Saman adalah salah satu kesenian yang berkembang di daerah Gayo yang dilakoni oleh laki-laki pada acara-acara tertentu. Banyak manfaat yang didapat melalui saman bagi masyarakat Gayo. Salah satunya adalah pertunjukan saman yang dilakukan pada saat ”bejamu saman” yang sudah menjadi tradisi masyarakat Gayo secara turun temurun.
Bejamu saman adalah salah satu tradisi yang berkembang di masyarakat Gayo. Khususnya pada Kabupaten Gayo Lues, Aceh Tenggara dan Lukup Serbajadi.
Biasanya waktu yang dipilih untuk melakukan kegiatan ini yaitu pada saat setelah hari-hari besar seperti setelah Hari Raya Idul Fitri, setelah Hari Raya Idul Adha, dan setelah melakukan panen padi.
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mempererat silaturahmi antara warga satu kampung dengan kampung lain. Karena pada saat melakukan bejamu saman sebujang dan orang tua laki-laki akan mendapatkan serinen (sahabat.red).
Waktu yang dilakukan dalam bejamu saman biasanya dua hari dua malam (saman roa lo roa ingi) dan satu hari satu malam (saman sara lo sara ingi).
Awal dari kegiatan ini biasanya bermula dari perbincangan seberu sebujang di suatu kampung. Kemudian keinginan besaman ini disampaikan kepada tokoh masyarakat yang ada di kampung tersebut melalui mufakat. Jika sudah di dapat kata sepakat maka hal ini disampaikan kepada seluruh sebujang gayo, dan biasanya mereka langsung melakukan latihan saman untuk menyambut kedatangan serinen mereka.
Sembari latihan, ada beberapa pemuda yang ditunjuk untuk mencari ketersediaan suatu kampung untuk menjadi serinen mereka nantinya. Jika suatu kampung tidak menyetujui karena suatu alasan, maka pemuda tersebut langsung mencari Kampung lain. Setelah mendapatkan kesediaan dari suatu kampung maka dilakukan perjanjian dimana dalam perjanjian itu memuat kapan bejamu saman dilakukan, dan mendiskusikan hal-hal yang dirasa perlu.
Saat hari H, Kampung A akan melakukan penyambutan kepada kampung B yang hanya terdiri dari sebujang dan orang tua laki-laki saja. Biasanya penyambutan dengan melakukan didong alo dan pengalungan kalung bunga oleh gadis gayo kampung A kepada tokoh masyarakat Kampung B.
Setelah penyambutan maka seluruh tamu yang datang dibawa ke tempat bejamu saman yang biasa di sebut “bangsalan” yang sebelumnya telah dihiasi seberu sebujang gayo kampung A dengan Rerampe. Biasanya tempat yang dipilih adalah tempat yang luas karena biasanya pada saat bejamu saman, akan banyak datang penonton yang datang dari kampung lain.
Setelah itu, dilakukan pemilihan serinen. Biasanya sebujang A mendatangi sebujang B kemudian serinen mereka di bawa kerumah untuk dijamu dan diperkenalkan pada keluarga. Acara bejamu saman dilanjutkan dengan berkumpul kembali di bangsalan dan acara saman pun kemudian dilakukan yang biasanya pertama kali dilakukan oleh tuan rumah.
Saman ini, hampir sama dengan saman-saman lainnya yaitu dimulai dari salam kemudian memuat syair-syair yang dibawakan oleh penangkat saman. Pada saat saman, biasanya hal yang paling menghibur bagi penonton adalah gerakan tari saman dan sonek yang dilantunkan oleh pengangkat saman. Sonek adalah salah satu jenis sastra gayo yang biasanya berupa pantun, yang biasanya dibawakan setelah lagu pokok atau jangin. Dalam sonek ini, biasanya memuat tentang pesan, pujian, dan sindiran halus.

Setelah kampung yang menjadi tuan rumah melakukan saman, maka setelah itu kampung B melakukan saman juga. Dalam melakukan saman ini tidak ada penentuan siapa yang menang atau kalah.
Penilaian saman hanya dilakukan oleh dari masing-masing penonton saja. Dalam bejamu saman, tak lepas dari keikutsertaan seberu gayo (gadis gayo-red). Biasanya mereka melakukan tarian bines untuk menghibur orang tua dan sebujang dari kampung B. Dan biasanya mereka memanggil sebujang yang datang dengan sebutan “Dengan” atau sebaliknya. Dengan ini merupakan panggilan akrab antar warga Gayo berlawanan jenis.
Pada saat menarikan tarian bines, ada kegiatan yang disebut “najuk” yang merupakan kegiatan pemberian uang kepada seberu gayo yang sedang menarikan tarian bines oleh sebujang Kampung B. Biasanya najuk dilakukan kepada gadis gayo yang disukai atau karena Sonek yang dilantunkan gadis gayo tersebut.
Najuk dilakukan dengan menyelipkan uang pada lidi, kemudian lidi tersebut diselipkan pada sempol gadis gayo tersebut (Sempol adalah jenis Sanggul yang terdapat pada suku gayo). Namun setelah diberlakukannya syariat islam sempol sudah jarang digunakan. Biasanya penari bines memakai jilbab yang dimodifikasi seperti sempol. Bines dilakukan beberapa kali, dan pada saat penampilan bines terakhir. Acara Najuk dilakukan dan diganti dengan bunga yang terselip dikepala gadis tersebut.
Setelah acara bines maupun saman telah selesai. Maka ada acara pembagian selpah dari masing-masing serinen. Selpah adalah pemberian dari serinen kampung A kepada kampung B yang didapat dari masing-masing serinen mereka. Dan ada juga selpah yang diberikan oleh seberu sebujang A yang ditujukan kepada seeberu sebujang di kampung B.
Biasanya selpah berupa makanan khas gayo. Namun seiring waktu berjalan selpah tidak hanya memuat makanan khas gayo akan tetapi bisa juga makanan lain yang diberikan untuk keluarga yang ada dikampung B. Setelah selpah dibagikan, maka acara dilanjutkan dengan pidato dari tokoh masyarakat dan mengucapkan salam perpisahan yang kemudian dilanjutkan dengan acara salam-salaman antara kampung A dan Kampung B.
*Mahasiswi USU Medan, pemerhati adat seni budaya Gayo