[Cerpen] Bagian. 1
Fathan Muhammad Taufiq*
TAK begitu jauh dari komplek tempat tinggalku ada sebuah lokasi perkuburan tua, masyarakat sekitar menyebutnya dengan kuburan atau makam Datu Uyem. Entah siapa yang memberikan nama itu, konon karena di kuburan itu tumbuh sebatang pohon uyem (pinus) tua yang sudah berumur ratusan tahun sehingga disebut orang sebagai Datu Uyem. Saya tidak tau apakah di tempat itu memang lokasi dimana Datu Uyem (Nenek Moyang) dulunya dimakamkan, yang jelas nama itulah yang populer di tengah masyarakat.
Dulunya kuburan ini merupakan tempat sepi yang jarang dilintasi orang, tetapi sekarang sudah menjadi lintasan yang cukup ramai terutama pada siang hari. Tetap saja sampai sekarang banyak orang yang menganggap kuburan tua itu angker dan menyeramkan, entah itu mitos, legenda atau sekedar cerita dari mulut ke mulut. Konon di sekitar kuburan tua itu sering muncul “hantu gentayangan”, sehingga banyak orang yang takut melintasi tempat itu terutama pada malam hari.
Aku cukup penasaran mendengar cerita dari teman-teman yang mengatakan mereka pernah beberapa kali melihat “penampakan” ketika melintasi kuburan tua itu, terutama pada malam hari. Kata mereka penampakan itu berwujud perempuan yang sering duduk di tembok semen di atas gorong-gorong di dekat kuburan tua itu. Cerita-cerita itu sama sekali tidak membuatku takut, malah timbul rasa penasaran dan naluri keingintahuanku tergelitik untuk membuktikan cerita dari teman-teman. Bukannya ngak punya perasaan takut, tapi justru aku akan semakin penasaran kalau belum membuktikan sendiri cerita yang berbau horor itu. Timbul kecurigaanku, jangan-jangan itu hanya modus para pencuri atau pelaku kejahatan lainnya agar mereka bebas beroperasi dan aman bersembunyi di lokasi sekitar makam.
Kebetulan malam itu aku mendapat giliran jaga di Poskamling di komplek tempat tinggalku, seperti biasa aku dan keenam teman memasang api unggun di depan gardu, sekedar untuk mengusir hawa sejuk yang menyelimuti malam yang memang berhawa dingin. Malam itu aku sudah berencana untuk uji nyali membuktikan cerita seram yang berkembang tentang penampakan di kuburan tua itu, kebetulan letaknya tidak begitu jauh dari komplek tempat aku tinggal.
Tepat jam 12 malam aku permisi kepada teman-teman, dengan berbekal senter dan parang di tangan aku mulai melangkahkan kaki menuju kuburan tua, hanya butuh waktu 10 menit untuk sampai ke tempat itu. Meski berdampingan dengan jalan beraspal, tetapi suasana di kuburan tua itu sangat sepi bahkan agak sedikit mencekam, tidak seorangpun melintasi tempat itu. Hal itu tidak menyurutkan niatku untuk membuktikan cerita teman-teman. Aku duduk di tembok semen dimana kata teman-teman penampakan itu selalu muncul, sengaja aku tidak menghidupkan rokok supaya tidak mengganggu keheningan malam.
Menit demi menit berlalu, tapi tidak ada kejadian apapun, aku masih tetap sabar menunggu kemunculan sosok hantu perempuan muda yang sering diceritakan. Sepertinya sia-sia saja penantianku, hampir dua jam menunggu sambil menahan kerubutan nyamuk tapi apa yang aku tunggu tak muncul-muncul.
“Ah, paling-paling itu cuma cerita orang-orang penakut”, gumanku dalam hati. Aku pun beranjak kembali ke pos ronda, meski masih penasaran dan ingin melakukan pembuktian dihari lain. Aku berencana melanjutkan uji nyali minggu depan, pas giliran jaga malam. Aku tidak ingin isteriku curiga dan melarang melakukan pekerjaan nekat ini.
Minggu berikutnya tepat pada jam yang sama, aku pun memulai petualangan kedua, tapi kali ini aku tidak duduk di tembok semen.Sengaja agak bersembunyi dan berharap penampakan itu akan muncul, terus terang aku semakin penasaran seperti apa bentuk penampakan itu. Tapi lagi-lagi aku kecewa, karena sudah lebih 2 jam menunggu, tetap saja apa yang membuatku penasaran itu tidak muncul juga. Meski sudah dua kali gagal, aku belum berputus asa, aku ingin mencobanya lagi minggu depan.
Seminggu telah berlalu dari pencarian keduaku, malam itu gerimis turun membasahi bumi, aku jadi agak enggan melaksanakan tugas jaga malam, tapi karena posisiku sebagai ketua regu jaga terpaksa mengabaikan rintik hujan dan dinginnya malam yang menusuk tulang. Semua anggota regu jaga sudah berkumpul, mereka sudah menghidupkan api unggun di depan gardu. Aku merapatkan diri ke dekat api untuk menghangatkan badan, perlahan tubuhku yang sudah terbalut jaket tebal mulai menghangat.
Menjelang tengah malam gerimis mulai berhenti, timbul niatku untuk kembali mendatangi kuburan tua itu. Kebetulan beberapa teman jagaku sudah mulai tidak bisa menahan rasa kantuknya, satu persatu dari mereka merebahkan badannya di lantai gardu, dan tidak lama kemudian sudah terdengar suara dengkuran mereka saling bersahutan. [SY]
*Penulis dilahirkan di Magelang, 28 Agustus 1965, pendidikan terakhir SMA I Takengon (1986), PNS Dinas Pertanian 1990 – 2010, PNS Badan Penyuluhan 2010 – Sekarang, menulis di Warta Pangan, Tabloid Sinar Tani, Kompas Media dan LintasGayo.co