Rekomendasi diskusi LBH tentang Pemilu, UUPA perlu di judicial review

oleh

Takengon-LintasGayo.co : Sejumlah peserta yang hadir pada diskusi bertajuk Refleksi Pemilu 2014 yang digagas Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Rabu (04/06/14) di Bergendaal Koffie Takengon menyepakati sejumlah rekomendasi agar penyelenggaraan pesta demokrasi kedepannya lebih berkualitas.

Pendapat seorang tokoh muda Gayo, Aramiko Aritonang menyatakan secara nasional sebenarnya ada perubahan sistem Pemilu ke arah yang lebih baik, namun di untuk Aceh, perubahan itu tidak terjadi, malah makin mundur yang menurutnya disebabkan penyelenggaraan Pemilu Legislatif mengacu kepada UUPA.

“Demokrasi Aceh mundur karena UUPA, ini disebabkan kualitas Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh serta anggota DPRA yang rendah. Pemain bisa jadi wasit, bagaimana bisa berkualitas. Lebih banyak orang-orang cerdas di luar DPRA,” kata Aramiko.

Kedepan, kata dia, regulasi rekrutmen anggota Komisi Independen Pemilihan (KIP) mengacu saja kepada regulasi pusat, bukan dipilih oleh pemain.  “Semua elemen termasuk lembaga independen juga jadi tim sukses. Insan kampus juga mandul, ini yang bikin rusak kualitas Pemilu,” ujarnya.

Sementara seorang akademisi dari Univerisitas Gajah Putih (UGP) Takengon, Edy Putra Kelana menyatakan sepakat jika Pemilu Legislatif divonis “biadab” seperti yang diutarakan Bardan Sahidi politisi PKS.

“Orang-orang terpilih bukan orang-orang  kapatabel, saya khawatir mereka tidak akan bisa berbuat apa-apa, tidak tau tugas dan fungsinya,” ujar Edy Putra Kelana.

Solusinya, kata dia, yakni dengan jalur pendidikan yang diharapkan akan mampu merubah situasi politik lebih baik. “Termasuk syarat calon anggota legislatif, minimal mesti berijazah S1,” kata dia.

Lebih jauh dinilai Edy, Di Gayo juga tidak ada LSM yang mengadvokasi soal ini. “Politik transaksional sangat masif. Parahnya, insan akademis tidak ambil andil memperbaiki situasi,” tukas Edy.

Kedepan, sarannya, akademisi mesti turun memantau. selain itu dia nyatakan sepakat dengan Mahfud. MD yang mengusulkan jika anggaran Pemilu diambil alih oleh negara termasuk uang saksi, mulai dari proses kampanye hingga honor para saksi. “Untuk mendapatkan sesuatu yang berkualitas mesti keluarkan dana besar,” kata Edy Putra Kelana.

Pernyataan Edy diamini peserta lain, salah seorangnya Wen Rahman yang saat Pemilu turut sebagai anggota Pengawas di tingkat Kecamatan. “Kampus mesti cerdaskan masyarakat,” kata dia.

Sementara moderator diskusi dari Redelong Institute, Fakhruddin menyimpulkan jika kebiadaban adalah milik kita bersama.

“Perlu upaya keluar dari kebiadaban yang melibatkan semua pihak. Tidak perlu saling menyalahkan namun bersama mencari solusi khususnya di Aceh Tengah dan Bener Meriah. Univeritas Gajah Putih dan perguruan tinggi lain di daerah ini mesti berani cerdaskan politik masyarakat,” tandas Fakhruddin.

Diakhir diskusi, seluruh peserta menyepakati jika butir UUPA tentang Pemilu mesti di judicial review (uji materi-red) dan pihak LBH diminta untuk mengawal upaya judicial review tersebut. (Kha A Zaghlul)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.