Banjir

oleh

[Puisi] Subhan Gayo

Hujan bak derai tangis seorang ibu kehilangan anak
kesedihan dan kemarahan memanjang
guntur sahut menyahut manggil
agar sang anak kembali kedekapan
air di mana-mana
basah sebasah-basahnya

Rumah-rumah tiba-tiba menjadi kumpulan pulau kayu dan beton
orang mendayung ban bekas,
batang pisang, jerigen atau apa saja yang terapung
mulanya tertawa bersama bocah-bocah kegirangan
kapan lagi kolam renang ada di halaman rumah?
pulang ke masa kanak-kanak nikmat tak terkira
masih sempat bertanya mengapakah kita harus menjadi dewasa?
sayang air tidak memberikan waktu berlama-lama

tenggelam dan hanyut ternyata merusak tawa
air mata bercucuran kalah dengan air bah melimpah
orang-orang terkesima
ini rahmat ataukah bencana

Selalu saja sama
sesal hadir setelahnya
andai pohon dan hutan tidak digundulkan
andai sampah tidak dibuang disungai dan selokan
andai kota mempunyai cara mengalirkan air yang berlebihan
andai dosa-dosa tidak dilakukan
pada malam ketika sisa-sisa tenaga semakin hilang
mata masih saja menyaksikan perulangan jejak purba
kebodohan dan kerakusan selalu mematikan. [SY]

Lhokseumawe, 21 Febuari 2015.

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.