Batu Biru Dari Perempuan Penunggu Atu Belah. (Bag.1)

oleh

[Cerpen]
Fathan Muhammad Taufiq

Cerpen.-Batu-Biru-Dari-Perempuan-Penunggu-Atu-BelahPAGI itu bersama dua temanku Hendra dan Anton mendapat tugas dari kantor untuk melakukan survey di wilayah tengah Aceh, kali ini tujuan adalah kawasan hutan di wilayah Gayo Lues. Kami segera menyiapkan segala keperluan survey, tidak lupa juga menyiapkan bekal makanan dan minuman. Karena kemungkinan akan berada di kawasan hutan sampai beberapa hari ke depan.

Setelah semua persiapan beres dan sudah masuk ke bagasi belakang double cabin, Hendra segera menjalankan mobil ke tempat tujuan. Sengaja kami memilih jalur alternatif untuk mempersingkat jarak tempuh. Perjalanan kali ini dimulai dengan menyusuri pinggiran Danau Lut Tawar ke arah Kecamatan Bintang, pemandangan pagi di sekitar danau itu terlihat indah, nampak beberapa perahu nelayan berada di tengah-tengah danau. Dari kejauhan hijaunya pohon pinus di sekeliling danau juga menambah indahnya pemandangan pagi di Tanoh Gayo.

Sekitar dua puluh kilometer jalan di pinggiran danau itu telah kami lalui, kini kendaraan mulai memasuki jalanan lebar yang masih belum beraspal, jalan itu masih dalam pengerjaan. Di kanan kiri jalan jalan masih bertumpuk material dan beberapa pekerja terlihat sedang memasang balok cor parit drainase. Sekitar tiga puluh menit kami menyusuri jalan berbatu itu, sampailah di simpang Kampung Serule, kami mengambil jalan kanan yang sudah beraspal mulus, merasa makin nyaman berada di atas kendaraan. Sudah sering aku melewati jalan itu, sehingga sudah hafal nama-nama desa-desa kecil di sepanjang jalan itu.

Tiba di sebuah tikungan di kawasan hutan pinus, menjelang masuk ke Kampung  Penarun mendadak mobil yang kami tumpangi mogok, mesin mati tiba-tiba. Kami keluar dari mobil, Hendra dan Anton yang memang tau tentang mesin segera memeriksa kondisi mobil.  Hendra membuka kap mobil dan Anton mengeluarkan tool kit dari dalam mobil, sementara aku yang ngak tau urusan mesin memilih menyingkir ke pinggir jalan. Tak jauh dari tempat mobil kami mogok, aku melihat sebuah batu besar yang terbelah di tengahnya.

 “Mungkin ini yang sering diceritakan orang sebagai Batu Belah atau atau yang sering disebut teman-temanku sebagai Atu Belah”, pikirku.

Aku berjalan mendekati batu itu, tidak lupa aku menenteng tas kecilku yang berisi botol air mineral dan beberapa bungkus roti, termasuk sebungkus nasi.

Tiba di dekat batu itu, aku segera teringat tentang legenda Atu Belah yang pernah aku baca dari buku cerita dan juga pernah aku dengar dari cerita orang-orang tua di Gayo, tetapi ingatan itu tak membuat aku lantas percaya dengan semua cerita itu. Aku menganggap itu hanya legenda rakyat yang berkembang dari mulut ke mulut tanpa penah bisa dibuktikan kebenarannya.

Baru saja aku akan duduk di dekat batu itu, aku seperti mendengar tangisan seorang anak kecil, aku celingukkan kesana kemari mencari arah suara, tetapi aku nggak melihat siapa siapa. Karena penasaran, akupun berusaha mencari asal suara itu, kulangkahkan kakiku memasuki hutan pinus sambil memasang telingaku.

Suara tangis itu terasa semakin dekat, akupun berusaha mendekati arah suara itu lagi. Ternyata benar, di bawah sebuah pohon pinus besar yang umurnya mungkin sudah ratusan tahun, kulihat seorang perempuan muda menggendong anak perempuan kecil yang kutaksir umurnya sekitar dua tahun.

Perempuan itu terlihat pucat, di dada kanannya seperti ada bercak darah, aku mencoba mendekat, perempuan itu tidak beringsut dari tempatnya, begitu juga anak kecil yang ada di gendongannya yang masih terus menangis. Tangisnya begitu memilukan.

“Mungkin dia lapar”, pikirku sambil mengeluarkan air minum dan beberapa bungkus roti dan menyerahkannya kepada perempuan itu.

“Mungkin anak ibu lapar, coba berikan ini”, tawarku.

Perempuan itu menerima pemberianku tanpa berkata sepatah katapun lalu segera memberikan minum kepada anaknya. Usai meneguk air itu kulihat anak kecil itu mulai agak tenang, perempuan itu membuka plastik bungkus roti kemudian memberikannya kepada anak yang ada di gendongannya. Dia menyuapkan roti itu ke mulut anaknya, aku semakin merasa terenyuh melihat pemandangan itu, anak kecil itu begitu lahap memakan roti pemberianku. Sepertinya dia memang sangat kelaparan.

Hanya dalam sekejap roti-roti itu hanya tinggal bungkusnya saja. Tetapi anak itu masih kelihatan lapar, aku tidak tega melihatnya, kuambil nasi bungkus dari dalam tasku dan kembali kuserahkan kepada perempuan itu. Seperti pemebrianku yang pertama tadi, perempuan itu menerimanya tanpa berkata sepatahpun. Dia segera membuka bungkus nasi dan kembali menyuapi anaknya. Usai menghabiskan setengah bungkus nasi, anak kecil itu mulai terlihat menguap dan tidak lama kemudian tertidur di gendongan ibunya.

Aku yang dari tadi menyaksikan pemandangan memilukan itu seperti terpana dan tak mampu berkata-kata, aku mencoba menenangkan diri. Aku mulai berpikir siapa perempuan dan anak kecil itu? Dari mana asal mereka dan kenapa ada di tempat itu? Kuberanikan diri untuk bertanya.

“Maaf bu, dimana rumah ibu?”, tanyaku.

Perempuan itu tidak menjawab, ia hanya menunjuk kesatu arah. Aku memperhatikan arah telunjukkanya, aku agak terkejut arah yang ditunjuk adalah batu besar di pinggir jalan itu. Tetapi aku tidak begitu memikirkannya, mungkin di seberang batu sana ada sebuah perkampungan dimana perempuan itu tinggal.

Kuperhatikan kembali tubuh perempuan dengan seksama, wajahnya masih tetap pucat, bercak darah juga masih terlihat menempel di bagian dadanya, aku merasa iba melihatnya.

“Sepertinya ibu terluka, apa ibu mau ikut saya biar nanti di obati”, tawarku dengan pebuh perihatin.

Kembali perempuan itu menggelengkan kerpala, aku tidak bisa memaksa. Kembali kuperiksa isi tasku, masih ada beberapa bungkus roti, aku kembali menyerahkan roti itu.

“Makanlah ini bu, sepertinya ibu juga sangat lapar”, tawarku lagi sambil menyodorkan bungkusan.

Perempuan itu mengulurkan tangannya mengambil roti itu dari tanganku, dia pun mulai makan roti itu pelan-pelan, tidak selahap anaknya tadi. Tanpa terasa mataku mulai basah melihat pemandangan memilukan di hadapanku, seorang perempuan dalam keadaan lapar dan terluka dengan seorang anak bayinya yang juga lapar. [SY] Bersambung.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.