Universitas Gajah Perilaku Semut

oleh
Mukhlis Gayo, SH
Mukhlis Gayo, SH

Oleh : Muchlis Gayo, SH

SERAMBI Indonesia Selasa 18 Maret 2014 memberitakan demonstrasi mahasiswa UGP dengan judul Status UGP Mengambang, dan hari sabtu 15 Maret 2014 sebelum demo terbuka, petinggi Fakultas, Rektorat dan Pengurus Yayasan diminta mahasiswa menandatangani surat pernyataan yang disiapkan  oleh mahasiswa. Kedua peristiwa ini menggelitik saya untuk mengulas soal UGP dan Yayasan Gajah Putih sebagai lembaga pendidikan yang dibanggakan dan dimiliki masyarakat dataran tinggi Gayo.

 Tentu tulisan ini mencoba mencari akar permasalahan Yayasan seusia 32 tahun yang terkesan seperti baru melek terhadap peraturan pemerintah yang sudah dimulai sejak terbitnya UU No.8/1974 jo No. 43/1999, PP No, 96/2000, no.99/2000, Keppres RI No. 234/M tahun 2000, Kep.Menkowasbangpan No.38/KEP/MK. Waspan/8/1999, Kep.bersama Mendikbud dan kepala BKN no. 61409/MPK/KP/1999 dan No. 181 tahun 1999. Kep. Mendikbud No. 0135/0/1990 dan no. 0300/01992. No. 074/U/2000, No. 006/U/2001, No. 007/P/2001. No. 144/MPN/A4/KP/2008, No. 1648/A4.2/KP/2009. Yang disusul terus dengan Peraturan-peraturan Dikti yang baru dan khusus untuk perguruan tinggi swasta.

Terjadinya demo mahasiswa merupakan fakta kalau organ Yayasan Gajah Putih dan pimpinan Universitas tidak punya waktu membaca peraturan yang terkait pendidikian tinggi. Mungkin saja selama ini UGP dikelola dengan pengalaman pribadi saat kuliah, atau ada membaca peraturan tapi sengaja mengabaikannya demi kepentingan pribadi, “ jika dilaksanakan Gaji dari Yayasan akan hilang”. contoh dibawah ini membuktikan Yayasan tahu ada aturan tapi tidak melaksanakannya.

Pernah saya ngobrol dengan pengurus yayasan, saya katakan “saya mengajar di Gajah Putih”, lalu disahuti “ Dosen mesti S2”, dia tidak tahu kalau saya Dosen S1 yang sudah di impassing tahun 1987 yang dikuatkan oleh Kepmenas No. 2888/003/1.1/KP/2009 tanggal 28 oktober 2009 dengan pangkat akademik “lektor” status Dosen tetap yayasan 17 Agustus 1945 Jakarta yang dialihkan ke UGP.

Tatkala saya menjabat Staf Ahli Bupati tahun 2010, saya tahu Bupati adalah ex officio Dewan Pembina Yayasan Gajah Putih, saya berikan masukan kalau Yayasan Gajah Putih belum menyesuaikan AD/ART berdasarkan UU Yayasan No. 28/2004. UU yang bisa menutup UGP, jika tidak disesuaikan tidak boleh mempergunakan kata “yayasan”.  dan alhamdullillah sudah disesuaikan oleh pengurus yayasan.

Periode kepemimpinan Rektor Ir. Syukur Kobath saya salah satu anggota Senat Universitas UGP, dan dalam rapat anggaran saya mengoreksi beberapa hal, pertama, tahun anggaran memakai tahun takwin, bukan tahun akademik (Juli-Juni), Kedua, gaji pimpinan UGP, Yayasan, karyawan lebih besar dibanding honor dosen. Ketiga, tidak terlihat dukungan dana untuk peningkatan “akreditasi“.

Dalam rapat yang sama saya ingatkan, dukungan calon mahasiswa UGP cukup kuat, sebaliknya tantangan kedepan adalah pertumbuhan Perguruan Tinggi di Kabupaten Bener Meriah, Gayo Lues, dan Aceh Tenggara yang akan mempengaruhi penerimaan keuangan UGP. Oleh sebab itu perlu dilakukan efesiensi disemua lini  melalui sentralisasi kegiatan. Dibentuk Biro Administrasi Akademik dibawah Purek I dan Biro administrasi Umum dan Keuangan dibawah Purek II. Purek IV dihapuskan, karena belum diperlukan.  Pudek III di semua Fakultas dihapus, BEM dan UKM disemua Fakultas dibawah Purek III.

Perbedaan Perguruan Tinggi saat ini bukan karena Negeri atau Swasta, tetapi “akreditasi”. Akreditasi sebagai ISSO-nya pendidikan tinggi menjadi tanggung jawab Dekan/Ketua prodi, karena Fakultas pelakasanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, Fakultas dibebaskan dari urusan yang bersifat administrasi akademik, umum dan keuangan. Oleh sebab itu apapun alasannya Yayasan dan Rektor wajib memprioritaskan anggaran yang diajukan oleh Fakultas. Di era Globalisasi ini, dunia usaha memerlukan tenaga kerja yang memiliki “Ijazah terakreditasi A.B“, bukan panjangnya  deretan titel kesarjanaan yang tercetak didepan dan dibelakang nama Rektor.

Rektor Universitas diera peningkatan mutu adalah jabatan koordinator dari Dekan-Dekan dalam menentukan program study dan mewakili Universitas untuk melaksanakan kebijakan pemerintah maupun Yayasan. Rektor dapat menjalian kerja sama dengan semua Perguruan Tinggi baik wilayah, Nasional dan Regional. Tugas wajib Rektor sebatas menandatangani ijazah dan memimpin Sidang Senat Universitas terbuka maupun tertutup.

Universitas yang memprioritaskan peningkatan akreditasi akan memberikan ruang seluas-luasnya kepada Fakultas/Prodi untuk melengkapi syarat akreditasi. Diantaranya ; kepemilikan tanah, Gedung Kuliah, Laboratorium, Perpustakaan, Pengadaan dan Pengembangan Dosen, Karyawan, mahasiswa, yang terlihat dalam Rencana Induk Pengembangan Universitas, Fakultas.

Keabsahan Kampus Gajah Putih yang dipersoalkan mahasiswa dan dijawab akan dipertanyakan ke Kopertis dan Dirjen Dikti (leuserantara com), adalah bukti pihak Yayasan dan Rektorat tidak memahami bahwa mereka berada di ranah swasta milik yayasan. Yayasan yang mengetahui darimana sumber dana untuk membeli tanah, membangun gedung dan lain-lain.

Tertutupnya akses layanan akademik oleh Dirjen Dikti, merupakan dampak dari kebijakan penerimaan dan pengangkatan seseorang di lingkungan Gajah putih berdasarkan kedekatan pribadi atau golongan, bukan berdasarkan penilaian profesionalisme. Ini yang dimaksud seorang sosok pendidik di Aceh Tengah, Drs. Rizalihady “jangan main-main dengan pendidikan”. Tepatnya “dunia pendidikan jangan dipolitisasi“. karena dunia pendidikan memiliki politik “meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia”, yang dianggarkan 30 % APBN, 20 APBA dan APBK.

Pemecatan Rektor yang baru menjabat 10 bulan bukan solusi penyelesaian masalah yang sudah ada sejak tahun 2012. Siapapun Rektor akan menghadapi hal yang sama, karena peraturan Dosen Tetap dan Tidak tetap sudah diminta sejak sistem SKS dipergunakan di Indonesia. Secara khusus tahun 2012  Dikti sudah meminta Dosen UGP di verifikasi. Semestinya Yayasan mengerti masalah ini dan saat pencalonan Rektor pengganti Ir. Syukur Kobath kepada calon ditanyakan apakah mampu menyelesaikan verifikasi dosen dalam waktu 6 bulan.

Masalah UGP hari ini tidak terlepas dari kepemilikan Yayasan yang tidak jelas, yang berpengaruh kepada status seseorang yang menduduki organ yayasan, seperti siapa yang boleh menjadi Pembina, Pengurus dan Pengawas. Kepastian status akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup yayasan dan kepastian hukum “kepemilikan kekayaan Yayasan”.

Tentang Yayasan  

Sejak era pemerintah Orde lama dan Orde Baru tidak ada UU tentang Yayasan. Masa orde baru semua Perguruan Tinggi Swasta mendesak Pemerintah melahirkan UU tentang Yayasan, suatu badan hukum yang bersinggunggan langsung dengan Perguruan Tinggi. UU itu tidak pernah lahir, karena diera itu yayasan dijadikan lembaga menyimpan kekayaan pejabat/petinggi negara. Untuk mengejar harta tersimpan itu maka diawal orde Reformasi lahirlah UU No. 16/ 2001 tentang Yayasan. UU ini lahir tergesa-gesa sehingga ditolak oleh Pimpinan PTS se-Indonesia. Baru tahun 2004 lahir  UU No. 28 tahun 2004 Tentang Perubahan atas UU no. 16/2001. Yang perlu dicermati dalam uu ini adalah :

  1. UU ini mengatur tentang pendirian Yayasan yang disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM.
  2. Tentang organ Yayasan seperti Dewan Pembina, Dewan Pengurus, Dewan Pengawas.
  3. Yayasan diperbolehkan  melakukan kegiatan usaha atau ikut serta dalam satu badan usaha.
  4. Mewajibkan keuangan yayasan di audit jika menerima bantuan negara, dan diumumkan agar masyarakat mengetahui tentang keuangan yayasan tersebut.
  5. Adanya larangan organ yayasan menerima upah, gaji, honorarium yang dapat dinilai dengan uang. Ada pengecualiannya apabila dicantumkan dalam AD/ART, dan pengurus yayasan itu bukan pendiri yayasan, tidak terafiliasi dengan pendiri, Pembina dan Pengawas, dan pengurus yayasan secara penuh mengurus yayasan.
  6. Yang dapat diangkat menjadi anggota Pembina adalah orang perseorangan sebagai pendiri yayasan dan/atau mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota pembina dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.
  7. Pembina wajib mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam setahun, untuk mengevaluasi kekayaan yayasan, hak dan kewajiban yayasan tahun yang lampau sebagai dasar pertimbangan bagi perkiraan mengenai perkembangan yayasan tahun yang akan datang.
  8. Organ Yayasan dapat diperiksa atas permintaan Kejaksaan apabila melakukan perbuatan melawan Hukum, lalai melaksanakan tugasnya, kegiatan yang merugikan yayasan atau pihak ketiga atau melakukan perbuatan yang merugikan negara.

Yayasan Gajah Putih

Menurut Drs. M. Syarif mantan Sekda Aceh Tengah dan tahun 70-an membuka UNIVA cabang Medan di Takengon. Setelah beberapa tahun Univa di tutup, dia bersama Drs. Arifin Banta Cut berencana untuk mendirikan Perguruan Tinggi sendiri, dengan tujuan menyelamatkan putera-puteri Aceh Tengah yang tidak mampu kuliah ke luar Aceh Tengah. Di hari minggu bulan “anu” tahun 1982 mereka berdua menemui Bupati Letkol M. Beni Banta Cut di pendopo Bupati Aceh Tengah mengusulkan rencana membuka Sekolah Tinggi di Takengon. Bupati menyetujui walau diawalnya keberatan.

 Seminggu berikutnya di rumah Drs. M. Syarif di Boom Takengon, disepakati pendirian yayasan Gajah Putih oleh 6 orang Pendiri diantaranya Drs. Syarif, Drs, Arifin Banta Cut, Drs. Jafar Ismail, Drs. Harun Ugati, Drs. Samarnawan dan Mustafa SE (berhalangan hadir). Pendirian Yayasan ini di dukung oleh Bupati dan Ketua DPRK Aceh Tengah Latif Renggali. Menurut keterangan Drs. Samarnawan, masuknya nama Mahmud Ibrahim BA (saat itu menjabat Sekda Aceh Tengah) dalam akte Notaris tidak jelas, apakah perintah Bupati karena jabatan Sekda yang kebetulan para pendiri adalah PNS dibawah Sekda.

Tujuan menempatkan M Beni Banta Cut sebagai Ketua Pembina agar Yayasan ini difasilitasi dan dibantu oleh Pemda. Bupati bukan pendiri, berarti bukan pemilik,  Bupati hanya ex officio Ketua Badan Pendiri yayasan (istilah lama), sekarang Dewan Pembina. Menurut Drs. Samarnawan disaat almarhum Beni Banta Cut menjadi Ketua Pendiri, anggota Pendiri masih tetap tercantum. Yang dipertanyakan oleh M. Syarif, Samarnawan, Arifin Banta Cut, Mustafa Ali, Harun Ugati apakah dalam akte Yayasan yang baru disesuaikan dengan UU no. 28/2004. Nama mereka sebagai pendiri masih tercantum atau dibuang. Karena mereka tidak dilibatkan dalam penyesuaian AD/ART Yayasan.

Apa masalahnya jika Bupati sebagai pemilik Yayasan?. Pertama, salah satu syarat jadi Bupati tidak boleh rangkap jabatan dengan lembaga yang menerima bantuan dari negara. Kedua, Pemerintah tidak boleh memiliki Yayasan. Ketiga, Yayasan didirikan oleh orang perorang atau masyarakat yang ingin berkerja dibidang sosial, pendidikan dan keagamaan. Yayasan boleh melakukan hubungan kerja sama antar yayasan didalam dan luar negeri. Kekayaan yayasan adalah kekayaan para pendiri. Jika Bupati menyetujui memberikan uang Negara untuk membantu Yayasan yang didalam organ yayasan ada  Bupati baik sebagai pribadi maupun karena jabatan, maka Bupati dapat diduga melakukan tindak pidana pencucian uang. Sebagai pembina Bupati bisa menjual assed yayasan atau memindah tangankan assed.

Yayasan Gajah Putih sudah memiliki tanah dan gedung dengan segala fasilitasnya, dan sudah layak disapih dari susuan Pemda Aceh Tengah, saatnya Pengurus Yayasan mandiri dan memperlihatkan kemampuannya untuk mengembangkan usaha yayasan. Oleh sebab itu sekarang saatnya Bupati selaku ex officio melepaskan jabatan ketua Pembina dan diserahkan kepada`para pendiri. Untuk mengamankan assed yang dihibahkan Negara agar tidak dijadikan milik pribadi pendiri, sebaiknya dibuat Peraturan Daerah yang memperkuat pernyataan para pendiri di depan notaris, bahwa semua aset Yayasan Gajah Putih yang bersumber dari bantuan Negara bukan milik pribadi pendiri dan tidak dapat diwariskan kepada ahli waris para pendiri. Apabila yayasan ini ditutup maka aset yayasan dijadikan wakaf yayasan untuk dikelola instansi yang terkait. Sebagaimana besarnya keinginan Bupati membantu Yayasan Gajah Putih, begitu juga kebijakan Bupati membantu yayasan-yayasan lain yang memerlukan bantuan Negara.[]

Penulis  adalah 1) Staf pengajar di Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, +  31 tahun ( 1978 s.d 2009) pangkat akademik Lektor, kum 300. Mulai aktif mengajar di UGP 2009 sd sekarang. 2) Pernah menjabat Pembentu Dekan III Fak. Hukum, Kabag Keuangan Purek II. Dan Kabag Akademik Purek I ( ikut dalam pelatihan pelaksanaan peralihan Sistem Tingkat ke SKS ). 3) Aktif mengikuti seminar-seminar tentang Yayasan yang diselenggarakan PTS.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.