BERLATAR London di tahun 1890an, Anthony Capella memunculkan tokoh menarik dalam bukunya. Seseorang yang dikeluarkan dari Oxford karena gagal pada ujian Pendahuluan, namanya Robert Wallis pria yang banyak menghabiskan waktunya sebagai penulis, puisi tepatnya. Sampai pada suatu hari ia duduk di Cafe Royal menikmati menu sarapan dan secangkir kopi yang disajikan oleh pelayan “Sialan Masden, kopi ini rasanya seperti berkarat”. Karena secangkir kopi yang dibuat dengan baik adalah awal yang bagus untuk hari yang senggang. Aromanya memukau, rasanya manis; tetapi toh menyisakan kepahitan dan penyesalan. Dalam hal itu, sanga mirip dengan kenikmatan cinta. Kutbah pagi Wallis pada sang pelayan. Dan ternyata umpatan dan sederet pamer pengetahuannya tentang kopi itulah yang membuat seseorang yang begitu penting dalam bisnis kopi di London, Samuel Pinker mendatangi tempat duduknya dan sejak itu kehidupan sang penulis muda Wallis berubah menjadi petualangan rasa dan cinta.
Bekerja di gudang milik Pinker membuat Wallis memiliki waktu yang banyak bersama dengan anak perempuan Pinker yang banyak mengajarinya cara mencicipi kopi yang baik. Setelah menikmati rasanya, Wallis akan menemukan nama-nama bunga atau buah, dan kata yang pas untuk masing-masing rasa yang ditemukan. Ya, Pinker sedang terobsesi untuk membuat buku yang mencangkup standarisasi dari kopi yang sulit ditangkap, itu sebabnya dia mengajak Wallis untuk bekerja dengannya. Dimata Pinker, Wallis orang yang tepat untuk menemukan kata-kata. Maka setelahnya Wallis dan Emily Pinker terserap dalam aktifitas mencicipi, merasai rasa dan sesekali Wallis berhasil membuat sang perempuan merona pipinya dengan rayuan.
Selain ingin membuat standarisasi dengan merek dagangnya Castle, Pinker trobsesi untuk bisa menciptakan racikan rasa kopi yang khas, hal ini dilakukan dengan pencampuran masing-masing kopi dari tempat yang berbeda misal, Java dengan body yang kuat dan Brasil dengan rasa yang kuat tapi agak cair. Dalam bayangan Pinker, Castle akan memproduksi rasa kopinya sendiri dengan cara ini, meski oleh Wallis ini lebih terlihat sebagai penipuan kepada konsumen.
Dalam sebuah kunjungan makan malam kerumah sang majikan, Wallis mengira akan diterima sebagai menantu Pinker. Namun ternyata Pinker memiliki obsesi lain untuk Wallis, yaitu menjadi bagian dari ekspedisi penanaman kopi di Afrika. Maka bersama Hecktor pria yang juga mencintai Emily, Wallis harus berbagi perjalanan meski nantinya ia akan kembali sendiri tanpa Hecktor yang mati terbunuh diperkebunan kopi.
Mengunjungi Afrika seperti sebuah mimpi bagi Wallis, benua ini dan seorang budak hitam cantik bernama Fikre telah mengubah cara pandangnya terhadap kopi dan meningkatakan penciumannya tentang kopi. Tapi itu bukan satu-satunya hal yang didapatkan oleh Wallis, dari Fikre ia juga menemukan sebuah cinta yang penuh gelora, ia begitu berbeda dibandingkan dengan perempuan-perempuan yang ia temui di London. Meski akhirnya Wallis menyadari ketika Fikre meninggalkannya bahwa Fikre hanya mencintai seseorang dan itu bukan Wallis.
Gagal dengan cintanya, Wallis terpuruk hingga warga di perkebunan berinistaif mengembalikan Wallis keasalnya, dengan biaya yang mahal dan hanya dapat dibalas dengan ucapak terimakasih oleh Wallis.
Di London, Wallis disambut oleh beberapa tulisannya di surat kabar, tentang perjalanannya ke Afrika dan salah satu dari tulisannya mampu memperburuk meja makan Emily yang saat itu telah menjadi Mrs Brewer, Emily tidak berbahagia dengan kehidupan rumah tangganya. Ia harus menjadi istri seorang senator yang baik, tidak terlibat lagi di gudang kopi miliki Pinker. Tapi dia tetap mengunjungi cafe Castle dan membawa kopi yang baik bersamanya. Disanalah dia menemui para perempuan yang sedang memperjuangkan hak suara perempuan, disana juga dia membawa Wallis setelah mereka bertemu sebelumnya dan meminta pria yang ia cintai itu untuk terlibat membantu mengelola Castle.
Wallis benar-benar sibuk kali ini, kembali bekerja dengan Pinker sebagai tangan kanannya, menulis hasil perjalanannya ke Afrika dan terlibat membantu Emily karena cinta. Wallis mendapat banyak tantangan dalam merebut kembali hati Emily, pun demikian dia masih tetap memilih untuk mencintai perempuan ini dengan baik. Bisnis kopi sedang tidak baik pada waktu itu, atau ini hanya intrik dari Pinker yang mulai bekerjasama dengan musuh bebuyutannya Maxwel sementara Emily terus terpuruk dengan kehamilan yang dipaksakan dan aksi yang terus memuncak. Hingga Emily meninggal dunia dan Wallis mendapati sepucuk surat terakhir dari wanita yang dicintainya. Sebuah pengakuan cinta yang begitu tulus meski terlambat untuk dapat dinikmati bersama.
Sepeninggalan Emily, Wallis masih mengelola cafe Castle bersama kedua adik perempuan Emily. Wallis menerima tawaran keduanya dengan syarat, Castle hanya akan menyajikan kopi murni tanpa campuran ala Pinker. Phil dan Ada bersepakat untuk merancang cafe mereka seperti rumah, dimana ditempat ini akan digongseng kopi secara langsung sehingga aromanya dapat menjadi penarik konsumen untuk datang membeli atau sekedar mencicipi secangkir kopi. Castle menjadi penyaji kopi murni seperti keinginan Robert Wallis.(
Judul Buku : The Various Flavours of Coffee
Penulis : Anthony Capella
(Ismar Ramadhani)