Oleh : Anugrah Fitradi, S.Pt
Setahun bertugas pada Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Linge, tepatnya bulan Maret terjadi pergantian Kepala BPP Kecamatan Linge. Pejabat yang lama berpindah tugas menjadi Kepala BPP Jagong dan Saprin Zailani, SP menjabat sebagai Kepala BPP Kecamatan Linge hingga saat ini. Profil beliau benar-benar menunjukkan bahwa orangnya suka bekerja keras, gigih dalam segala pekerjaan dan layak sebagai pimpinan suatu Balai Penyuluhan Pertanian. Kami semua PPL yang bertugas di BPP Linge bangga dengan kehadiran beliau.
Atas gagasan dan pikirannya, kami menyepakati akan membuat kegiatan Kaji Terap Demplot Komoditi yang dapat dikembangkan di lahan sekitar BPP Kecamatan Linge yang seluas + 2,5 Ha, berupa komoditi Cabe besar dan Kentang. Komoditi cabe besar yang akan ditanami dengan 5 jenis varietas cabe dan komoditi kentang hanya varietas granola. Ini bertujuan bahwa nantinya varietas cabe besar yang mana yang benar-benar cocok dibudidayakan di wilayah Linge khususnya, dan BPP dapat merekomendasikan varietas mana yang layak dikembangkan oleh para petani di Kecamatan Linge.
Berawal dari tantangan petani, kami membuat perencanaan kegiatan demplot Cabe Besar dan Kentang, kami mendapat tantangan dari petani. Bahwa petani tersebut sudah tahu akan rencana kami akan membudidayakan tanaman cabe besar dan kentang. Petani tersebut bertanya kepada kami “Pak, kabarnya Bapak-bapak akan menanam kentang di BPP, apa itu benar pak?”. Kami menjawab :”Iya pak, memangnya kenapa pak? Kemudian dengan lantangnya petani mengatakan pada kami “Apa!!! Bapak mau menanam kentang disana, mana mungkin mau tumbuh kentang disana dengan tanah yang mudah kering walaupun sering disiram”.
Lalu kami menjawab. “Dengan keadaan tanah begitulah kami akan menguji cobanya”. Dibalas lagi oleh petani tersebut “Mana mau hidup itu pak, kalau mau hidup putuskan saja jari tangan saya ini kalau Bapak tidak percaya dengan omongan saya” sambungnya “sebab sudah pernah kami coba beberapa kali, tetap tidak mau hidup pak”. Maka dengan perkataan tersebut kami makin tertantang akan menguji coba demplot kami tersebut.
Tapi benar juga sebagian kata petani tersebut, tekstur tanah yang ada di BPP Kecamatan Linge ini, tanahnya agak berpasir, apabila disiram air cepat meresap ke dalam tanah. Maka dalam pelaksanaan kegiatan awal dari demplot tersebut, Kepala BPP menyarankan kepada kami di Kecamatan Linge ini banyak ternak, dan sistem pemeliharaannya banyak yang lepas atau tidak dikandangkan dengan istilah dalam Bahasa Gayo “peruweren”.
Diartikan dalam bahasa ilmiah ini bermakna bahwa ternak di lepas ke dalam padang gembalaan namun dipagar keliling tanpa memiliki kandang. Dan ada pula memang tidak secara “peruweren” tapi lepas di sepanjang pinggir jalan raya Takengon-Blangkejeren.
Pada malam menjelma, ternak juga tidur disana. Makanya banyak terdapat kotoran-kotoran ternak yang berserakan. Kami langsung mengambil atau mengumpulkan kotoran-kotoran ternak mulai dari pinggir jalan Isaq sampai pinggir jalan Simpang III Uning, memang di daerah sanalah banyak kami menemukan tumpukan-tumpukan kotoran ternak baik ternak sapi maupun ternak kerbau. Sehingga cukup banyak yang dapat kami kumpulkan.
Maka dengan itu kami merencanakan membuat pupuk kandang yang difermentasikan atau sering disebut dengan pupuk bokashi. Pupuk ini dapat dijadikan pupuk dasar dan dapat pula dijadikan pupuk lanjutan baik untuk semua jenis tanaman. Untuk mengatasi keadaan tanah yang sedemikian rupa kami berinisiatif menggunakan pupuk bokashi sebagai pupuk dasar agar tanah berpasir yang sukar menyimpan air itu akan dapat teratasi oleh pupuk tersebut, sehingga sewaktu disiram dengan air tanah tersebut dapat lembab dan menyimpan air di permukaan tanah.
Pengertian pupuk bokashi
Pengertian pupuk bokashi ini adalah pupuk kompos yang dibuat dengan cara fermentasi. Bahan baku pupuk bokashi itu sendiri bisa terdiri dari sisa tanaman, kotoran ternak, sampah dapur atau campuran material organik lainnya. Pupuk bokashi dibuat dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme efektif (EM4) sebagai dekomposernya.
Cara Pembuatan :
Bahan-bahan yang digunakan :
– 60 kg ( 2 karung ) kotoran ternak
– 100 ml molasses/gula tebu (bisa juga gula merah/gula pasir 4 kg
– 30 kg arang sekam
– 100 ml EM4
– 10 kg dedak
– 20 liter air
Alat yang digunakan :
– Gubuk / tempat
– Plastik hitam
– Ember
– Gembor
– Sekop dan cangkul
Cara membuatnya :
– Bahan baku yaitu kotoran ternak, arang sekam dan dedak dicampur secara merata.
– Buat larutan EM4 dengan melarutkan molase kedalam air, kemudian EM4, campur sampai larut semua.
– Siramkan larutan EM4 kedalam bahan baku secara perlahan-lahan sambil diaduk-aduk, sampai kandungan air adonan mencapai 30 – 40 %. Caranya : Bila adonan dikepal air tidak keluar dari adonan, dan bila kepalan dilepas maka adonan akan terbelah-belah.
– Adonan digundukan diatas ubin dengan ketinggian 15 – 20 cm ( satu jengkal).
– Adonan ditutup dengan karung goni selama 4 – 7 hari.
– Pertahankan temperature tidak lebih dari 40 – 50o C caranya setiap 6 jan sekali adonan dibuka, kemudian diaduk. Biasanya perlakukan ini dilakukan 2 hari pertama (sampai temperature kamar tercapai).
– Setelah 4 – 7 hari adonan telah selesai terfermentasi menjadi bokashi.
Untuk luasan area pertanian 1 Ha, diperlukan 1 – 5 ton bokashi, tergantung tingkat kesuburan tanahnya.
Dalam pemberian pupuk dasar tersebut terbukti di lapangan bahwa tanah yang tersiram oleh air akan lembab dan benar-benar menyimpan air di permukaan tanah, sehingga walaupun tanah tidak sering disiram tanaman yang ditanami tidak kering dan layu.
Sehingga pelaksanaan mulai dari penanaman, pemupukan, penyemprotan hingga pemanenan kedua komoditi ini dapat berjalan dengan lancar. Dan Alhamdulillah hasil produksi tanaman cabe besar dan tanaman kentang baik dinilai kualitas dan kuantitasnya tidaklah kalah dengan hasil produksi oleh pihak yang memang bekerja dibidang komoditi tersebut.
Dikaitkan dengan perkataan petani yang pada awalnya memberi tantangan besar kepada kami. Kami dapat menjawab tantangan petani tersebut dengan kaji terap kegiatan demplot yang telah kami laksanakan bersama-sama dengan hasil produksi tanaman cabe besar yang lumayan banyak dan hasil produksi tanaman kentang yang juga cukuplah membanggakan kami sebagai Penyuluh Pertanian. Sehingga kami memberikan asumsi kepada seluruh masyarakat khususnya di wilayah Kecamatan Linge bahwa “bukan tanamannya yang tidak mau tumbuh tapi kitalah yang tidak mau menanam tanaman tersebut sehingga tidak mau hidup”.
Namun pada saat sekarang ini sudah mulai sulit mencari tumpukan-tumpukan kotoran ternak di sepanjang jalan raya tersebut, ini disebabkan bahwa petani sekarang sudah mengetahui manfaat dari kotoran ternak tersebut dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk bagi tanamannya.
Dengan “berawal dari tantangan petani” inilah kami mendapat suatu kesimpulan bahwa benar Penyuluh Pertanian itu memiliki banyak metode/cara dalam memberikan penyuluhan, tidak hanya berdiri di depan petani memberikan penyuluhan namun menjawab suatu tantangan dari petani dengan bukti kerja kita di lapangan melalui kegiatan demplot kaji terap.
Dengan demikian penulis mendapat gagasan atau ide dari Kepala BPP dan kawan-kawan PPL Kecamatan Linge, bahwa mengubah pengetahuan, keterampilan dan sikap seorang petani itu tidak harus secara langsung namun dengan cara memberikan contoh kepada mereka agar mereka tahu dan mau melakukan perubahan dalam diri mereka di bidang pertanian.
* Penyuluh Pertanian Pada BPP Kecamatan Linge