Fiqh Siyasah Masuk Kurikulum, Mungkinkah?

oleh

fikihOleh: Muhammad Nasril, LC

POLITIK di Negara Indonesia adalah sebuah keharusan setiap lima tahun sekali diadakan Pemilihan Umum (Pemilu). Otomatis perlu persiapan sejak dini untuk menghadapi ajang pesta rakyat ini. Sudah puluhan tahun Negara Indonesia melaksanakan pemilihan umum tapi tidak  sedikit politikus yang tidak mengetahui perpolitikan bahkan mereka berani maju hanya karena kemasyhurannya.

Kondisi politikus dan masyarakat yang paham politik sangat dibutuhkan untuk menciptakan tujuan dari politik itu sendiri yaitu menjaga kemurnian agama dan tercapai kemashlahatan duniawi. Negara dan agaa memilki hubunngan yang sangat erat, satu sama lainnya saling mendukung untuk tercapainya tujuan.

Untuk mengantipasi para politikus amatir dan alergi politik dalam masyarakat,  diperlukan pengenalan ilmu politik “Fiqh Siyasah” dalam kurikulum pendidikan, melihat banyaknya yang berminat dalam dunia politik dan besarnya pengaruh dari politik terhadap kemajuan sebuah bangsa.

 Untuk tingkat SMA/MA sudah selayaknya mereka mendapatkan pelajaran “Fiqh Siyasah” disamping fiqh ibadah, mu ‘amalah dan jihad yang sudah ada.

Menjadikan Fiqh Siyasah dalam Kurikulum adalah sebuah alternatif untuk menjadikan generasi politikus lebih siap dalam berpolitik dan masyarakat juga akan memiliki peran yang positif setelah mengetahui hakikat dari politik.

Sekarang masyarakat masih menganggap politik itu kotor, kejam dan lain-lain, ini karena para pemain politik tidak mengetahui politik, begitu juga masyarakat tidak mengerti politik. Untuk mengobati generasi yang akan datang, mulai sejak dini harus dikenalkan dengan politik. Layaknya seperti fiqh-fiqh yang lainnya.

Politik atau siyasah juga bagian daripada ilmu, yang memiliki manfaat besar bagi yang mengetahui ilmu tersebut, ilmu tidak kotor, dan juga tidak kejam, sehingga ilmu tidak salah untuk dipelajari.

Mengenai gendutnya kurikulum kita, ini yang perlu dievaluasi dengan pertimbangan menggunakan fiqh Aulawiyat (Prioritas), mengutamakan yang lebih utama diantara kurikulum yang sudah ada. Perilaku politik akan baik disaat individu sudah baik. Solusi membangun karakter putra bangsa Indonesia melalui paragadigma politikus menuju Indonesia lebih baik.

Kalaulah secara nasional tidak memungkinkan, maka khusus di Aceh bisa mencoba untuk menjadikan Fiqh Siyasah dalam kurikulum pendidikan lokal kita.  Apalagi persyaratan menjadi politikus seperti Caleg, Bupati dan Gubernur tidak harus sarjana, jadi ketika tamat SMA/MA yang mau terjun ke dunia politik sedikitnya telah siap untuk berperan dan mengetahui politik, sehingga menjadikan politikus yang baik.

*Penghulu Pada KUA Nisam Aceh Utara

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.