
Catatan : Darmawan Masri
Gayo kepingan tanah syurga, itulah kata yang sering terdengar sebagai julukan Dataran Tinggi Tanoh Gayo (Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues). Yah memang begitu adanya, daerah ini kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) salah satunya adalah jenis bebatuan yang kini hangat diperbincangkan di Provinsi Aceh bahkan Nasional yakni batu Giok.
Konon batu Giok Aceh hanya terdapat kedalaman hutan Gayo dan sebagian Kabupaten Nagan Raya. Jenis bebatuan ini paling diburu para kolektor, tak jarang mereka membelinya dengan harga yang fantastis. Namun ternyata kualitas batu Giok di Gayo jauh lebih bagus dibandingkan dengan batu Giok yang terdapat di Nagan Raya, karena memiliki kepadatan dan tekstur yang unik, sehingga para kolektor rela merogok kocek dalam-dalam, demikian klaim sejumlah kolektor batu Giok di Aceh Tengah.
Kualitas batu Giok Gayo ternyata tidak diikuti dengan pemahaman yang baik tentang batu ini, sehingga menjadi para pencari di Gayo sering tertipu dengan ulah para pembeli yang membeli dengan harga murah, padahal harga yang sebenarnya dari batu ini jauh dari apa yang terjadi di daerah Gayo saat ini.
Didaerah Lumut Kecamatan Linge misalnya, beberapa waktu lalu saat LintasGayo berkunjung ke daerah tersebut, masyarakat sekitar hangat membicarakan batu ini, daerah ini memang salah satu tempat dimana Giok berada yang terletak jauh dipedalaman hutan pinus, sampai-sampai masyarakat setempat rela menempuh perjalanan berhari-hari ketengah hutan. Namun pemahaman tentang Giok oleh masyarakat setempat masih jauh dari harapan, sehingga mereka rela menjual batu Giok nya dengan harga yang sangat murah.
Menanggapi masalah tersebut, salah seorang kolektor batu Giok asal Takengon, Edi Tebe beberapa waktu lalu setelah menerima informasi terkait harga yang dijual pencari di Gayo kepada kolektor merasa miris. Sebabnya harga batu Giok sebenarnya bukanlah seperti yang diungkapkan kebanyakan warga Lumut saat ini dimana harganya jauh lebih tinggi.
“Miris sekali mendengar kabar ini, padahal Giok harganya lebih mahal dari itu, hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman dari warga pencari Giok didaerah kita, dan sudah pasti mereka tertipu oleh pembeli,” ungkap Edi Tebe.

Harga Batu Giok.
Sepengetahuan Edi, batu Giok yang terdapat di Gayo sangat bervariasi, mulai dari Giok Solar yang mencapai harga paling murah 5 juta rupiah per kilogram, Giok Indocrase 15 juta per kilogram, sedangkan Indocrase Neon bisa mencapai 50 juta per kilogram nya. Kesemua jenis Giok itu ada di Gayo saat ini.
“Jadi sangat disayangkan jika para pengumpul menjual Giok Solar nya hanya 1,5 juta rupiah, Indocrase hanya 4 juta rupiah saja, padahal harganya lebih dari itu,” ujarnya.
Menurutnya para pencari tidak boleh disalahkan, karena memang keterbatasan pemahaman yang kurang sehingga pembeli yang didominasi orang dari luar daerah seenaknya menjatuhkan harga. “Tentu kondisi ini sangat memprihatinkan, orang luar seenaknya masuk dan beli Giok kesini dengan harga murah,” keluhnya.
Peran Pemerintah
Menanggapi kondisi tersebut, Edi Tebe selaku putera daerah Gayo menyarankan kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah untuk berperan aktif terkait kondisi saat ini, jika tidak masyarakat Aceh Tengah akan terus-terusan ketipu.
“Pemerintah melalui dinas terkait harus turun tangan memberikan pemahaman tentang Giok kepada masyarakat, selain memberikan penjelasan tentang harga juga harus diberikan pemahaman tentang jenis batu Giok, karena sepengatahuan saya Giok Solar saja ada beberapa jenis, belum lagi Indocrase dan Neon,” kata Edi Tebe.
Dilanjutkan, setelah memberikan pemahaman kepada pencari, Pemerintah Aceh Tengah juga harus membuat peraturan hasil Giok, yang dinilainya merupakan hasil tambang yang sangat luar biasa.
“Jika ada aturan dari Pemerintah, pembeli dari luar daerah tak bisa seenaknya lagi masuk kesini karena sudah diikat dengan peraturan, kalo tidak meraka masuk keluar Gayo seenaknya saja, daerah juga tidak dapat apa-apa seharusnya ini bisa menjadi PAD,” terangnya.

Selain memberikan pemahaman kepada pencari, Pemerintah juga harus berpartisipasi membina para kolektor lokal, karena saat ini kemampuan kolektor lokal untuk mengolah batu tersebut juga masih sangat minim, sehingga para kolektor lokal harus pergi kedaerah lain untuk mengolah kekayaan Giok dari daerahnya sendiri.
“Para kolektor disini juga harus dibina dan dilatih untuk mengasah kemampuannya mengolah Giok, karena jika Giok olahan dari daerah ini bagus harga akan lebih tinggi lagi dari penjualan bahan baku, jadi kita tidak terfokus kepada penjualan bahan baku saja tetapi dari hasil olahannya juga kita bisa jual dan otomatis dengan harga yang lebih tinggi,” harapnya.
Di Sumatera stok Giok menipis
Edi Tebe menggungkapkan, dari hasil informasi yang diterimanya bersama para kolektor batu mulia Giok bahwa stok Giok di Sumatera yang hanya terdapat di Sungai Dareh (Sumatera Utara) dan Aceh (Nagan Raya dan Aceh Tengah, Gayo Lues) saat ini sudah menipis, terutama didaerah Sungai Dareh dan Nagan Raya, sedangkan stok didaerah Gayo masih sangat melimpah.
“Kondisi ini harus kita pahami, di Sungai Dareh Giok hampir tak ada lagi begitu juga dengan Nagan Raya, di Gayo stoknya masih sangat kaya, jika ini tidak segera diatasi oleh Pemerintah kita daerah ini akan rugi besar karena membiarkan para kolektor Giok dari mana-mana datang kesini kemudian membawanya kedaerah mereka dan diolah lalu dijual dengan harga yang mahal, kita hanya bisa gigit jari,” katanya.
Mirisnya lagi, para kolektor yang berasal dari Nagan Raya yang datang ke Takengon membeli dari pengumpul dan membawa pulang ke Nagan Raya kemudian diolah sedemikian rupa sehingga menjadi bebatuan yang indah, nama daerah mereka terkenal dengan batu Giok yang berkualitas baik dan dibutru para pembeli. Padahal bahan baku yang mereka dapat dari daerah Gayo tapi.
“Yang terkenal hanya Giok dari Nagan Raya kalau di Aceh, padahal bahan baku disana sudah hampir tak ada lagi sehingga mereka mencari kedaerah kita, karena pemahaman tentang Giok disana bagus, nama daerahnya juga terangkat. Nah, dikita ini apa yang diperoleh, bahan baku mereka dari kita, kok mereka seenaknya buat nama, jadi Pemerintah harus tegas masalah ini,” ketusnya.
Giok Merah, Kuning dan Neon hanya ada di Aceh Tengah
Saat ini, jenis Giok yang tengah booming di kalangan pecinta batu mulia ini adalah Giok Merah, Giok Kuning dan Giok Indocrase Neon, ketiga jenis tersebut hanya ada di Kabupaten Aceh Tengah tepatnya di Lumut dan Gemboyah.
“Ke-3 jenis Giok ini paling dicari saat ini, dan hanya ada didaerah kita, kolektor dari Nagan Raya dan Sungai Dareh Sumatera Barat banyak yang datang kesini, mereka tau aturan Pemerintah kita belum ada, sehingga mereka bawa alat canggih dan tenaga ahli kesini untuk mengeruk kekayaan batu Giok kita, masa kita hanya tinggal diam,” tanya Edi Tebe.
Menurutnya, selain paling banyak dicari harga ke-3 jenis batu Giok ini juga terbilang sangat tinggi, karena mempunyai karakter yang tidak terdapat di jenis Giok lainnya. Dan yang perlu diketahui, meski Giok dikawasan Gayo saat ini masih, namun jika dicari secara terus-menerus kemungkinan saat ini Giok Gayo juga sudah menipis.
“Sekali lagi saya tegaskan, Pemerintah harus segera menindaklanjuti Giok Gayo, jika tidak kedepan nasib Giok ini tinggal nama saja karena sudah habis, padahal jika dibandingkan dengan Giok di Sungai Dareh dan Nagan Raya kualitas Giok Gayo jauh lebih bagus,” ungkapnya.
Harga Giok Olahan
Selain dibuatkan peraturan oleh Pemerintah Aceh Tengah tentang Giok dan memberi pemahaman kepada pengumpul serta membina para kolektor di Aceh Tengah, pemerintah juga harus membina para pengrajin batu Giok di Aceh Tengah. Kerana harga batu Giok hasil olahan bisa lebih tinggi dan tidak dihitung menurut berat jenisnya (kilogram).
“Setahu saya di Takengon saat ini pengrajin batu Giok hanya ada 3, mereka masih memiliki kekurangan terutama di alat pengolahannya, maka dari itu pemerintah juga harus membina para pengrajin disini, kalau bisa jumlahnya juga bertambah,” harapnya.
Dikatakan, jika batu giok sudah diolah harganya bisa mencapai 4 kali lipat dari harga per kilogram batu Giok sebelum diolah. Misalnya, harga Giok Neon sebelum diolah dibeli dengan harga 50 juta perkilogram , namun setelah diolah bisa dijual dengan harga 20 juta rupiah dengan ukuran yang jauh lebih kecil dari sebongkah 1 kilogram tersebut.
“Coba bayangkan, jika kita punya Giok Neon sebelum diolah 1 Kg saja dengan harga 50 juta rupiah, setelah diolah kita bisa memperoleh sekitar 30-50 batu hasil olahan, satu batu olahan harganya bisa capai 20 juta, kalikan saja dengan 30-50 batu olahan kita, tentu hasilnya sangat fantastis kan?,” tanyanya lagi.
Sebelum terlambat, Edi bersama kolektor lainnya di Aceh Tengah mengharapkan agar potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang besar ini jangan hanya menjadi rutinitas musiman warga saja melainkan bisa meningkatkan taraf hidup mereka.
“Jika Pemerintah sigap menanggapi permasalahan ini, maka bukan mustahil taraf hidup masyaraka di pedalaman Gayo juga ikut meningkat, terlebih lagi jika Giok diolah langsung disini, bisa menyerap tenaga kerja, setelah hasil olahan itu jadi baru dikeluarkan keluar daerah dengan memakai nama Giok Gayo, otomatis nama daerah Gayo juga akan lebih dikenal selain penghasil Kopi juga batu Giok dengan kualitas terbaik,” demikian Edi Tebe.
* Sekretaris Redaksi LintasGayo.







