya merupakan kebun milik masyarakat.
Sekedar informasi, Kopi Gayo menjadi salah satu jenis kopi specialty kopi dengan pengolahan khusus yang berasal dari satu daerah dan memiliki cita rasa khas. Saat ini pun Kopi Gayo sudah mendapatkan sertifikasi Indikasi Geografis dan telah terdaftar di Uni Eropa. Tak heran, pasarnya sudah mendunia dan terus mendapatkan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga kopi dari daerah lain.
Tapi malangnya, dikalangan pelaku pasar kopi beredar kabar bahwa banyak pelaku nakal yang coba mencampur Kopi Gayo dengan kopi lainnya. Aksi pengoplosan itu tentu saja sangat merusak kualitas keaslian dari Kopi Gayo. Dampaknya bisa jadi akan mempengaruhi permintaan dari pasar domestik maupun luar negeri.
Menurut Yuli Edi Subagio, Kepala Bagian Pembinaan Pasar lelang dan SRG, Bappebti, salah satu solusi untuk mencegah dan menangkal (Cekal) pengoplosan tersebut yaitu dengan PLK. Dan kabar baiknya, penggodokan pelaksanaan PLK untuk Kopi Gayo dijadwalkan sudah rampung. “Jadi diharapkan PLK Kopi Gayo sudah dapat beroperasi tahun 2016,” bebernya.
Fasilitator
Latar belakang rencana pendirian PLK Kopi Gayo memang cukup menarik. Dari penuturan Yuli Edi Subagio, dikatakan, awalnya ada telepon dari teman di Aceh yang menginformasikan, bahwa adanya seorang pelaku usaha yang menginginkan kepastian untuk mendapatkan stok komoditas Kopi Gayo. Baik itu untuk kebutuhan ekspor atau pun stok untuk kebutuhan pada periode tertentu. “Dari komunikasi dan diskusi itulah muncul ide dibentuk PLK khususnya untuk penjualan Kopi Gayo sebagai coffee specialty arabica”, katanya.
“Kami menelusuri identitas pengusaha tersebut, ternyata ide tersebut muncul dari Ketua Koperasi Baitul Qiradh Baburrayan yang bernama Rizwan Husin,” ujarnya.
Dari pembicaraan via telepon dan kemudian bertatap muka, diperoleh kesan bahwa koperasi ini mewakili dunia usaha kopi di Aceh Tengah dan sekitarnya. Dan mereka memang serius ingin menjadi Penyelenggara PLK, sambungnya.
Lalu, agar tidak mengganggu bisnis koperasi sebagai pengumpul dan eksportir kopi, maka koperasi ini membentuk unit usaha tersendiri berbentuk Perusahaan Terbatas (PT). Proses pendirian terus dipantau Bappebti hingga terbentuk PT Meukat Komuditi Gayo (sesuai dengan Akta Pendirian disahkan 30 September 2014).
“Pihak PT Meukat Komuditi Gayo (MKG) telah menunjuk direksi untuk melakukan komunikasi intensif dengan Bappebti untuk proses persetujuan sebagai Penyelenggara Pasar Lelang,” terangnya.
Menurut Edi, keinginan PT MKG dalam penyelenggaraan pasar lelang berlandaskan bisnis murni- profit oriented. Yakni, sebagai pihak yang menghubungkan antara pemilik barang dan pembeli barang baik pelaku usaha lokal, nasional dan luar negeri.
Selanjutnya, untuk menjadi Penyelenggara PLK, PT MKG telah mengirim surat resmi dengan dokumendokumen pendukung ke UPTP II Bappebti termasuk dokumen Peraturan Tata Tertib (PTT).
Selain itu telah dibahas juga Peraturan Tata Tertib (PTT) PT MKG di ruang rapat Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Aceh. Pembahasan PTT tersebut berjalan lancar dan dapat diselesaikan dengan baik. Hanya saja, dalam diskusi muncul kebutuhan akan kepastian transaksi baik kepastian membayar dan kepastian menyetor barang sesuai kontrak.
“Sehingga untuk mengamankan kontrak lelang tersebut, dibutuhkan lembaga penjaminan dan penyelesaian transaksi. Kemudian rencana ini disampaikan kepada PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI). Tak perlu pikir panjang, KBI siap mendukung rencana tersebut baik untuk pasar lelang spot maupun forward,” tutur Yuli Edi.
Karena itu, Bappebti akhirnya menjadi sebagai fasilitator dan koordinator mempertemukan KBI dengan PT MKG untuk membahas penjaminan dan penyelesaian transaski lelang. “Secara umum pembahasan tersebut berjalan lancar. Kemudian dilanjutkan dengan cek fisik terhadap kekayaan dan harta yang dimiliki oleh PT MKG, termasuk pengecekan fisik 3 gudang untuk penerimaan dan penyerahan komoditi kopi yang akan di jual di pasar lelang.”
Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah juga sangat mendukung rencana PT MKG untuk menjadi Penyelenggara PLK. Diantara dukungan yang diberikan yaitu, dukungan APBD untuk kegiatan sosialisasi dan edukasi PLK, termasuk pengembangan pasar dan pelaku pasar. “Pemda Aceh Tengah juga mengusulkan pembangunan fisik untuk gedung pasar lelang yang lokasinya dekat dengan gudang SRG,” jelas Yuli Edi.
Solusi PT MKG optimis akan mampu menjadi Penyelenggara PLK Kopi Gayo. Pasalnya, menurut keterangan Direktur Utama, PT MKG, Indra Perwiryanto, kepada Buletin Bappebti, PT MKG dikelola secara profesional dan memiliki sumber daya manusia yang handal.
Untuk diketahui, pendirian PT MKG diinisiasi oleh dua grup usaha yang sudah cukup besar di bisnis kopi yaitu Koperasi Baitul Qiradh Baburrayan dan CV. Aridalta Mandiri.
“Dengan dukungan dua grup usaha ini dan dukungan pemerintah setempat kami sangat yakin pengelolaan pasar lelang ini akan berjalan dengan baik, dan akan berdampak pada terbentuknya sistem tata niaga kopi yang lebih baik dimasa yang akan datang,” tutur Indra.
Selama ini, lanjut Indra, tantangan yang masih dihadapi dalam sistem tata niaga kopi adalah sulitnya mengakses pasar secara langsung. Untuk itu salah satu upaya pembenahan yang perlu dilakukan, yaitu mendekatkan petani dan pelaku usaha dengan gerbang pemasaran. “Mata rantai suplay yang panjang merupakan tantangan yang masih dihadapi oleh petani kopi selama ini,” ungkapnya.
Melihat masalah tersebut, kata Indra, kehadiran PLK merupakan solusi strategis bagi petani kopi khususnya yang ada di daerah dataran tinggi Gayo dan Indonesia umumnya. “PT MKG sangat optimis pasar lelang akan menjadi solusi dari permasalahan yang selama ini masih dihadapi oleh petani dan pelaku usaha kopi,” ujarnya.
Dia juga mengungkapkan beberapa program PT MKG sebagai Penyelenggara Pasar Lelang Kopi Gayo. Diantaranya, mempersiapkan bahan kelengkapan administrasi dan instrumen lelang yang diperlukan, merekrut anggota untuk bergabung ke dalam sistem pasar lelang, mencari dan menemukan potensial buyer, serta mengumpulkan para produsen yang ingin barangnya di lelang.
“Dalam waktu dekat, lelang yang akan dilakukan adalah lelang spot,” tutur Indra. Selain itu, PT MKG dalam waktu dekat juga akan mengikuti sejumlah pelatihan dan mengirimkan para staf untuk belajar dan memperkuat pengetahuan tentang PLK.
Sedangkan untuk persiapan jangka panjang, dalam waktu tiga tahun ke depan, PT MKG juga akan mempersiapkan diri untuk memasuki sistem pelelangan future. “Dalam kurun waktu tersebut PT. Meukat akan terus berusaha meningkatkan performance dan melakukan evaluasi dan berinovasi,” kata Indra optimis.
Singkatnya, dengan kehadiran PLK Kopi Gayo di Aceh, PT MKG menargetkan terjadinya perubahan pada sistem pemasaran kopi didataran tinggi Gayo yang menguntungkan petani. Salah satunya adalah dengan memperpendek mata rantai pemasaran untuk mendapatkan harga jual yang lebih baik.
Sinergi SRG Penyelenggaraan PLK memiliki potensi yang sangat besar sebagai sarana pemasaran komoditas khususnya untuk komoditas agro, memperpendek mata rantai pemasaran, memberikan kepastian harga melalui pembentukan harga yang transparan, membangun dan memperluas jaringan usaha dan menjamin penyerahan komoditas.
Terlebih lagi apabila penyelenggaraan PLK dapat disinergikan dengan SRG. Sebagai informasi, di Takengon telah dibangun 2 gudang SRG (di Aceh Tengah dan Bener Meriah) dan telah mengimplementasikan SRG untuk Kopi Gayo, serta telah menerbitkan Resi Gudang dengan jumlah yang sangat signifikan.
“Untuk menjaga orisinal Kopi Gayo dan masyarakat mendapat harga kopi yang transparan dan berkeadilan, maka penjualan Resi Gudang Kopi Gayo akan di dorong melalui pasar lelang. Sehingga sinergisitas antara SRG dan PLK akan terjadi di daerah ini,” kata Yuli Edi Subagio.
Tak hanya itu, secara bertahap, apabila kelak SRG – PLK berjalan dan bersinergi dengan baik, maka Bappebti akan mencoba mengajak bursa berjangka dan pelaku perdagangan berjangka komoditi untuk melakukan pendekatan dengan para pelaku Kopi Gayo di Aceh. “Jadi, pelaku Kopi Gayo dapat menjual melalui bursa berjangka. Sehingga sinergisitas antara perdagangan berjangka, SRG dan PLK akan terwujud,” tuturnya.
Sementara itu, Indra Perwiryanto berpendapat, pengintegrasian SRG ke dalam pengelolaan PLK tentunya akan mempermudah dari segi efektifitas dan akan terjadi sentralisasi dari pengelolaan pasar lelang itu sendiri. “Kami juga mendorong para petani kopi dan pelaku usaha untuk memanfaatkan SRG sebelum barangnya siap untuk di lelang,” ujar Indra.
Selain dengan cara memanfaatkan SRG, PT MKG juga akan melaksanakan lelang kopi di gudang-gudang yang disepakati antara kedua belah pihak. Meski demikian, Indra mengungkapkan ada beberapa tantangan SRG yang masih di hadapi di Aceh. “Belum siapnya kelembagaan di daerah, seperti Pengelola Gudang dan Lembaga Penilaian Kesesuaian Mutu Barang,” tutup Indra Perwiryanto.[]
Sumber : Buletin Bappebti/Mjl/170/XVIII/2015/Edisi November (Kh)