
DR der Forst Ir Ricky Avenzora MSc.F.Trop mengirimkan artikel tentang “Menelisik Kemurnian Suara LSM Lingkungan di Indonesia” kepada Antara yang isinya mengungkap daftar Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan institusi bidang lingkungan yang mendapatkan dana asing. Berikut kutipan pengamat lingkungan dan pengajar Pascasarjana Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) tersebut.
Terkait masalah kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) dan pembentukan Badan Restorasi Gambut (BRG), barangkali perlu kita cermati dan memaknai informasi terkait dana-dana lingkungan (beserta program-programnya) yang terdapat di bawah lembaga Climate and Land Use Alliance (CLUA) yang berpusat di San Francisco, California, AS.
Dari penelusuran website http://www.climateandlandusealliance.org tanggal 7 dan 20 Januari 2016 menunjukkan bahwa untuk Indonesia Initiative Grand And Contract List sejak tahun 2010 sampai sekarang, terlihat jelas lebih dari 44 juta dolar AS hibah dana lingkungan telah dikucurkan kepada berbagai LSM lingkungan dan institusi lain di Indonesia.
Beberapa LSM Indonesia yang menjadi penerima dana lingkungan dari institusi tersebut, antara lain:
1. HuMa (575 ribu dolar AS)
2. Jerat (114 ribu dolar AS)
3. FPP (3.573,477 dolar AS)
4. AMAN (699,826 dolar AS)
5. JKPP (800 ribu dolar AS)
6. KKI WARSI (595,289 dolar AS)
7. Kemitraan (1.230,400 dolar AS)
8. Mongabay Org Corp (735 ribu dolar AS)
9. RAN (2.096,000 dolar AS)
10. Samdhana Inc. (3.922,429 dolar AS)
11. WetlandS Int. (249,962 dolar AS)
12. WWF (200,445 dolar AS)
13. WALHI (536,662 dolar AS).
Sedangkan lembaga lain di Indonesia yang terlihat sebagai penerima dana tersebut adalah
1. SEKALA (1.316,939 dolar AS)
2. CIFOR (415,000 dolar AS)
3. FFI (449,218 dolar AS)
4. ICRAF (497,196 dolar AS)
5. Stichting Oxfam Novib (700 ribu dolar AS).
Sementara Terbaca pula ada universitas yang menerima dana lingkungan dari institusi tersebut, yaitu;
1. Universitas Indonesia (22,756 dolar AS)
2. University of Maryland (82,943 dolar AS).
Sektor swasta penerima dana lingkungan dari CLUA, di antaranya adalah:
1. InterMatrix Communication (1.311,125 dolar AS),
2. Mckinsey&Co Singapore (1.500,000 dolar AS)
3. Maclennan Adams Ltd (78,200 dolar AS)
4. PT. Petala Unggul Gesang (309,786 dolar AS).
Pengecekan website pada tanggal 24 Januari 2016 menunjukkan bahwa data penting tentang keterlibatan PT Peta Unggul Gesang tersebut telah “dihilangkan” dari halaman website CLUA, namun jejaknya masih terekam dalam “google-search”
Jika ditelaah, setidaknya ada tiga tujuan terpenting yang diduga kuat menjadi dasar dalam pemberian dana-dana tersebut, yaitu memperlambat dan menghentikan pembangunan perkebunan sawit serta hutan tanaman industri di lahan gambut, merekonversi lahan perkebunan dan hutan tanaman industri di ekosistem gambut untuk menjadi hutan alam kembali, serta mempercepat terjadi “land reform” di Indonesia.
Untuk mencapai tiga tujuan itu, berbagai program menggambarkan bahwa mereka berusaha untuk mengumpulkan data-data kerusakan hutan serta konflik perambahan dan penyerobotan kawasan hutan dan areal
kerja perusahaan oleh oknum masyarakat, yang diduga kuat kemudian data ini mereka pelintir dan “blow up” menjadi isu “land reform” dan/atau “land tenure”, “menggelitik” terjadi konflik sosial antara masyarakat lokal dengan perusahaan melalui pencuatan isu “community right”.
Jika dikaitkan dengan berbagai “kejanggalan” aspek lingkungan dalam proyek infrastruktur Kabinet Kerja yang sedang dipermasalahkan banyak pihak dalam beberapa hari terakhir, kita semua juga menjadi bisa paham mengapa selama ini LSM lingkungan begitu mesra hubungannya dengan pemerintah, mengapa ada pejabat pemerintah yang meniru sikap LSM, sehingga mengapa LSM lingkungan diam seribu bahasa atas
kejanggalan aspek lingkungan proyek-proyek infrastruktur tersebut.
Di sisi lain, atas dinamika tersebut di atas tentunya kita semua juga tidak bisa menyalahkan jika ada anak negeri yang berpraduga bahwa berbagai kasus Karhutla selama ini, bisa saja adalah merupakan hasil kejahatan berjamaah para LSM hipokrit yang menjadi antek bangsa asing untuk menghancurkan tonggak-tonggak ekonomi bangsa, menjarah serta menjajah bangsa kita melalui isu lingkungan.
Tentunya sulit pula dihindari jika ada anak negeri yang berpikiran bahwa miliaran rupiah dana lingkungan yang mereka terima sejak 2010 tentunya sangat cukup untuk menciptakan “mafia api”, “mafia lahan”, serta mafia-mafia lainnya yang menjadi sumber bencana serta Karhutla selama ini, dengan puncak kerusuhan yang sudah mereka rencanakan sesuai dengan prediksi kedatangan bencana El Nino pada
2015.
Hingga di sini, maka perspektif dan kesimpulan dalam diskursus di atas tentu kembali kepada kita masing-masing. Murni atau hipokrit dan berbahayakah suara LSM lingkungan?
Sumber: antarariau.com