PADA perhelatan perayaan 100 tahun peristiwa revolusi Perancis yang digelar Paris, Perancis, kesenian dari Indonesia turut diundang bersama seluruh tim kesenian dari seluruh penjuru dunia untuk memperkenalkan kesenian mereka masing-masing.
Lantas tim kesenian Indonesia mendatangkan rombongan kesenian dari Bali dan Jawa yang dipimpin oleh seorang pengusaha dari Belanda yang bermukim di Jawa Barat. Karena masa itu bangsa Indonesia masih dikuasai penjajah Belanda, pemerintah Belanda tidak mau berpatisipasi secara resmi dalam perayaan yang berbau revolusi tersebut, sehingga berkat inisiatif pengusaha Belanda itulah,Indonesia mengirim tim kesenian ke Paris.
Celakanya, penari-penari yang dibawa tersebut berasal dari Solo, sementara penabuh gamelan berasal dari sunda (Jawa Barat ).
Singkatnya, sampai tim kesenian di Paris rombongan diinapkan di sebuah paviliun yang disiapkan pemerintah Perancis sangat strategis yang berlokasi di sekitar menara Eiffel, Lamanya berbulan-bulan . Dalam kesempatan tersebut tim kesenian Debussy kerap kali mendatangi Paviliun Indonesia untuk menyaksikan Tarian & Musik khas Indonesia.
Anehnya, ketika tarian dari Indonesia dimainkan DEBUSSY melihat tarian Jawa yang penari-penarinya berasal dari Solo dan penabuh gamelan asal sunda, mereka merasa tidak ada kejanggalan papaun di bunyi-bunyian gamelan, malah dari mendengarkan Gamelan Jawa tersebut, Debussy banyak melahirkan inspirasi dan harmoni-harmoni baru yang kemudian banyak dipakai di dalam karya Debussy tersebut. Ini kemudian disebut kecelakaan kebudayaa.
Sementara untuk tarian Saman, Pada bulan November 2014 lalu kami diundang untuk mengisi sebuah acara seminar soal GAYO di Blangkejeren, Gayo Lues. Namun sebelum acara Seminar pada malam hari , pada siangnya harinya dipersembahkan sebuah pertunjukan tari Saman Massal dengan melibatkan 5057 orang laki-laki daerah tersebut. Awalnya, tari Saman Massal yang mengambil rekor dunia untuk MURI dipersiapkan dengan 5005 laki-laki penari saja,namun belakangan jumlah membengkak menjadi 5057 penari.
Saya baru paham, apabila penari saman itu mutlak dimainkan oleh laki-laki,tidak seorang wanitapun terlibat. Berbeda dengan tari Saman yang saya saksikan di Jakarta yang dimainkan oleh perempuan yang justru peneyebarannya sangat cepat . Tarian itu sudah mewabah ke sekolah-sekolah,perguruan tinggi, dan tempat-tempat lainnya. Tarian Saman “ibukota” ini dimainkan oleh wanita dan penyanyinyapun berada di luar barisan penari yang nyanyiannya juga berbeda dengan nyanyian asli tarian Saman yang dimainkan di “Gayo”.
Intinya, disatu pihak Tarian Saman “Ibukota” menjadi lebih banyak diminati oleh penari-penari yang bukan berasal dari Gayo Lues , dan kemudian Tarian Saman “Ibukota” sangat berhasilmengembangkan Tari Saman ini menjadi tarian nasional bahkan Internasional.
Untuk semua itu, sangat perlu para ahli dan pelaku-pelaku tari untuk meluruskan masalah ini mengingat Tarian Saman yang sudah mendapat pengakuan dari badan dunia Unesco sebagai warisan budaya non benda, merupakantarian yang berkarakter serta menjadi kebanggaan Indonesia.
Jassin Burhan adalah pemain Cello dan anggota tim Musik dan Puisi Bunga Kopi yang berdomisili di Jakarta