Saat HMI Berdiskusi Bersama Tokoh Gayo Yusra Habib Abdul Gani

oleh

Catatan Feri Yanto*

Diskusi Bersama Tokoh Gayo Yusra HabibHimpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Takengon melakukan diskusi dengan tokoh Gayo yang berada di luar negri, Yusra Habib Abdul Gani, pada hari senin (21/9/2015) di Bayakmi Coffee.

Pertemuan dan diskusi ini dilaksanakan sekaligus sebagai silaturrahhmi dengan pak Yusra Habib Abdul Gani, dimana tokoh masyarakat Gayo yang berkewarganegaraan Denmark. Dia tengah berada di Takengon, kesempatan inilah yang kami manfaatkan untuk dapat bersilaturrahmi dan berdiskusi, sebelum pertemuan ini pada malam Minggu (19/9/2015), juga bertemu pada acara diskusi publik “The Killing field Gayo 1904” dimana beliau menjadi salah seorang pebicara.

Dalam kesempatan inilah saya sempat sedikit berbincang dan meminta waktu beliau untuk dapat bertemu dengan pengurus HMI Cabang Takengon, walau hanya sekedar berdiskusi. Kebetulan beliau juga menyatakan siap dan minta diatur waktunya dan juga tema yang didiskusikan.

Senin malam saya datang kekediaman beliau di pinggiran Danau Lut Tawar, Kampung Kenawat Lut Kecamatan Lut Tawar, Aceh Tengah. Pak Yusra lagi dirundung musibah, ibundanya meninggal dunia beberapa waktu lalu. Saya mendapati beliau sedang makan malam, disini saya terkesan dengan keadaannya yang saya lihat begitu sederhana, kemudian setelah selesai makan kami sedikit bercerita tentang diskusi yang akan dilaksanakan, dan beliau mengkritik surat saya.

“Kite urum-urum urang Gayo harus e suret e juga bebahasa Gayo, tesabi diri te we sana si basa Indonesia i, kecuali suret e ku jema i deret oya beda, ini ke sebenare salah satu upaya te mujege Gayo ni, mulei ari bahasa,” kata pak Yusra Habib Abdul Gani.

Usai bincang-bincang mengenai diskusi yang akan dilaksanakan beliau minta untuk besoknya di jemput dan menekankan agar tepat waktu sesuai dengan waktu yang ditentukan, karena baginya salah satu yang harus dijaga adalah kedisiplinan. Kedisiplinan harus dibudayakan terutama melalui kalian (kami) selaku generasi muda.

Sayapun langsung memberitahu  pengurus HMI lainnya agar dapat hadir pada besok harinya dan menekankan untuk tepat waktu, karena saya juga berfikir demikian untuk orang Eropa tepat waktu adalah sopan santun, sayapun memberitahukan waktu kepada pengurus HMI satu jam lebih cepat dari waktu kegiatan yang ditetapkan dengan harapan agar semua hadir tidak ada yang terlambat.

Pagi hari satu jam sebelum acara saya menjemput pak Yusra ke Kenawat dengan menggunakan sepeda motor, sampai di kenawat saya melihat pak Yusra sudah menunggu di depan rumah, kemudian kami langsung berjalan menuju Kebayakan, tempat diskusi yang sudah kami siapkan, kami tiba pukul 10.15 WIB, artinya kami terlambat 15 menit, ini disebabkan ada perbaikan jalan di bale menyebabkan jalan macet.

Acarapun dimulai, saya membuka acara diskusi memperkenalkan sekilas tentang pak Yusra, selebihnya saya minta pak Yusra untuk memperkenalkan dirinya kepada pengurus HMI Cabang Takengon sebelum melanjutkan diskusi.

Yusra Habib Abdul Gani
Yusra Habib Abdul Gani

“Aku secara administrasi memang nume urang Aceh Tengah, dan Indonesia. Tapi aku tetap urang Gayo den dor berfikir masalah Gayo ni,” kata pak Yusra mengawali pembicaraan. “Kurasa gere perlu neh ku ceriten, kurasa bewene jemani betehe aku aktivis GAM,” lanjutnya.

Menyangkut tema diskusi “Peran Generasi Muda Dalam menjaga harkat dan martabat Masyarakat Gayo” Pak Yusra Habib mengatakan generasi muda merupakan ahli waris dari Gayo itu sendiri, baik Bahasa, Adat Istiadat, maupun Seni dan Budaya Gayo, “Kam-kamni le ahli waris ni Gayoni, cumen nge ke betihkam selaku ahli waris simunerala i Gayoni kase sana keta Gayoni,” kata pak Yusra.

“I Gayo nge ara konstitusi pemerintahan Gayo sejak Tahun 1225 Masehi tepat e Tahun 601 Hijriyah, Gayo lebih awal dari prancis yang mengenal konstitusi negara baru pada tahun 1778 Masehi, Begitulah majunya peradaban Gayo dimasa lalu, diGayo namanya Sarak Opat, yang terdiri dari Reje, Imem, Petue, dan Rakyat Genap Mufakat,” jelas Yusra Habib.

Semua ini mempunyai masing-masing peran dan fungsi sebagai lembaga negara atau pemerintahan, begitulah majunya masyarakat Gayo dalam berfikir, harusnya hal-hal seperti inilah dipertahankan di Gayo, jangan kita hanya bisa menerima budaya luar tapi tidak bisa menunjukkan budaya kita kepada orang luar, bagaimana kemajuan tekhnology saat ini harus bisa di manfaatkan untuk memperkenalkan kehebatan masyarakat Gayo, bagaimana India memperkenalkan budayanya, lalu kenapa Gayo tidak, Sehingga orang Gayopun meniru India. “Urang Gayo gere betehe artini cerite film India wa nguk mongot”  Kata nya di ikuti tawa peserta diskusi, “ Ike Budaya ni jema nguk Kite terime, mukune kati Budaya te gere terjuel kite?,” tanya Pak Yusra.

“Urang Gayo disne we sebenare urum Kule Kuring Letong, Jadi ike kite kule enti penah pakek baju ni kaming,” katanya, yang artinya Orang Gayo sama seperti Harimau, jadi jangan sesekali memakai pakaian kambing. Pertahankan semua apa yang ada di Gayo, banyak filosopis Gayo yang sangat bermakna, yang harus di gali dan di fahami generasi muda.

Diskusipun berjalan dengan hidmat berbagai pertanyaan muncul dari peserta, yang kemudian di diskusikan bersama, sebagai generasi muda hal yang harus dilakukan lebih penting adalah diskusi atau muzakharah, sebagai generasi muda hang masih dalam pendidikan yang di utamakan adalah mencari sebanyak-banyaknya ilmu pengetahuan melalui diskusi-diskusi seperti ini kata pak Yusra Habib, karena belum masuk kedalam ranah pengambilan kebijakan, maka muzakharah adalah hal yang paling penting bagi generasi muda, caranya undang orang-orang berkompeten untuk menjadi pembicara agar wawasan bertambah, pesan Pak Yusra, karena Pak Yusra juga semasa muda lebih banyak mendapatkan ilmu melalui diskusi seperti ini dibandingkan dengan di bangku kuliah.

Diskusi berlanjut hingga siang dan adzan berkumandang, diskusi di berhenti sejenak, kemudian shalat dan makan bersama dengan menu seadanya ala HMI. Usai makan siang diskusi lanjut kembali, Untuk menjaga harkat dan martabat urang Gayo, harus menjaga standar berfikir, kembali melihat bagaimana muyang datu ni urang Gayo, yang jauh lebih maju bahkan dengan Prancis, oleh karenanya standar berfikir kita harus lebih tinggi, generasi muda harus lebih giat dan terus berusaha untuk menjadi generasi yang lebih baik, dan dalam urang Gayo tidak ada yang sia-sia sebagaimana falsapah urang Gayo, “Ike konot ken penikot, ike naru ken penegu,” begitulah urang Gayo dalam memanfaatkan sumber daya yang ada semua tidak ada yang sia-sia.

“Ike jema mukelo, oya i bun kin intelijen,” Orang bisu di jadikan sebagai intelijen, sehingga tidak ada rahasia yang bocor karena memang tidak bisa bicara, begitulah strategi urang Gayo dalam memanfaatkan segala sumber daya yang ada, tidak ada yang tidak berguna dalam urang Gayo.

Jadi kita saat ini adalah pertama sebagai pewaris, kedue sebagai wali, ketige sebagai pengkaji Gayo, dan kite sebagai pemodifikasi Gayo, peran inilah yang harus kita kita ambil, dan harus kita laksanakan, tentu dasarnya adalah harus dengan mencari ilmu sebanyak-banyaknya agar kita tidak hanyut dalam pergeseran- nilai yang masuk ke daerah kita.

Demikian diskusi ini berlangsung, waktupun semakin mendekati waktu shalat Ashar, dan forum diskusipun di tutup, saya pribadi belum merasa cukup puas dengan diskusi ini berharap akan ada pertemuan-pertemuan selanjutnya, dambil menutup acara saya meminta kembali kepada pak Yusra Habib Abdul Gani, bila pulang ke Gayo agar menyisihkan waktunya sedikit untuk generasi muda.

* Aktivis HMI Cabang Takengon

 

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.