MESKIPUN hanya seorang tenaga medis Perawat kontrak, namun Rina Mulyati tetap mengabdikan dirinya di tengah hutan belantara di pedalaman Desa Listen, Pining, Gayo Lues.
Sebuah kampung yang berada di tengah hutan rimbah penuh dengan keterbatasan, serta kampung yang tidak memiliki akses jalan yang memadai ini Rina tetap mengabdikan diri sebagai tenaga medis.
Dari pantauan, sabtu (14/5), meskipun tinggal di tengah hutan bersama masyarakat Desa Listen, Rina bertugas seadanya saja. Ia tidak mendapatkan sarana yang memadai, seperti alat medis dan perlengkapan mobiller. Sedangkan gedung kesehatan yang dibangun tahun 2012 lalu, sudah tidak bisa di tempati karena rusak.
Rina sebagai seorang lulusan Akper, rela ditugaskan di pedalaman Pining. Baginya, dimana saja bertugas tidak ada masalah, baik di tengah hutan rimba ataupun di tengah kota.
“Yang penting harus disyukuri. Selain itu, niat saya untuk melayani kesehatan masyarakat juga betul-betul terlahir dari dalam diri saya,”ungkapnya.
Ia merasa prihatin karena masyarakat pedalaman sangat minim pelayanan kesehatan. “Saya tulus bekerja memberikan yang terbaik bagi seluruh masyarakat Desa Listen. Semua segenap kemampuan, saya kerahkan untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat Listen,”paparnya.
Sebagai perawat, ia sudah 4 tahun bertugas di tengah –tengah masyarakat Desa Listen, suka dan duka tentu saja sudah banyak dialaminya.
Walaupun bukan seorang Bidan, Rina juga harus melayani persalinan bagi ibu-ibu di desa itu. Namun semuanya dilakukan dengan keterbatasan peralatan medis.
“Kemana masyarakat mau mencari seorang bidan di tengah hutan begini. Tidak mungkin kita memanggil seorang bidan dengan rentang jarak dan kondisi jalan seperti ini,”ungkapnya dengan tersenyum.
Menurutnya, penyakit yang sering ditanganinya adalah penyakit Ispa, TB serta penyakit kusta. Baginya semua sudah menjadi tugasnya sehingga ia tidak pernah berharap imbalan dari masyarakat. “Saya ikhlas membantu masyarakat. Namun yang menjadi kendala saat ini yaitu obat-obatan. Karena sampai sekarang obat untuk penyakit kusta dan TB sangat sedikit sekali. Padahal, masyarakat disini sangat rentan sekali terkena penyakit kusta dan TB,”ungkap wanita berjilbab ini.
Apalagi,kata Rina, disaat obat-obatannya sudah habis, ia terpaksa harus berjalan kaki selama satu hari penuh dengan jarak 60 km menyusuri hutan menuju dinas kesehatan untuk mengamrah obat-obatan. “Ini demi masyakarat. Tapi yang paling berat jika musim hujan tiba, kita bisa memakan waktu lebih dari satu hari untuk menembus hutan,”ungkapnya.
Untuk itu, ia berharap agar pemerintah khususnya dinas kesehatan bisa memprioritaskan obat-obatan untuk masyarakat Listen.
“Kesusahan saya juga kesusahan masyarakat Listen. Saya berharap bisa mendapat perhatian pemerintah atas pengabdian diri saya di tengah keterbatasan. Yang paling utama adalah sarana obat-obatan, saya minta bisa di perioritaskan karena kami di pedalaman jauh dari dinas kesehatan,”imbuhnya.
Selain itu, sarana seperti meja dan tempat tidur untuk memeriksa pasienpun ia tidak punya.”Di sini juga banyak anak balita kami juga berharap bisa mendapatkan perioritas. Kami takut anak –anak di sini kekurangan giji nantinya,”pinta Rina.(*)
sumber: rakyataceh.co