Kehidupan Masyarakat Pining Pasca Banjir Bandang Tahun 2006

oleh
Lembah Pining Gayo Lues

Catatan Ismail Baihaqi*

Lembah Pining Gayo Lues
Lembah Pining Gayo Lues

Kecamatan Pining merupakan salah satu wilayah yang masuk ke dalam daerah administratif Kabupaten Gayo Lues. Kecamatan Pining terdiri dari sembilan kampung dengan jarak tempuh 45 KM dari Kota Blangkejeren dan 42 KM ke arah Pemukiman Lokop Serbejadi, Kabupaten Aceh Timur.

Dari kesembilan kampung, lima diantaranya (Pining, Pasir Putih, Pintu Rime, Pertik dan Ekan) merupakan daerah dengan sumber pencarian masyarakatnya dari bertani.

Musibah datang pada tahun 2006. Banjir bandang maha dahsyat menerjang Kecamatan Pining. Hampir semua kampung luluh lantak. Satu kampung dipedalaman hutan rimba Pining, Lesten, terpaksa harus direlokasi. Sedangkan kampung lainnya tak luput menjadi korban kekejaman air bah disertai banjir bandang, yang menurunkan bongkahan kayu, lumpur dan pasir, sehingga tampak semua kampung di Pining porak-poranda.

Siapa salah?, tentu semuanya adalah ulah manusia tamak yang selalu menjarah kekayaan hutan Pining untuk kepentingan pribadinya. Sehingga pantas, sang tarzan Leuser, ‘Abu Kari Aman Jarum’ selalu panas melihat ulah-ulah manusia yang tega merampas kayu-kayu di hutan Pining. Dia pun kerap melakukan penanaman bambu guna menghambat terjadinya banjir bandang lagi.

Ditahun 2012 lalu, kejadian serupa pada tahun 2006 silam kembali terjadi di Kecamatan Pining, banjir bandang seolah-oleh menjadi langganan dalam rentetan musibah yang menjadi ciri khas Pining sejak beberapa tahun silam Rentetan angka tahun 2006-2012 seperti menyerupai deret aritmetka, yang seolah-olah banjir bandang akan terjadi dengan beda enam tahun. Dan semoga itu tidak terjadi, amin.

Masyarakat Pining yang sebagian besar hidup dari bertani, memiliki lahan pertanian dan perkebunan yang tak jauh dari daerah aliran sungai. Sehingga sewaktu banjir bandang dan air bah datang pada tahun 2006 dan 2012, banyak masyarakat Kecamatan Pining yang tak lagi mampu menggarap lahan pertanian dan perkebunan mereka.

Hal itu disebabkan, banyaknya timbunan material lumpur dan pasir yang masuk ke dalam area pertanian dan perkebunan. Kondisi itu lebih diperparah lagi dengan bongkahan-bongkahan kayu besar juga turut mampir diladang persawahan mereka.

Amatan saya sebagai putra asli Pining yang tengah menempuh pendidikan di Kota Langsa, aliran sungai yang sering meluap adalah Aih Kute yang merupakan aliran sungai terbesar di Kecamatan Pining, yang mengalir di sepanjang beberapa kampung di sana. Sungai ini bermuara ke pesisir pantai Kuala Simpang, Aceh Tamiang.

Luapan Aih Kute sejak banjir bandang maha dahsyat tahun 2006 silam mengakibatkan beberapa area persawahan masyarakat menjadi Ume Roh (Sawah yang tertinggal dan tidak bisa digarap lagi-red). Hingga sekarang, masih terlihat bongkahan kayu, serta timbunan pasir dan lumpur masih ada di area persawahan yang dikenal masyarakat sekitar dengan nama Ume Lah dan Ume Jeret (Ume : Sawah-red).

Aliran sungai lainnya, Kala Suem dan Kala Ketor yang juga bermuara ke Kuala Simpang melalui Kampung Uring, tak kalah ganas dari Aih Kute. Kondisi ini membuat masyarakat sekitar sulit mengairi persawan mereka sejak banjir bandang menerjang Pining.

Sejak dua tahun terakhir, masyarakat sekitar tampak mulai membenahi persawahan yang tak bisa digarap tadi. Hampir 50 persennya sudah bisa ditanami kembali. Kebutuhan akan besar menjadi faktor utama masyarakat mau menggarap lahan tersebut. Sebagian besar dari mereka banyak yang kekurangan modal dalam memperbaiki lahan pertaniannya.

Tingginya kebutuhan hidup dan pendidikan anak-anak masyarakat Pining, mengharuskan mereka mendapatkan hasil dengan segera, sehingga tidak lagi muncul memilih jalan pintas dalam mencari rejeki dengan beralih menanam Ganja. Emmmm…. memang Ganja di daerah ini, pasti hidup subur dan memiliki kualitas terbaik.

Pining, tanah yang subur. Keelokan alam juga memancar di daerah ini. Keindahan hutan belantara, serta adanya indikasi kandungan uranium dipedalaman hutan Leuset dengan jumlah melimpah seharusnya daerah ini menjadi perhatian khusus dari pemerintah setempat.

Coklat, Pinang, dan tanaman hortikultura menjadi sumber pendapatan masyarakat Pining. Akses jalan dan aliran listrik ke daerah ini juga tak kalah hancurnya. Banyak masyarakat yang memilih jalan pintas menanam Ganja. Tentu ini harus menjadi perhatian serius Pemkab Gayo Lues. Biarkanlah anak-anak Pining bisa menikmati indahnya kemerdekaan bangsa Indonesia yang akan memasuki angka 70 tahun. [DM]

*Putra Asli Pining, Wartawan LintasGayo.co

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.