
WACANA membelah Aceh menjadi dua provinsi terus bergulir. Saat ini setidaknya ada dua wacana yakni, Provinsi Aceh Barat Selatan (ABAS) dan Aceh Leuser Antara. Bekas Gubernur Aceh Abdullah Puteh memberikan tanggapannya terkait wacana tersebut dan pengamatannya tentang kondisi masyarakat Aceh jelang peringatan HUT Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 4 Desember mendatang. Berikut petikannya;
Bagaimana Anda menanggapi wacana pemekaran Provinsi Aceh?
Ya itu merupakan sebuah aspirasi, kalau aspirasi masyarakat kan memang harus disampaikan dan harus didengar. Di era reformasi saya kira tidak ada masalah dengan aspirasi itu, asal jangan aspirasi Aceh merdeka itu nggak boleh. Cuma di Aceh ini kan sekarang ada Undang-Undang Pemerintahan Aceh hasil perjanjian Helsinki yang menyatakan bahwa Aceh itu adalah berbatasan dengan dengan Sumatera Utara, dan wilayah Aceh itu kabupatennya ini, ini, dan ini.
Jadi menurut Anda sulit untuk merealisasi pemekaran wilayah Aceh?
Ya kan faktanya dihadapkan dengan undang-undang itu. Persoalannya sejauh mana undang-undang itu bisa diubah, tentu kan membutuhkan perjuangan. Nah ketika ada perjuangan tentu harus ada kesepakatan dengan stakeholder di Aceh yang jumlahnya banyak sekali. Ada tokoh masyarakat, tokoh adat, DPRD, ada lagi partai lokal yang menjadi hasil dari kesepakatan Helsinki. Jadi ini prosesnya berkala.
Apakah Anda melihat wacana ini sarat dengan kepentingan?
Kalau saya positif saja, memang masyarakat ingin kesejahteraan. Karena kan kasat mata saja kita lihat hari ini Indonesia sudah 70 tahun merdeka, tapi kenyataannya rakyat di pedalaman belum juga sejahtera. Kalau kita nggak peduli dengan rakyat miskin kan jadinya macam-macam. Tapi kalau orang sudah sejahtera, dia sudah bisa ibadah, anaknya sudah sekolah, keluarganya bisa umrah, okelah nggak akan ada lagi macam-macam.
Tapi apakah jalan untuk membuat masyarakat Aceh sejahtera hanya pemekaran. Toh buktinya banyak daerah yang sudah dimekarkan malah makin miskin?
Kalau menurut saya kesejahteraan itu letaknya tidak pada pemekaran, tapi pada kualitas pemimpinnya alias leadership. Kita lihat saja Aceh dulu pada abad ke 17 sewaktu dipimpin Sultan Iskandar Muda itu kan negeri paling maju di Sumatera. Jadi permasalahan kesejahteran itu letaknya pada kepemimpinan. Indonesia pun begitu kan berbeda ketika Indonesia dipimpin era Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, sampai Jokowi. Banyak orang mengatakan, bahwa zaman Soeharto paling bagus, kesejahteraannya. Nah itu kenapa? Kan karena kepemimpinan leadershipnya, jadi bukan karena pemekaran. Karena leadership itu ada strategi kepemimpinan, artinya ada visi misi target yang diharapkan agar rakyat sejahtera.
Menurut pandangan Anda apakah Aceh saat ini sudah beranjak sejahtera?
Upaya ke situ sudah ada tapi belum banyak yang ke lapangan. Artinya masyarakat belum begitu merasakan (dampak pembangunan) jadi tidak signifikan. Mestinya Aceh harus melakukan lompatan, karena terlambat. Kalau daerah lain lompatnya dua meter, Aceh harus 6 meter.
Jelang peringatan HUT Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 4 Desember nanti, apakah Anda masih melihat ada benih-benih gerakan separtis untuk merdeka?
Saya kira nggak ada, semua sudah visinya sama bagaimana mensejahterakan Aceh, nggak ada lagi. Yang jelas sekarang masyarakat Aceh sudah tidak mau lagi (berupaya untuk memisahkan diri dari NKRI), sudah capek begitu-begitu tapi tetap enggak sejahtera juga. Yang penting sekarang berfikir positif bagaimana melakukan sesuatu agar kesejahteraan itu segera hadir. ***
Sumber: RMOL