Oleh : Fitri Ipak Eres*
PAGI YANG CERAH, matahari bersinar terang burung-burung bernyanyi dan bungapun tersenyum indah menyambut sinar mantari. Tak lupa pamit kepada ayah dan bunda untuk berangkat ke sekolah.
Namanya Farhuna Hayatul Fitry, ia gadis cantik dengan gigi ber-behel, berbulu mata lentik, putih dan juga berambut panjang. Una sapaannya, setiap hari pergi sekolah dengan berjalan kaki, ia tak pernah mengeluh dan selalu senang ketika hendak berjalan ke sekolah dan riang gembira menyambut sinar mentari.
“huh, aku terlambat lagi”, ujar Una.
“he Una ! kamu selalu saja terlambat, sebagai hukuman kamu harus mengutip sampah di seluruh halaman sekolah”, kata ibu Dian dengan lantangnya.
“ngg, tap tap tapi saya kan sudah berusaha cepat bu”, Una berusaha menjawab.
“heh, kamu kira ini sekolah apa? Tidak bisa mengikuti peraturan sekolah, jangan sekolah disini kamu”
“maaf-maaf ya bu”, Una dengan menundukan wajahnya.
Jam pun terus berjalan, kini Una telah selesai mempertanggungjawabkan kesalahannya. Sungguh sangat sayang nasibnya ! dan ia pun masuk kelas.
“Assalamualaikum”, suara Una dari depan kelas.
“Wa’alaikumsallam, masuk”, kata bu Rakinem.
Hahahahhha, mampus terlmbat !! makanya jangan lama datang”, kata teman-teman sekelas yang menertawakannya.
Jam pelajaran di ikuti Una dengan senang hati walaupun ia telah ketinggalan dan belum mengerti betul.
Teng Teng Teng !!!
Lonceng pun berbunyi tandanya istirahat. Tiba-tiba datang Juki, Febry dan Deni membully Una lagi, kali ini mereka memberi panggilan baru untuk Una yaitu, “Farhuna Hayatul Gutul”. Una hanya bisa berdiam saja.
“Hei ! gimana kalo kita memanggil dia itu Ecek saja, da kan pendek”, kata Juki dengan lantangnya. Una hanya bisa terdiam membisu seribu bahasa dengan mata yang berkaca-kaca.
“ecek, ecek hahahahahah”, ledekan Juki.
“woy ecek, ecek woy !! “, suara Deni yang seolah memanggil.
Alu datang Febry mengejar Una, dan Una pun lari dengan cepatnya, entah mengapa Una selalu di bully padahal dia tidak ada salah dengan mereka, bahkan tidak pernah mengganggu.
Sangat malang nasib Una. Waktu pulang sekolah pun tiba, panasnya matahari membuat Una semakin lesu. Ia berjalan kerumahnya.
Ketka sampai dirumah……
“Suprais”, ayah Una yang berteriak memberikan kereta baru buat Una.
“Terimakasih, hore kini aku punya kereta baru”
“nah Una, rajin belajar ya, kereta ini bisa kamu pakai untuk ke sekolah, supaya kamu tidak terlambat lagi”
“iya, terimakasih ayah bundaku, aku cinta kalian”, Una yang sambil meneteskan air mata.
Keesokan harinya seperti biasa, berangkat sekolah dan tersenyum menyambut indahnya mentari, tetapi kali ini Una tidak jalan kaki lagi karena sudah memiliki kereta baru. Dengan penuh semangat kali ini Una tidak terlambat lagi. Sesampainya di sekolah, ternyata Juki, Febry Dan Deni sudah menunggu di depan kelas.
“Hei Ecek, oh rupanya kau punya kereta baru ya!”, kata Juki
“Hey Ecek, kau tak dengar ya ! dasar tuli”, Juki marah
“Ecek Ecek” datang Eki yang tiba-tiba ikut-ikutan
Una hanya diam dan masuk kelas, lama menunggu, guru pun tak kunjung nampak batang hidungnya. Tiba-tiba Juki Ferby dan Deni menarik tangan Una dan menyeretnya keluar kelas, Eki pun ikut membawa tasnya keluar, ternyata Una dibawa kekamar mandi, dikamar mandi Una di bully lagi, tasnya di sobek dan di jatuhkan Eki lalu di injak-injak, sementara Una yang tangannya di pegang hanya bisa melihat dan menatapi tas itu.
Lalu Una dibawa ke luar, anak sekolahan udah pada pulang semua, tetapi tidak habis juga kerja Juki, Febri, Eki dan Deni. Mereka mengangkat Una dan memasukan ke dalam tong sampah.
“Hahaha, mapus kau Una, sekarang kami sudah puas”
“Ka ka kalian jahat sekali padaku”, suara Una yang terbata-bata dengan nangis yang tersedu-sedu.
“Dadah Ecek, kami pulang ya”, dengan tertawa mereka.
Sungguh kasian sekali Una, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Una berusaha bangkit dengan sekuat tenaga, tangisnya tak terbendung oleh apapun.
Lama kasus ini tidak terungkap, itu semua karena kepasrahan Una.
Seminggu kemudian tiba-tiba Una di panggil ke Bimpen, Una sangat gelisah karena ada orang tua Eki, Juki, Febry dan Deni.
“Una? Apa yang telah mereka lakukan padamu?”, kata bu Dewi guru Bimpen
“Tidak ada bu”
“Ayo, jujur Una”
Lalu bu Dewi menunjukan rekaman itu, layar cctv ternyata aktif, kejahatan mereka terungkap, dan mereka di keluarkan dari sekolah.[SY]
Fitri Ipak Eres, lahir di Takengon 31 Januari 1998 saat ini tercatat sebagai siswa di SMAN 1 Takengon. Tinggal di Pasar pagi lama.