
PENYAIR Gayo multi talent Ibrahim Kader merasa cemas atas pergeseran nilai-nilai seni budaya Gayo saat ini, terutama dalam seni tari dan didong. Dia meminta pihak terkait lebih peduli sebelum khazanah seni budaya Gayo kian hilang.
“Praktisi seni tari Gayo mesti bisa membedakan tari tradisi dan tari kreasi Gayo, agar kita tidak mewariskan seni tari Gayo yang salah kepada generasi penerus,” kata Ibrahim Kadir beberapa waktu lalu di Takengon.
Menurut actor film Tjut Nya’ Dhien yang kesohor ini, akar dari tari tradisi Gayo adalah jentik ni kerlang (gerak bahu-red) baik itu dalam tari Guel maupun Didong.
“Jentik ni kerlang adalah akar semua gerakan dalam seni tari Gayo. Jika gerakan itu tidak ada maka bukan tari Gayo asli namanya,” tegas Ibrahim Kadir.
Dirincikan, seni tradisi Gayo itu cuma ada 4 saja yakni tari Guel, Saman, Bines dan Didong. Dalam pengembangannya, tari Guel menjadi 2, tari Anyung yang diispirasi dari kebiasaan urang Gayo duduk di ujung lepo dan tari turun ku belang yang diinspirasikan dari prosesi panen padi (munoling).
Tari Gayo kreasi itu, diciptakan mesti berakar dari tari tradisi Gayo, jangan asal-asalan. “Tari Munalo, Resam Berume dan lain-lain termasuk Didong Banan itu bukan tari tradisi, namun tari kreasi Gayo,” kata sosok pencipta lagu Gayo yang banyak populer hingga kini seperti Bebalun Berukir, Kin Takengen dan lain-lain ini.
Cara bertari Gayo tradisi mulai bergeser sejak tahun 1976 hingga 1980 seiring dengan berpulangnya Ceh Sahak.”Semasa hidup ceh Sahak, belum terjadi pergeseran cara menarikan tari tradisi Gayo,” ujarnya sambil menyebut tokoh tari Guel Gayo, selain Sahak ada Aman Rabu, Syeh Kilang dan To’et. (Khalis)