Banda Aceh, Lintasgayo.co : Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA) menyatakan Setidaknya terdapat tiga pelanggaran utama yang telah terjadi dalam proses penerbitan serta pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) kepada PT. Mandum Payah Tamita (PT. MPT)
”Ketiga tindakan yang melanggar hukum tersebut berupa: penyalahgunaan kewenangan penerbitan Izin, pelanggaran tata cara dan persyaratan permohonan izin serta pelanggaran terhadap kriteria areal konsesi yang dapat diberikan IUPHHK-HT,” sebut Efendi Isma, juru bicara KPHA di Banda Aceh, Selasa (09/02/16)
Efendi menjelaskan, pelannggaran pertama berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, kewenangan pemberian Izin berada pada Menteri Kehutanan.Ketentuan yang termaktub pada pasal 42 yang menyatakan ”Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam atau izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman diberikan oleh Menteri berdasarkan rekomendasi bupati atau walikota dan gubernur”.
”Dengan merujuk pada ketentuan hukum tersebut, maka patut diduga telah terjadi tindak pidana korupsi, berupa penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh Gubernur NAD (Ir. H. Abdullah Puteh, M.Si), selaku pejabat gubernur Nanggroe Aceh Darussalam yang telah mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Nomor: 522/052/2003 tanggal 23 Desember 2003 tentang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman kepada PT. Mandum Payah Tamita,” sebut Efendi membeberkan.
Pelanggaran kedua menurut Efendi adalah, areal yang diberikan IUPHHK-HT kepada PT. MPT bertentangan dengan ketentuan Pasal 30 ayat (3) dari Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan yang menyatakan bahwa yang menyebutkan, Usaha pemanfaatan hasil hutan pada hutan tanaman,dilaksanakan pada lahan kosong, padang alang-alang dan atau semak belukar di hutan produksi.
Sementara fakta dan temuan lapangan yang telah dikumpulkan oleh KPHA menunjukkan bahwa potensi tegakan (kayu) di areal konsesi PT. MPT masih sangatlah banyak. Pelanggaran ketiga, terkait tata cara pemberian Izin
”Kita tidak menemukan bukti pelaksanaan pelelangan atas areal yang pada akhirnya diterbitkan IUPHHK-HT nya oleh Gubernur NAD kepada PT. Mandum Payah Tamita.”
Berdasarkan data-data dan hasil analisa terhadap data yang dilakukan, kata Efendi, maka sudah sepatutnya Gubernur Aceh melakukan pembatalan IUPHHK-HTyang telah diberikan kepada PT. Mandum Payah Tamita dan bukannya mensahkan RKU PT. Mandum Payah Tamita.(SP)





