
Banyak cara setiap orang tua dalam memenuhi kebutuhan hidup bagi keluarganya. Tentunya cara-cara yang ditempuh itupun haruslah dengan cara yang halal pula. Asal mau berusaha, segala kekurangan dalam hidup bisa tertutupi. Tak hanya itu, sebagian orang tua yang ulet mampu menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan tinggi meski harus banting tulang sebagai petani.
Hidup sebagai petani yang menguras tenaga, menjadi keasikan tersendiri bagi Agus Salim warga Kampung Bom Kecamatan Lut Tawar Aceh Tengah bersama keluarganya. Keseharian, Agus Salim disibukkan menggarap sepetak tanah yang dijadikan tempat menaman sayur-sayuran. Tanah yang di garapnya bukanlah milik Agus Salim melainkan tanah milik kerabatnya, jadi dia tak perlu menyewa lahan yang terletak persis ditepian Danau Lut Tawar ini.
Sudah 10 tahun, Agus Salim bersama sang istri Hasanah menanam sayur-mayur. Saat ditemui LintasGayo.co, beberapa hari lalu, lelaki yang pernah bekerja sebagai supir kapal Musara yang merupakan kapal angkutan dari Bom-Bintang tahun 70-an ini mengaku, bahwa lahan yang digarapnya tersebut merupakan sumber penghasilan utamanya dalam memenuhi nafkah keluarga sekaligus biaya menyekolahkan ke-5 anaknya.
Walau sebenarnya keluarga Agus Salim memiliki perkebunan kopi, namun hasil panen kopi yang hanya panen sekali dalam setahun tak mampu memenuhi kebutuhan hidup dan biaya sekolah keluarganya.
“Punya kebun kopi juga, tapi jauh. Hasil panennya pun hanya setahun sekali, kalau dihitung-hitung tidak cukup. Tapi hasil dari jualan sayuran ini lumayan, penghasilan yang didapat pun perhari,” kata Agus Salim menjawab pertanyaan LintasGayo.co.
Di lahan yang digarapnya itu, Agus Salim menanam berbagai jenis sayuran mulai dari Sawi Manis, Kangkung (Gayo : Rempon) dan Bawang Merah. Teknis menanamnya pun diatur sedemikian rupa, sehingga Agus dapat memanen hasilnya setiap hari.
“Dari proses penanaman hingga panen, sayuran ini kan tidak terlalu lama. Jadi pola penanamannya diatur agar bisa panen setiap hari. Kendala hanya pada saat musim hujan saja, karena lahan yang saya garap terletak dipinggiran Danau Lut Tawar saat musim hujan tiba pasti air sampai kepada lahan kami,” ucapnya.
Dalam sehari Agus Salim dibantu sang istri, dapat menjual 200 ikat Kangkung dan ratusan ikat Sawi, untuk tanaman Bawang Merah ditanam saat musim kemarau saja. “Penghasilan sehari bisa capai 200 ribu rupiah, saya hanya menjualnya di Pasar Inpress saja, disana sudah ada pedangan yang menjual, saya tinggal antarin setiap pagi. Masalah pembayaran ada yang bayar saat diantar adapula yang membayar sore harinya,” jelas Agus Salim.
Kegigihan bapak 5 anak ni membuahkan hasil, meski hanya menjual sayur-sayuran dengan penghasilan 200 ribu perhari. Agus Salim ternyata tak lupa akan pendidikan anak-anaknya, ke-5 anaknya pun disekolahkan di Perguruan Tinggi di Banda Aceh.
Saat ini, anak sulungnya sudah menjadi Guru PNS di Keabupaten Bener Meriah, dua anaknya yang lain juga telah selesai menamatkan pendidikannya di Universitas Syiah Kuala, sedangkan anak ke-4 nya saat ini sedang mengenyam pendidikan tinggi disalah satu Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan di Banda Aceh, anak bungsunya sedang menempuh pendidikan di Universitas Gajah Putih.
“Pendidikan anak-anak merupakan hal utama, meski saya hanya sebagai petani yang penting mereka bisa sekolah setinggi-tingginya, agar setara dengan anak lainnya,” ungkap Agus Salim.
Apa yang dilakoni Agus Salim bersama keluarganya patut diacungi jempol dan layak dijadikan motivasi serta suri tauladan bagi generasi muda Gayo saat ini. Dari apa yang sudah dilakoninya menyatakan bahwa di negeri yang katanya serpihan surga ini bisa menghidupi kehidupan banyak orang, walau hanya berprofesi sebagai petani. Asal mau berusaha dan tidak berpangku tangan pintu rejeki akan terbuka. Keluarga Agus Salim salah satu contohnya.
Kurr Semangat….!!!
(Darmawan Masri)