Silaturrahmi

oleh
Suasana Silaturrahmi Dan Halal Bilhalal Ikwan. Foto. Aman Renggali

Catatan Jamhuri Ungel

Hari raya ‘idul fithri tinggal menunggu hari semua orang sedang sibuk mempersiapkan diri baik secara mental ataupun fisik. Kenapa tidak, sudah sebulan penuh mereka beribadah puasa dengan menahan diri dari makan dan minum serta menahan diri dari semua yang yang tidak baik. Tidak hanya melaknakan perbuatan wajib mereka juga berusaha melaksanakan perbuatan sunat seperti shalat tarawih dan witir, secara keseluruhan ummat Islam mampu menjalaninya sesuai kemampuan yang mereka miliki.

Karena itu kita bisa katakan wajar kalau mereka bergembira dan merasa senang sebagai ekspresi dari kemenangan mereka. Islam menghendaki pada hari raya semua orang memakai baju yang bersih walaupun tidak baru dan akan lebih baik tentu memakai baju baru. Imam Mazhab mengatakan hal ini sunat hukumnya, mereka mengaitkan hukum memakai baju bersih dan baru ini kepada sunat memakai bajunbersih keyika melaksanakan shalat.

Anjuran agama yang diberi nilai sunat oleh ulama dipahami oleh kebanyakan orang atau masyarakat sebagai momen untuk membeli baju baru dan sudah menjadi tradisi dalam masyarakat kita bahwa membeli baju untuk menyambut lebaran sebagai keharusan dan merasa tidak malu kepada orang lain walaupun pada bulan-bulan lain tidak membeli baju.

Tidak hanya semangat berusaha untuk membeli bajunya yang baik dalam tradisi masyarakat tetapi upaya menjaga dan menjalin silaturrahmi juga memiliki niilai yang sangat positif, karena agama menganjurkan untuk menjaga dan menjalin silaturrahmi sampai kepada agama menhancam mereka dengan tidak diizinkan untuk masuk surga bila memutuskan tali silaturrahmi.

Tradisi bersilaturrahmi dalam masyatakat biasa sangat ditentukan oleh struktur kekerabatan, dimana semua orang lebih mengutamakan silaturrahmi atau kunjungan kepada orang tua dan sangat tidak boleh mendahulukan yang lain, ini dilambangkan sebagai ta’zim yang paling utama dan selanjutnya disusul dengan jenjang hirarki kekerabatan kepada yang lebih rendah sampai kepada yang paling terendah. Tradisi ini berjalan alami dalam masyarakat kita sampai hari ini.

Kendati ada pergeseran dalam melihat struktur namun tidak banyak menimbulkan permasalahan, seperti pergeseeran yang terjadi dari struktur kekerabatan kepada jenjang birokrasi atau struktur fungsi dalam masyarakat. Ini dipahami oleh semua masyarakat karena mereka karena mereka memahami bahwa pada masanya ketika seorang memiliki kedudukan dalam jabatan publik maka pada hari-hari tertentu mereka adalah milik orang banyak.

Ketika terjadi pergeseran strukrur silaturrahmi dalam masyarakat, maka masyarakat sendiri harus mampu membentuk pola silaturahmi yang baru dengan cara menentukan waktu bersilaturrahmi untuk kekerabatan dan untuk kelompok kerja dan perkumpulan yang lain. Hal ini sangat diperlukan karena kesempatan yang dimiliki oleh kebanyakan orang sangat terbatas disamping juga karena banyaknya orang yang harus dikunjungi.[]

*Redaktur Senior media LintasGAYO

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.