Cerpen Oleh : Abdi Yasni Kendawi

Dalam sebuah lembah hijau yang gersang, terlihat seorang lelaki duduk dengan wajah kagum memandangi sebuah bongkahan bukit yang begitu indah baginya. Perlahan lelaki itu berjalan menyusuri lembah menuju bukit itu, sesampainya di kaki bukit itu melihat sebuah kenyataan yang bertolak belakang dengan apa yang dilihatnya dari kejauhan. Lelaki itu melihat bongkahan bukit itu sedang ditelanjangi oleh tangan-tangan jahil pria perkasa. Dengan perasaan yang lelah lelaki itu berjalan memutar arah sambil bergumam dalam hati.
“Kenapa para pria perkasa itu melakukan hal bodoh seperti itu?”.
Dalam perjalanannya kembali menuju lembah hijau yang gersang itu ia bertemu seorang gadis mungil yang berlari mengejar bayangan menangkap angin, lelaki itu menyusuri langkah sang gadis yang tampak riang, tak lama kemudian langkah lelaki itu terhenti di depan gerbang sebuah gubuk yang mewah dan melihat kaget kearah sang gadis yang telah menantinya sembari bertanya.
“Apa yang membawamu kemari?”
“Kenapa kau mengikutiku?”
Lelaki itu menjawab pertanyaan sang gadis dengan kembali bertanyaan.
“Apa kamu merasa bahagia di alam yang indah ini?”
“Ya aku bahagia“, jawab sang gadis singkat.
Lalu gadis itu menegaskan pertanyaannya kembali.
“Apa yang membawamu kemari?”
“Kenapa kau mengikuti ku?”
“Aku melihat kau berlari riang, sedangkan didekatmu ada sekumpulan pria perkasa yang dengan ganasnya menelanjangi bongkahan bukit itu”.
Kemudian sang gadis itu meneteskan air mata sambil berkata.
“Aku sudah lelah, karna esok hari akan tetap seperti ini”
“Apa yang akan tetap sperti ini? Apa yang membuat mu lelah?”, tanya lelaki itu.
“Pria-pria itu selalu berjanji untuk memberikan kebahagiaan, tetapi mereka kemudian lupa akan janjinya dengan berjuta alibi yang mereka miliki, bukti dari janji-janji mereka hanyalah debu-debu berair mata singgah di beranda, dan aku hanya mampu berlari dengan tersenyum kusam pada alam yang membesarkanku”
“Aku lelah berpura-pura, bersandiwara dengan kemunafikan ku sendiri, karna esok hari akan tetap menyisakan perih”, jawab sang gadis.
Ketika langit jingga memanggil, saat matahari mulai bersembunyi dan bulan menunjukkan sinarnya yang menghentikan kejahilan tangan-tangan pria perkasa itu, lelaki itupun pamit dengan perasaan dan pikiran yang menimbulkan ribuan tanya dalam otaknya. Sembari berjalan menuju lembahnya ia membalikkan tubuhnya dan memandangi kembali bongkahan bukit yang telah ditelanjangi oleh tangan-tangan jahil pria perkasa tadi.
Lelaki itu bergumam dalam hati.
“Aku banyak melihat orang-orang berdiskusi tentang alam, tentang kemanusiaan, bahkan tentang Tuhan”.
“Sampai aku bosan mendengar omonganku sendiri, muak menipu diriku sendiri dengan cara berpura-pura mengerti apa yang aku tidak tahu, hanya karna aku takut di anggap bodoh”.
Lalu lelaki itu kembali meneruskan langkahnya menuju lembah hijau yang gersang dengan penuh kepalsuan di sekitarnya. Lelaki itu menemukan sebuah jawaban dalam benaknya, bahwa
“Tuhan tida kakan menciptakan satu bumi lagi untuk manusia, karna Tuhan tahu bahwa manusia hanya akan menghilangkan keindahaan karya-NYA”.[SY]