Diana Syahputri
“Berani melawan ketakutan”, ujar Guntur Mabrur dengan berapi-api ketika ditanya apa motto hidup yang menjadi penyemangatnya selama ini.
Motto penuh semangat yang menggebu-gebu itulah yang kemudian membuatnya menjadi salah satu ketua Organisasi Siswa Nurul Islam (OSNI) di bawah naungan pimpinan pondok pesantren Nurul Islam, Blang Rakal, Bener Meriah selama tahun ajaran 2014-2015 yang lalu.
Ditemui LintasGayo.co di pelataran masjid Rahmatullah dalam komplek pesantren Nurul Islam, dengan didampingi salah satu sahabatnya Reynaldi Hakim, santri yang akrab disapa Guntur tersebut saat ini sudah duduk di bangku kelas 3 Madrasah Aliyah. Dengan sikap tenang layaknya seorang pemimpin, ia menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang diajukan selama wawancara dengan runtut dan santai.
Lahir di Takengon pada 1 Juni 1998 sebagai anak pertama tidak lantas membuatnya menjadi anak yang manja dan selalu ingin dekat dengan kedua orangtuanya. Pilihannya untuk merantau setelah selesai mengikuti pendidikan di Taman Kanak-Kanak Mutiara dan Sekolah Dasar Negeri 1 Puja Mulia Mutiara ia memutuskan untuk mondok dan mengikuti pendidikan di yayasan pondok pesantren Nurul Islam selama hampir enam tahun lamanya tak lain karena sebuah niat yang sangat mulia. Ia sangat ingin membahagiakan kedua orang tuanya dan mendalami ilmu agama secara lebih baik lagi agar kelak berguna di dunia maupun di akhirat.
“Supaya nanti kalaupun orang tua saya meninggal dunia, setidaknya saya sudah tahu bagaimana cara mensholatkan mereka jika kemudian mereka sudah tidak ada,” katanya.
Selama menjabat sebagai ketua umum OSNI periode 2014-2015 lalu, Guntur memiliki banyak misi penting demi mengaktifkan seluruh bagian organisasi pada pondok pesantren Nurul Islam ini, terutama mengaktifkan organisasi pada bagian bahasa dan bagian keamanan dengan cara berkerja sama bersama pimpinan-pimpinan pesantren dan menjadikan santri berprestasi serta berakhlakul qarimah.
“Dan alhamdulillah seluruh misi tersebut terlaksanakan selama saya menjabat ditambah dengan suksesnya program jangka panjang seperti mengadakan event-event tahunan serta perlombaan-perlombaan antar santri dan juga terlaksanakannya program jabatan jangka pendek untuk mendisiplinkan seluruh santri Nurul Islam ini,” ucapnya.
Santri yang juga memiliki hobi di bidang ilmu bela diri dan sepak bola ini mengaku pada awal mondok di pesantren adalah hal yang paling menyiksa dan membutuhkan kesabaran yang ekstra luar biasa. “Hal ini dikarenakan sebelumnya kita sudah terbiasa di rumah, bangun tidur yang biasanya boleh lama-lama tapi disini jam setengah lima pagi sudah harus bangun, belum lagi harus mengikuti banyaknya peraturan, juga segala macam hukuman-hukuman dan pada intinya, dukanya itu lebih banyak dan lebih terasa ketika masih di bangku MTsN,” ungkapnya.
Lahir dari kalangan keluarga dengan perekonomian yang cukup dari sang ayah yang berkerja sebagai seorang wiraswastawan di bidang kopi dan ibu yang berkerja sebagai staf PDAM Bener Meriah, Guntur memiliki banyak harapan untuk pemerintah dalam upaya meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan
“Saya berharap semoga pemerintah dapat berkerja sama dengan seluruh staf-stafnya untuk kemudian lebih perhatian lagi ke bidang pendidikan, karena disana ada para generasi-generasi muda yang pastinya nenti akan menggantikan posisi para pemerintah saat ini,” katanya.
Selain itu, Guntur yang bersekolah di Taman Kanak-Kanak Mutiara, dan Sekolah Dasar Negeri 1 Puja Mulia, serta MTsN dan MAN di Nurul Islam ini juga memiliki harapan besar bagi pendidikan di Tanoh Gayo.
“Saya berharap semoga kita semua sebagai putra-putri Tanoh Gayo ini dapat membanggakan semua orang, khususnya kita orang Gayo. Kita harus terus berperan serta memajukan pendidikan agar dapat mengharumkan dan membawa nama Gayo supaya lebih dikenal dunia, banyak cara untuk mewujudkannya salah satunya yaitu melalui kesenian-kesenian dan komuditas utama kita yang mulai dikenal dunia luar seperti didong, saman, dan juga kopi. Saya juga berharap agar kita sebagai putra-putri Tanoh Gayo ini dapat menjaga dan menjauhkan diri dari perbuatan yang kotor dan tercela seperti khalwat, enti sumang,” harapnya.
Di akhir wawancara, santri yang saat ini tinggal di desa Lelabu, Bebesen ini kemudian ingin supaya kelak dengan adanya perhatian pemerintah yang lebih pada yayasan pondok pesantren tempat ia menuntut ilmu saat ini, pondok pesantren Nurul Islam lebih maju lagi agar dapat membanggakan khususnya bagi kabupaten Bener Meriah, Aceh dan seluruh Indonesia.[]