Kritik Perda Syariat di Aceh, bentuk Syariah Phobia lembaga Amnesty Internasional (Barat)

oleh

Oleh: Endang Sutiah Pane,MSi

endang (Custom)Maha Benar firman Allah yang mengatakan “Orang-orang yahudi dan nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka..”(TQS.al Baqarah:120). Lagi-lagi orang-orang kafir takut dan berupaya agar umat Islam tidak menerapkan aturan hidup mereka yaitu Islam. Sebagaimana ungkapan lembaga Amnesty International yang mengatakan aturan pidana Islam yang baru diterapkan oleh pemerintah daerah Aceh – dikenal dengan nama Qanun Jinayat – merupakan kemunduran bagi penegakan hak asasi manusia, 27 September lalu. Qanun Jinayat mengatur sejumlah larangan dan sanksi yang sesuai dengan syariah Islam, termasuk larangan aktivitas seksual sesama jenis, hubungan seksual di luar nikah, dan berduaan dengan sesama jenis yang bukan suami atau istrinya (khalwat). Semua orang yang bersalah akan menghadapi hukuman cambuk, penjara, atau denda. “Hukum yang mengkriminalisasi hubungan seksual di luar nikah telah melanggar hak pribadi. Praktiknya banyak disalahgunakan untuk menghukum pilihan perempuan,” kata Richard Bennett, Direktur Amnesty International Asia Pasifik.

Barat dengan elemen medianya ataupun institusi politiknya tidak menginginkan umat Islam kembali menerapkan Islam dan mengalami kejayaan sebagaimana sejarah umat Islam terdahulu. Penerapan perda Syariat di Aceh dikhawatirkan menjadi benih-benih munculnya semangat Islam pada diri kaum muslimin untuk menerapkan kembali agama mereka. Maka barat selalu ingin memperlihatkan kepada kita umat Islam dan umat manusia seluruh dunia bahwa Islam adalah agama yang tidak layak untuk diterapkan dalam kehidupan manusia. Islam digambarkan seolah-olah akan membawa kemunduran bagi masyarakat karena Islam diturunkan Allah melalui lisan Rasul-Nya ribuan tahun lalu sehingga tidak layak lagi bagi kehidupan manusia modern saat ini. Islam digambarkan akan membawa penderitaan bagi manusia karena adanya hukum sanksi bagi pelaku kemaksiatan, yang berzina akan dirajam atau dicambuk, yang mencuri dipotong tangannya, yang membunuh akan dibunuh. Jelas ini menjadi bukti ketakutan Barat terhadap Islam dan umat Islam. Barat menderita Syariah Phobia. Dan Barat akan terus berusaha untuk mengecam dan mencari-cari kesalahan pihak-pihak yang masih berpegang terhadap kemuliaan Syariat Islam dan yang tidak setuju dengan nilai-nilai cacat sekuler liberal. Karena Barat  menyadari dan memahami bahwa penerapan Syariat Islam menjadi kunci kemenangan, kemuliaan, dan keamanan bagi kaum Muslimin bahkan bagi dunia secara keseluruhan. Syariah Islam yang berasal dari Allah SWT yang diterapkan secara menyeluruh dan adil akan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan umat manusia.

Syariah phobia yang diderita Barat membuat mereka lupa dan tidak mampu melihat penyakit kanker yang ada dalam masyarakatnya sendiri. Ibarat pepatah kuman di seberang lautan terlihat, gajah di pelupuk mata tidak terlihat, Barat perlu berkaca dahulu sebelum menunjuk muka umat Islam di Aceh.

Baru-baru ini sebuah survei Inggris telah mengungkap bahwa serangan terhadap umat Islam di Inggris meningkat tajam, dengan rata-rata dua kejahatan Islamofobia dilaporkan setiap hari. Selain itu, data menunjukkan bahwa 54 persen dari korban Islamophobia adalah perempuan, karena mereka mengenakan busana muslimah. Survey ini disusun oleh para akademisi di Teesside University yang merangkum sebanyak 734 insiden, hanya dalam kurun waktu Mei lalu hingga 28 Februari 2014. Dirilisnya survei ini hanya beberapa hari setelah Nahid Almanea, seorang mahasiswa asal Arab Saudi, ditikam sampai mati di Essex, sebelah timur laut dari London.

Ironisnya bukan hanya kaum Muslimah saja yang menjadi korban terampasnya hak dan kehormatan mereka, perempuan dari kaum mereka sendiri pun menjadi korban pelanggaran HAM. Tercatat Di Inggris, Home Office mengungkapkan data statistik seorang perempuan diperkosa setiap 6 menit sekali. Demikian juga di AS, menurut data statistic dari RAINN (www.rainn.org) pelecehan seksual terjadi setiap 2 menit sekali. Dan di Eropa 1 dari 4 perempuan mereka telah mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Fenomena ini adalah bukti nyata bahwa HAM dan Demokrasi adalah sekedar dagangan politik mereka untuk mengontrol negeri-negeri Muslim tapi tidak untuk negeri mereka sendiri, dan akan selalu menjadi komoditas politik Barat untuk menyudutkan Syariah Islam. Jadi pertanyaannya adalah siapa sebenarnya yang melanggar hak asasi dan mendiskriminasikan kaum perempuan?

Pelanggaran HAM dan diskriminasi kaum Muslimah di Barat selalu dianggap hanya sebagai kasus minor dan media hanya menyalahkan “individu”, namun jika kejadian itu menimpa negeri Muslim (apalagi yang menerapkan Syariat Islam secara lokal) mereka akan berlomba memojokkan secara kolektif “Sistem” Syariat dan umat Islam.

Inilah teater opini murahan kaum barat dan jaringan media liberalnya, mereka lebih peduli pada terampasnya hak segelintir perempuan mengendarai mobil di Saudi, tapi mendiamkan diskriminasi dan kriminalisasi massal pada perempuan Muslim di negerinya. Mereka juga lebih tertarik pada hak pendidikan Malala di Afghanistan, namun menutup mata pada ratusan korban anak-anak Muslim Afghanistan akibat serangan pesawat Drone NATO.

Dan mereka lebih tergiur untuk terus mengkampanyekan bahwa perda Syariah mendiskriminasi perempuan Aceh, dibandingkan memikirkan solusi untuk JUTAAN perempuan Indonesia teramputasi haknya untuk mendapat sesuap nasi hingga tereksploitasi menjadi jutaan TKW di negeri orang.

 *Aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.