
Banda Aceh-LintasGayo.co : Penampilan rangkaian seni kolosal “Gayo Art Women” pukau Ribuan massa yang hadir di Gedung Dayan Dawood, Unsyiah, Banda Aceh, Jum’at malam 29 Mei 2015.
Diawali hentakan Band pembuka dari mahasiswa Gayo di Banda Aceh, lalu Tari Guel dari Sanggar anak “Mata air”. Berlanjut dengan seremonial Pidato ketua Panitia Rizki Hawalaina, pidato ketua Keluarga Negeri Antara (KNA) Jamhuri, dan dibuka oleh Bupati Aceh Tengah yang diwakilkan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Tengah, Amir Hamzah.
Setelah dibuka, ada pendekar Leuser Abu Kari Aman Jarum menyampaikan amanah pentingnya menjaga hutan, karena hutan adalah sahabat kita. Penampilan singkat aman Jarum mendapat aplaus luar biasa, sebab inilah pertama kali laki-laki asal Pining Gayo Lues ini tampil dihadapan ribuan massa dari berbagai kalangan, dan tentu, mayoritas generasi muda.

Ine Hidayah kemudian membuka acara acara dengan pepongoten terkait perdamaian, Perempuan, Anak, dan Hutan. Dalam syairnya, Ine Hidayah menekankan tentang posisi perempuan menikmati perdamaian. Lalu Ine Hidayah bersama 20 perempuan muda bersenandung Didong karya Ceh To’et berjudul “Renggali” dan “Idem-Idem”. Dua syair itu mampu menghipnotis penonton dengan gerakan unik yang “kenyeh”. Ine memposisikan bagaimana Ceh To’et semasa hidupnya berdidong, mengandalkan gerakan tangan dan bahu. Puluhan perempuan malam ini melakukan itu.
Selepas lagu itu, secara tiba-tiba panggung dihentak dengan kemunculan dua penari laki-laki bertbentuk gajah. Kali ini gerakan mereka tidak biasanya “guel” tetapi lebih pada emosi dimana “Gajah” yang protes pada linglkungannya yang hilang, hingga akhirnya dua gajah mati. Tari ini representatif Guel yang mencerminkan amukan gajah yang terjadi di Aceh Tengah dan Bener Meriah beberapa waktu lalu.
Disesi inilah pelantun tradisional Gayo Ramlah muncul menembangkan syair “Uten” karya Sali Gobal. Ramlah bersama 40 personil lainnya total menembangkan “hutan”. Setelah syair “Uten” berbahasa Gayo, empat puluh personil lainnya melantunkannya menggunakan bahasa Indonesia, dan diseling lanjutan terjemahan dalam “puisi” yang menyentuh, dibacakan Tiyara Yusma, mahasiswi seni dari Universitas Islam Negeri.
Penampilan puncak penyanyi Gayo Maya Tawar tidak kalah menarik, tiga lagunya berhasil mengembalikan suasana perdamaian dan perempuan. Tiga lagu Maya Tawar Kutimang-timang, Bungeku Sayang, dan Ine cukup menyentuh. Karakter yang memang disuguhkan berbeda dari penampilan sebelumnya.
Hadir pada acara itu Perwakilan Walikota Banda Aceh, Kepala Bappeda Aceh Dr Abubakar Karim, Ketua Yayasan Serambi Mekah, Purek III Unsyiah Dr Alfiansyah, HM Iwan Gayo, Ketua KNA Jamhuri, Anggota DPR Aceh asal Gayo Adam Mukhlis Arifin, Ismaniar, Iberamsyah, Ramadhana Lubis, dan Alaidin Abu Abas. (tarina)