
Banda Aceh-LintasGayo.co : Untuk menjaga eksistensi budaya lokal sebagai warisan budaya dunia tak benda perlu satu buku detail tentang Saman yang diterbitkan oleh pemerintah Gayo Lues. Itulah yang diutarakan sekaligus harapan Iranda Novandi, Kepala Sekolah Jurnalisme Indonesia PWI Aceh pada acara seminar Saman di Aula FKIP Unsyiah Banda Aceh, Jum’at 18/12/2015.
Iranda dalam seminar Saman diundang sebagai pemateri mewakili kalangan Jurnalistik terkait simpang siur pemberitaan tari Saman pada media.
Setelah ditetapkan oleh UNESCO Saman sebagai warisan dunia tak benda 2011, banyak pemberitaan di media baik lokal maupun nasional masih salah menginformasikan kepada masyarakat terkait Saman yang ditetapkan sebagai warisan dunia tak benda.
Banyak media memberitakan saman masuk sebagai warisan tak benda menampilkan foto pemain saman perempuan yang berasal dari pesisir Aceh. Sementara yang ditetapkan oleh UNESCO adalah Saman Gayo Lues yang ditarikan oleh orang laki-laki.banyak
“Kita harus berfikir bagaimana bisa memberikan pencerahan terhadap Gayo, Aceh, Indonesia dan dunia internasional menjelaskan bahwa Saman warisan dunia tak benda berasal dari Gayo Lues. Untuk menyampaikan informasi ini dapat disampaikan melalui media lokal, nasional maupun internasional,” kata Iranda.
Yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan informasi ini, pinta Iranda adalah narasumber yang diwawancarai harus benar-benar orang mengerti tentang Saman kemudian wartawan atau penulis yang menyampaikan informasi harus mengerti dan menggali sedalam-dalamnya informasi tentang Saman.
“Dengan demikian informasi yang disampaikan melalui media tidak simpang siur di kalangan masyarakat,” ungkap wartawan senior asal Gayo ini.
Ditambahkan, yang perlu dilakukan ke depannya adalah mengawal Saman sebagai warisan dunia tak benda, “kita harus mengawal di tingkat lokal, nasional dan tingkat internasional,” tegas Iranda.
Saman sudah menjadi warisan dunia, semua orang berhak untuk menikmati dan mempelajari Saman ini.
“Yang tidak boleh merubah eksistensinya sebagai Saman Gayo Lues secara gerakan, nyanyian, pakaian kerawang maupun orang yang memainkan harus laki-laki. Untuk mengawal itu kita berharap kepada Pemerintah Gayo Lues untuk menerbitkan buku panduan tentang Saman secara detail dan dapat digunakan di dunia pendidikan, kesenian maupun sumber ilmu lainya,” tandas Iranda. (WinAnsar | Kh)