Ir Joko Widodo dan Drs M Jusuf Kalla resmi pimpin Indonesia. Kemenangan pasangan ini melengkapi kemenangan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan secara khusus, dan tentu Indonesia secara keseluruhan. Di wilayah Gayo, kemenangan ini sedikit spesial, lantaran seiring dengan kemenangan tokoh pejuang Aceh Leuser Antara (ALA) Ir Tagore Abubakar menuju Senayan.
Di Aceh tidak mudah bagi PDIP mengantarkan kadernya ke pusat, namun kali ini,terbukti Tagore dari dapil Aceh 2 sukses melenggang kesana, malah dengan mengantongi urutan kedua perolehan suara terbanyak setelah Teuku Riefky dari Partai Demokrat.
Pertanyaannya kini, bagaimanakah nasib Gayo setelah Ir. Joko Widodo menjadi Presiden RI, dan Ir Tagore Abubakar sebagai anggota DPR-RI? tampaknya memang tidak sulit untuk dijawab. Karena keduanya punya kaitan emosional secara profesi. Ketika Jokowi berkerja di Kraff Aceh, maka Ir Tagore adalah Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Aceh Tengah. Dua sosok itu sama-sama bekerja untuk “hutan” Gayo.
“Pertemuan” kali ini cukup menarik, lantaran keduanya diuji rakyat untuk memberi perubahan, kalau Jokowi pada perubahan Indonesia, maka Tagore diharap mampu merubah “Gayo” lebih mandiri. Mungkinkah? itu persoalan yang harus dijawab pada 100 hari pertama mereka bekerja.
“Janji” Ir Tagore Abubakar menjadikan Provinsi ALA berdiri bukanlah perkara mudah, lantaran perlu kajian yang lebih mendalam, karena belum ada riset ilmiah tentang potensi Gayo bila berdiri menjadi provinsi, dan terlepas dari Provinsi Aceh yang memiliki kekhususan dengan dana otsusnya.
Saya pribadi dalam hal ini melihat gaya “menjual” ALA yang dilakukan Tagore sangat “cerdas”, namun disisi lain tampaknya sementara disudahi hingga disni saja, dan Tagore harus memulai bekerja melobbi pusat untuk kepentingan pembangunan dikawasan Aceh 2 umumnya, dan khususnya Gayo. Jangan sampai terlena soal ALA semata. Kita berharap Tagore mampu “berdebat” pembangunan di parlemen, sehingga akhirnya memang berhasil membawa proyek fenomenal yang belum pernah terjadi di Aceh sekalipun.
Proyek fenomenal dalam pemahaman umum itu persis seperti proyek Jembatan Suramadu yang menghubungkan Surabaya dengan Madura. Disebut proyek fenomenal karena anggaran APBN yang mencapai Rp3-Rp4 trilyun berhasil dibawa ke daerah sebagai proyek khusus multy years. Inilah harapan kita yang harus dilakukan Tagore di Pusat, jangan sampai dilena dengan urusan ALA yang kemudian melupakan “perjuangan” anggaran untuk wilayah.
Barangkali ada beberapa kekuatan yang dapat mendorong Ir Tagore Abubakar berhasil di pusat. Tidak bisa dipungkiri, tampaknya Presiden terpilih Jokowi punya emosional khusus dengan Gayo. Walau hanya beberapa saat bekerja di Kraf Aceh, namun pekerjaan itulah yang paling menentukan hidup dan masa depan Jokowi, karena hasil kerja di Gayo-lah yang memulai Jokowi membuka usaha mebel hingga menjadi bupati SOLO, Gubernur DKI Jakarta, dan kini dipilih rakyat sebagai Presiden Republik Indonesia.
Melihat kondisi itu, sekarang yang paling penting bagaimana konsep pembangunan Gayo terarah, dan APBN dapat mengalir ke Gayo. Tagore perlu merancang bersama pimpinan daerah di wilayah tersebut, setidaknya lima tahun pertama terlihat hasilnya, walau dalam perjalannya proses janji tentang ALA berdiri ikut serta dalam lobi-lobi politik Ir Tagore Abubakar nanti.[]
Penulis adalah Redaktur pelaksana media online dan Tabloid LintasGayo.co