NAMA Fauzan Azima.S tentu tak asing lagi di Aceh dan juga di dataran tinggi Gayo, pentolan panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk wilayah Linge yang meliputi Selintang Batak Sebujur Aceh kini menetap di Simpang Tige Redelong Kabupaten Bener Meriah.
Ketika konflik Aceh masih “membara”, dia sering memberi pernyataan di sejumlah media lokal dan nasional, cetak dan elektronik. Bahkan menjelang MoU Helsinski ditandatangani tahun 2005, Fauzan diwawancarai secara eksklusif oleh sebuah stasiun TV swasta terkenal di Indonesia dengan lokasi pengambilan gambar di belantara Aceh.
Lelaki yang sempat mengenyam pendidikan di MAN 1 Takengon dan semasa MTsN di Simpang Tiga Redelong dikenal cerdas dan disukai teman-temannya karena humoris dan mudah bergaul dengan siapapun.
Setelah Aceh Damai, Fauzan dipercaya sebagai Kepala Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) saat Gubernur Aceh dijabat Irwandi Yusuf. Melihat perjalanan hidupnya, baik sebagai seorang kombatan maupun pejabat penting di Pemerintahan Aceh, banyak kalangan mengira dia seorang politikus.
Ternyata tidak, dalam beberapa kesempatan dia menyatakan tidak terlibat dalam partai politik apapun. “Setahun setelah MoU Helsinki ditandatangani, saya sudah mengundurkan diri dari ketua KPA (Komite Peralihan Aceh). Ketika eks kombatan mendirikan partai, saya tidak terlibat dalam partai tersebut,” ungkap sosok yang dikenal dekat dengan para ulama di Aceh ini seperti Abi Lampisang di Aceh Besar, Tgk. H. M. Ali Djadun di Aceh Tengah dan Tgk. Sam di Ise-Ise Linge, Habib Akhir Zaman di Nagan Raya, Tgk. Muhibbuddin Sabri di Seulimum, Aceh Besar.
Fauzan Azima.S merupakan sosok muda yang “beda” dimiliki Gayo dan Aceh saat ini. Dia risau dengan kondisi Gayo dan Aceh saat ini terutama dalam mengawal suasana kedamaian sebagai syarat pertama keleluasaan untuk melakukan apapun baik itu sebagai manusia biasa maupun sebagai hamba Allah. “Damai Aceh mesti dijaga sebaik-baiknya,” ujar Fauzan.
Khusus Gayo, dia risau dengan identitas Gayo yang kian hilang, kian pudar dari waktu ke waktu. “Identitas Gayo dalam segala hal mesti dikembalikan lagi. Kita mesti kumpulkan jejak-jejak pendahulu yang sangat kaya keteladanan. Gayo dulu hebat, bahkan sangat dihargai tidak saja di Gayo tetapi juga di Aceh secara keseluruhan. Buktinya Urang Gayo bisa dipercayakan menjadi pemimpin dimasa lalu saat kejayaan Kesultanan Aceh,” kata pimpinan PT. Radja Kopi Gayo ini.
Alumni Institut Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Politik (IISIP Jakarta) ini juga dikenal sebagai pecinta lingkungan dan juga sebagai wartawan dan penulis buku. Semasa kuliah di Jakarta, Fauzan pernah menjadi jurnalis beberapa media nasional, dia pernah bekerja sebagai wartawan di Berita Buana dan pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah SOMASI (Solidaritas Masyarakat Untuk Revolusi).
Karirnya sebagai wartawan bisa dikatakan cemerlang, berbekal pengalamannya tersebut Fauzan juga pernah menulis beberapa buah buku diantaranya berjudul, Malapetaka di Bumi Linge, Pembantaian Rakyat Aceh (Bersama Martin Sirait, SH), Daeng Rachman: Memoar Mantan Bajak Laut, dan Fauzan Azima (memoar mantan Panglima GAM Wilayah Linge) serta beberapa buku lainnya.
Pria yang selama ini juga menggeluti ternak burung “Love Bird” dan penyedia serta pemasok kopi Arabica Gayo Specialty untuk beberapa cafe di Jakarta dan Bandung, berniat memperjuangkan aspirasi daerah dengan maksimal melalui DPD-RI Kemampuan Fauzan Azima.S dalam berkomunikasi dengan segala jenjang kalangan tidak perlu diragukan lagi.
Dia sangat terbiasa bergaul dengan siapa saja baik dalam skala lokal Gayo dan Aceh, juga nasional dan internasional yang tentu menjadi sempurna dengan pemahamannya terhadap birokrasi dan sistem keuangan standar nasional maupun internasional.
Keinginan teman-teman dan handai taulan memunculkan tekad Fauzan Azima.S untuk mendedikasikan dirinya sebagai Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) dari Aceh periode kedepan. Dan tentu dengan segudang kelebihan yang dimiliki Calon anggota DPD-RI dengan nomor urut 11 ini, layak kiranya sosok ini menjadi pilihan rakyat Aceh ke senayan untuk 5 tahun mendatang.[]