Kejurun Blang! kembalilah

oleh

buniyamin (Custom)Catatan : Drs. Buniyamin S*

Kesederhanaan, tanpa terlalu tinggi angan dan cita-cita masyarakat tempo dulu masih relevan dijalankan pada dekade sekarang ini, malah nilainya juga mampu melebihi anggaran yang di rancang di masa modern ini.

Bukti dekat yang hampir setiap saat kita jumpai, betapa kecenderungan manusia mencari dan memiliki benda-benda zaman dulu termasuk penerapan dari sebuah kegiatan yang dianggap mampu menuju sebuah keberhasilan.

Pelestarian lingkungan yang dikelola sekarang ini, di samping memerlukan dana besar juga kerberhasilannya juga masih diragukan. Kearifan lokal masa silam mampu memutarbalikkan teori modern sekarang ini.

Di Gayo, pernah dikenal luas satu lembaga non pemerintahan bernama Kejurun Blang. Keberadaannya mampu melestarikan lingkungan yang pada ujungnya menghasilkan nilai ekonomi yang cukup tinggi. Dari satu sisi Kejurun Blang hanya menata hutan untuk tidak ditebang untuk tujuan ketersediaan air untuk keperluan pertanian dan perikanan.

Kejurun Blang adalah lembaga non struktural. lembaga ini dimiliki oleh semua Kemukiman di Gayo, termasuk di Gayo Lues. Malah kemungkinan Kejurun Blang ada disemua desa.

Pemangku jabatan Kejurun Blang adalah mereka yang memiliki ilmu perbintangan, artinya mampu membaca-meramal keadaan cuaca untuk menantukan masa turun hujan dan masa terjadinya kemarau, termasuk terjadinya “Pembengeren” (wabah penyakit).

Kejurun Blang memberikan instruksi larangan kepada masyarakat untuk tidak melakukan penebangan hutan terutama di hulu-hulu sungai untuk menjamin ketersediaan air dan tidak terjadinya longsor. Ketersediaan air yang cukup diperuntukkan sebagai keperluan pertanian, utamanya bertanam padi sebagai sumber dan makanan pokok masyarakat.

Fungsi lain dengan ketersediaan air sesuai dengan geografi alam Gayo adalah banyaknya sungai-sungai besar. Sungai-sungai inilah yang menyuplai kehidupan ikan sebagai kebutuhan masyarakat. Tidak hanya sampai disana, Kejurun Blang juga menjamin tidak terjadinya peracunan ikan di dalam sungai. Kejurun Blang hanya memperbolehkan penangkapan ikan dengan cara memancing, jala, nyekot (memindahkan aliran sungai sementara) dan lain-lain yang kesemuanya dengan cara ramah lingkungan.

Kejurun Blang mampu meyakinkan masyarakat tentang bahaya penebangan hutan. Kebersamaan dalam memelihara lingkungan untuk menghindari terjadinya bahaya longsor dan kekeringan selalu mendapat respon positif dari masyarakat. Masyarakat tidak takut ancaman atas peraturan yang dijalankan Kejurun Blang, tetapi masyarakat lebih menakutkan akan terjadinya efek besar berupa musibah berupa bencana alam yang akan dirasakan seluruh masyarakat secara umum.

Yang patut dihargai bahwa Kejurun Blang tidak dipilih melalui mekanisme pemilihan suara (voting). Kejurun Blang secara langsung ditunjuk karena kemampuannya meramal cuaca dan menghitung perjalanan bintang dan bulan. Disamping itu Kejurun Blang tidak mendapat imbalan atau gaji dari pihak manapun.

Masa kejayaan dan manajemen Kejurun Blang kini kian pupus dilindas oleh kepintaran manusia zaman sekarang yang ternyata justru menghancurkan dan itu terjadi sejak berkuasanya orde baru di negeri ini. Saat itu menagemen pemerintahan sudah efektif dengan adanya kepala desa berikut dengan perangkatnya yang bekerja dengan format seragam di seluruh pelosok Indonesia.

Pun begitu kita masih berharap keseriusan pemerintah mengembalikan jati diri bangsa ini sesuai dengan ke-khas-an masing-masing suku bangsa yang ada. Kesadaran akan pentingnya membangun bangsa ini bermodal nilai-nilai adat istiadat sudah diberi ruang seluas-seluasnya yang dituangkan dalam UUD 1945 pasal 18b ayat 2 “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.

Kini tinggal kita, seluruh elemen pewaris kekayaan Gayo, Selintang Batak Sebujur Aceh, dari petani hingga politisi, akademisi hingga pemangku jabatan birokrasi, bersama berjuang mengangkat harkat martabat, mengembalikan warisan Muyang Datu Urang Gayo.[]

*Pemerhati adat budaya Gayo, tinggal di Blangkejeren Gayo Lues

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.