Kampanye Cerdas Menuju Indonesia Baru

oleh

Mustafa KamalMustafa Kamal

Bulan Juli seolah berubah menjadi “oasis” yang ditunggu-tunggu di tengah panasnya aura kampanye antar dua kubu partai politik yang semakin gencar menggaet hati pemilih dengan berbagai cara. Tanggal 9 Juli 2014 nanti adalah saat yang paling ditunggu-tunggu oleh seluruh rakyat Indonesia yang akan menjadi saksi dan pelaku dalam memilih presiden republik tercinta ini. Sudah saatnya kita sebagai rakyat memilih seorang pemimpin yang sesuai dengan keinginan, kebutuhan dan kepercayaan kita.

Sebagai rakyat yang hanya bisa melihat dan selalu mengikuti perkembangan tiap tahapan proses menuju pemilihan umum tersebut tentunya kita akan melewati masa-masa dimana rakyat akan sangat bimbang dalam menentukan pilihan terhadap siapa yang akan dipilih nantinya. Dengan demikian kampanye cerdas dan contoh politik barulah yang sangat diharapkan masyarakat agar mereka dapat memperoleh pendidikan dalam berpolitik, bukan pembodohan politik yang dipertontonkan seperti yang sedang marak terjadi belakangan ini.

Jika dilihat secara sederhana, kampanye politik adalah sebuah upaya yang terorganisir bertujuan untuk memengaruhi proses pengambilan keputusan para pemilih. Namun pada kenyataannya, para pelaku politik sering terjebak dengan hal ini, karena dalam upaya mempengaruhi pemilih, mereka seakan tidak sadar dan bahkan sengaja melakukan segala upaya cara untuk dapat menjadikan pemilih berpihak kepada sang calon tertentu tanpa mempedulikan dampak yang diakibatkan oleh ulah yang dilakukan tersebut atau dengan kata lain telah menjadi pelaku politik yang “sesat”.

Jika kampanye dengan cara tersebut tidak diindahkan oleh para pelaku politik di negeri ini, tetapi malah menjadikan kampanye sebagai upaya untuk menjatuhkan pihak lain dengan menyebar fitnah yang tidak pernah terbukti maka hal tersebut akan berakibat fatal karena telah merusak nilai-nilai solidaritas dan pranata sosial dalam masyarakat.

Pesta Demokrasi di Indonesia sudah memasuki babak baru, kedua calon yang akan bertarung dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 akan mengakhiri kampanyenya pada hari ini. Layaknya sebuah pesta hiruk pikuk masyarakat semakin kian terasa, gegap gempita menyambut pesta demokrasi tidak hanya terasa di ibukota tapi keseluruh pelosok negeri ini.

Pro kontra menjadi penghangat perhelatan akbar lima tahunan ini. Tuding saling tuduh menjadi lumrah di mata masyarakat dan menjadi santapan sehari-hari bagi rakyat kebanyakan. Tidak hanya antar kaum elite politik, kaum awam pun berlomba-lomba menjadi pendukung fanatik Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK, padahal mereka tidak begitu tahu latar belakang sebenarnya dari kedua capres-cawapres tersebut. Mereka hanya tahu dari pemberitaan media, mulut ke mulut, dan dari propaganda-propaganda busuk oknum tertentu. Lucunya sebagian dari mereka rela mengorbankan apa saja demi sosok yang belum begitu dikenalnya ini.

Hindari Black Campaign
Kampanye adalah suatu tahapan proses yang harus dilalui oleh tiap calon untuk lebih memperkenalkan diri mereka kepada masyarakat, menunjukkan kemampuan serta sebagai ajang unjuk gigi penyampaian visi misi yang akan diusung dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang didambakan oleh masyarakat. Namun apa jadinya bila kampanye tersebut justru terjerumus kepada kampanye hitam, adakah sisi positif yang ditawarkan dengan kampanye ini?

Dalam dunia politik tentu kita mengenal yang namanya negative campaign dan black campaign secara pengertian negative campaign merupakan kampanye yang memiliki dasar, fakta dan mengupas hal yang tidak baik tentang figur yang akan kita pilih tetapi black campaign merupakan kampanye yang tidak memiliki bukti serta dasar maupun fakta terhadap calon maupun figur tententu.

Jika kita tilik dari segi agama, negative campaign termasuk dalam perbuatan tercela yaitu ghibah. Ghibah sama dengan menggunjingkan keburukan orang lain. Sedangkan black campaign masuk dalam kategori Fitnah, yaitu mengada-adakan suatu hal yang tidak pernah terjadi demi memperburuk citra orang yang dituju. Tetapi dalam hal politik negative campaign diperbolehkan untuk referensi bagi pemilih untuk mempelajari track record dari seorang figur atau calon yang akan dipilih.

Memang banyak politikus dan elit partai yang sengaja membuat kampanye hitam. Mereka sengaja mengundang prahara-prahara yang menyulut ketegangan sehingga membuat para pengikutnya berubah menjadi loyal dan militan.

Kita seakan tidak pernah habis mendengar pernyataan-pernyataan yang mengundang perdebatan bahkan perbincangan hangat baik dimedia maupun tempat-tempat lainnya. Sebut saja salah seorang tokoh bangsa bahkan menyamakan pilpres dengan perang. Walau maksudnya hanya untuk memberi semangat juang namun bergulir menjadi perdebatan dan betul-betul menimbulkan kekacauan.

Kampanye hitam adalah sebuah langkah pembodohan publik. Barang siapa melakukan pembodohan publik dengan sengaja maka sesungguhnya dia telah mengundang “kemudharatan” bagi orang lain dan dirinya. Tidak ada hal yang menggembirakan dalam hal ini, kampanye hitam hanya akan melahirkan permusuhan. Kampanye hitam bisa saja berbalik kearah yang menyebarkannya.

Negara ini adalah negara hukum, seharusnya penyebar kampanye hitam bisa dihukum sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Sayang sekali hukum di negera ini tumpul keatas tajam dibawah. Hukum tak akan berani menyentuh para elit politik yang menyebar kampanye hitam itu. Hal yang paling kita sayangkan adalah pemberitaan di media yang ikut-ikutan memperkeruh suasana dengan segala pemberitaan yang dihadirkan, bahkan tidak terkecuali mengarah kepada SARA. Banyak dari media-media itu yang menyebar kampanye hitam terhadap capres dan cawapres yang menjadi pesaingnya.

Kampanye hitam seakan tiada akhirnya sampai batas ambang pemilu dilaksanakan, masih ingat dengan tabloid Obor Rakyat yang menyerang salah satu capres? Baru-baru ini Kepolisian Republik Indonesia telah menetapkan Pemimpin Redaksi Tabloid Obor Rakyat Setyardi Budiyono dan penulis tabloid tersebut, Darmawan Sepriyossa sebagai tersangka. Semoga menjadi pelajaran bagi semua pihak bahwa melakukan praktek politik kotor, menyebar berita fitnah penuh akan isu SARA dapat berakibat fatal pada diri kita sendiri nantinya.

Penulis mengajak kepada para pendukung kedua capres dan cawapres  untuk tidak mengikuti cara-cara “kotor” para elit politis. Jadilah pendukung yang cerdas dan sportif. Karena yakinlah bahwa rakyat sudah paham mana yang benar-benar tulus dan mana yang hanya pura-pura tulus. Kebanyakan masyarakat sekarang akan memilih figur yang memang dekat dengan rakyat.

Masyarakat harus cerdas dalam menilai apa yang disampaikan jangan mudah terprovokasi dengan isu-isu yang tidak masuk akal. Kampanye hitam yang digencarkan terhadap salah satu pasangan calon justru memberikan bukti bahwa calon yang lain takut kalah dan tidak percaya diri, sehingga menggunakan cara-cara yang tidak bijak dalam menarik simpati masyarakat.

Jauhi black campaign dengan lebih menonjolkan kelebihan calon masing-masing agar nilai kompetisi diantara kedua calon dapat terwujud secara fair. Memang menjadi suatu hal yang sulit kalau dipikirkan namun hal ini dapat menjadikan sebagai sebuah perubahan besar bagi nilai demokrasi negeri ini, karena kita ketahui dengan berbudaya politik yang beretika, kampanye cerdas yang jauh dari praktek-praktek politik primitive akan dapat meningkatkan kepercayaan publik yang lebih tinggi sekaligus menjadi sebuah pengajaran politik yang baik kepada masyarakat dan generasi penerus nantinya. Sudah saatnya kita memulai berkampanye ala baru dengan mengedepankan aturan-aturan yang berlaku sehingga wujud dan cita-cita negara demokrasi yang selalu kita dengungkan dapat terealisasi dengan baik.

Pilihan Rakyat adalah Pilihan Kita
Dengan menyadari bahwa kita adalah rakyat, dan sebaliknya rakyat adalah kita rasanya tidak akan ada perbedaan yang tidak bisa satukan dalam persamaan. Sudah cukup berkampanye dengan tidak beretika dan saling menghujat tanpa dasar yang jelas karena mau tidak mau pesta demokrasi akan berakhir meninggalkan setumpuk tugas dan tanggung jawab untuk para pemimpin kita. Rakyat sudah sangat mengerti dengan masalah pelik negeri ini tetapi mereka tidak akan dapat berbuat apa-apa kecuali para kaum terdidik yang menjelma menjadi wakilnya yang dapat membela kepentingan mereka.

Mari kita wujudkan negara demokrasi yang sesungguhnya “bukan-kah Pak Jokowi Presiden Pilihan Rakyat dan Pak Prabowo Presiden Pilihan Kita?” Dari argument tersebut sudah sangat jelas bahwa ratusan juta jumlah penduduk Nusantara, dengan latar belakang pendidikan yang berbeda sangat mengharapkan dan ingin menjunjung tinggi kesatuan di antara ragam perbedaan. Demokrasi memberikan kebebasan tapi bukan tanpa batas.

Pola kampanye hitam sudah mengakar kuat di masyarakat, seakan menjadi budaya yang harus dipertahankan, beradat atau tidakkah kita? Kalau kita mengaku beradat, sudah cukup kita menjelek-jelekkan orang lain dengan nuansa penuh isu SARA, supaya kita menjadi orang-orang yang tahu diri dan mengenal diri sehingga identitas diri kita jelas.

Siapapun kita, dengan beragam profesi yang kita miliki agar senantiasa terpanggil untuk memberikan pendidikan politik yang lebih baik lagi, yang jauh lebih berbobot lagi kepada generasi saat ini dan seterusnya. Indonesia pasti bisa menjadi negara yang hebat, karena negera ini dipenuhi oleh orang-orang yang hebat. Jayalah selalu, Indonesiaku.

Salam kampanye cerdas!!!

 

*Alumnus Politeknik Negeri Lhokseumawe; Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara Angkatan 4 (2014).

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.