Catatan Ismail Baihaqi

Daerah Kecamatan Pining Kabupaten Gayo Lues, merupakan daerah dimana masyarakatnya menggantungkan hidup dari hutan dan pertanian. Berjarak 44 KM dari pusat Kota Blangkejeren, saat ini kondisi masyarakat Pining masih memprihatinkan. Ancaman bencana seperti air bah da bajir bandang serta tanah longsor selalu menghantui masyarakat sekitar.
Jangan harap akses komunikasi di daerah ini, secanggih apapun hand phone yang berkembang saat ini tak bisa digunakan di Kecamatan Pining. Karena, jaringan seluler belum tersedia.Setidaknya ada sembilan kampung dengan ribuan warga menetap di Kawasan pedalaman yang menjadi pembatas dengan Gayo Lokop dan Kalul di Aceh Timur dan Tamiang.
Keadaan alam serta cuaca hangat, menjadikan daerah ini subur ditanami Durian, Kemiri, Piang, Coklat dan Kopi. Ada juga masyarakat yang menanam tanaman hortikultura sebagai penghasilan tambahan.
Di era tahun-80 an, ternyata masyarakt Pining merupakan salah satu daerah penghasil Kopi di Kabupaten Gayo Lues. Berbeda dengan cuaca di wilayah Serinen Gayonya yang lain (Aceh Tengah dan Bener Meriah), dengan cuaca yang lebih dingin, sehingga tanaman kopi di Pining tak mampu meningkatkan taraf hidup masyarakatnya.
Masa itu, kopi dari Pining di angkut menggunakan Kuda untuk dibawa ke Blangkejeren. Memerlukan waktu dua hari menelusuri hutan belantara, serangan hewan buas sewaktu-waktu menjadi ancaman bagi mereka.
Diceritakan Arun aman Nuar, beberapa waktu lalu, pada masa itu masyarakat Pining memiliki kuda untuk mengangkut hasil pertaniannya. Kopi yang pernah menjadi tumpuan perekonomian warga mulai ditinggalkan, seiring dengan anjloknya harga dipasaran.
“Harga kopi anjlok. Masyarakat mulai beralih ke tanaman lain, seperti durian, jeruk, Kemiri, dan tanaman jenis hortikultura,” kenang Arun aman Nuar.
Akses jalan dengan medan yang berat harus dilalui masyarakat Pining, hingga di tahun 1990-an akses jalan ke Pining mulai dibuka dengan tembus hingga ke Lokop Serbejadi di Aceh Timur. “Setelah jalan dibuka, kenderaan roda dua dan empat sudah bisa lewat, perekonomian masyarakat sedikit membaik,” ucapnya.
Dia mengaku, kopi Pining yang dulunya terkenal saat ini tinggal nama. Roda kehidupan dengan kebutuhan yang semakin besar mengharuskan masyarakat Pining beralih mencari alternatif lainnya. Meski masih ada terlihat tanaman Kopi di kebun-kebun milik warga setempat, namun dengan kondisi yang dibiarkan begitu saja, tanpa ada perawatan lagi.
Arun berharap, Pemkab Gayo Lues kembali menggalakkan Kopi di Kecamatan Pining, mengingat saat ini kebutuhan akan kopi di dunia semakin meningkat dengan harga yang juga menjanjikan. (DM)