Mimpi, Dewan Aceh Tengah-BM Sumbang Gaji untuk Gempa Gayo

oleh
Kutepanang pascagempa.(dok.LG.co)

Gempa Gayo (bagian 22)

Catatan: Aman ZaiZa

Kutepanang pascagempa.(dok.LG.co)
Kutepanang pascagempa.(dok.LG.co)

INDONESIA adalah negara yang berada di garis bencana. Rasanya, pascagempa dan tsunami Aceh, 26 Desember 2004 silam, hampir setiap saat bencana dan bencana terjadi di negeri ini. Sepertinya tidak ada pulau di republik ini yang lepas dari bencana. Selalu saja bencana menghampiri, bukan saja gempa, tanah longsong, banjir, banjir bandang, puting beliung, leetusan gunung berapi dan berbagai bencana kerab melanda negeri ini.

Dalam pekan-pekan terakhir ini ada tiga bencana besar melanda negeri ini. Bencana itu terjadi di tiga pulau besar, yakni di Pulau Sumatera dengan terjadinya erupsi gunung api di Sinabung, Sumatera Utara. Lalu banjir bandang di Sulawesi Utara di Pulau Sulawesi dan terakhir banjir di Jakarta, Pulau Jawa. Di tiga bencana ini, banjir bandang dan banjir Jakarta yang telah menelan korban jiwa, sedangkan erupsi Gunung Sinabung sepengetahuan penulis, belum ada korban jiwa.
Terlepas besar dan kecilnya bencana, semua itu pastinya karena kehendak-NYA, yang tentunya hal itu juga tak lepas campur tangan manusia yang tak bertanggungjawab merusak alam dengan menebang hutan, tak bisa hidup bersih. Kecuali gunung api yang tentunya, belum tersentuh jamahan manusia.

Setiap bencana yang terjadi, ada yang mendapat perhatian serius, ada yang setengah serius bahkan ada yang sekedarnya dan tak sedikit bencana itu dilirik dengan sebelah mata. Hal ini bisa dirasakan dan dilihat langsung atau dibaca dari berbagai media ditanah air ini. Salah satu bencana yang mendapat perhatian setengah-setengah itu yakni gempa Gayo. Buktinya, sepekan gempa, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono datang melihat langsung kondisi gempa tersebut.
Gempa yang sebelumnya dipandang ogah-ogahan Pemerintah Aceh, akhirnya kelimpungan, seakan-akan peduli banget. Gempa yang juga dinilai bencana lokal ini akhirnya membuat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) turun tangan dan ikut menangani masa darurat hingga fase rehab/rekon saat ini.

Hanya saja, setelah kunjungan orang nomor satu di republik ini, perhatian untuk gempa Gayo kembali berkurang. Harapan demi harapan juga tak kunjung padam, namun perhatian rasanya masih terlalu bahkan teramat kurang, bahkan dari kalangan “orang dalam” yakni Pemkab dan DPRK setempat juga kurang mampu maksimal mencurahkan perhatiannya untuk gempa Gayo.
Sehingga tak mengherankan, hingga saat ini nasib korban gempa masih juga terkatung-katung. Berbagai persoalan baru terus bermunculan, sementara persoalan lama masih juga bisa dituntaskan secara baik. Seharusnya, pada posisi saat inilah para pencari kerja yang kini sedang berusaha beradu nasib lewat pertarungan Calon Legislatif (caleg) bisa memanfaatkannya guna mencari simpatik.

Mungkin bisa dilirik, “kampanye” simpatik yang diperlihatkan anggota DPR RI. Dimana, sebagai bentuk rasa simpatiknya, anggota DPR RI sepakat memotong gajinya sebesar Rp3 sampai Rp4 juta yang disumbangkan untuk korban letusan Gunung Sinabung, Sumatera Utara.

“Gaji pokok anggota DPR RI antara Rp15-Rp16 juta. Bila dipotong 25 persen, ya sekitar Rp3-Rp4 juta. Sumbangan yang bisa diberikan kepada korban minimal Rp2,24 miliar. Belum lagi ada anggota DPR yang memotong gajinya sebesar 50 persen, “ kata Saleh Husin di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (15/1/2014) sebagaimana dilansir banyak media.

Pemotongan gaji anggota DPR RI diyakini dapat meringankan beban korban letusan Gunung Sinabung. “Kita dukung penuh, karena itu merupakan bagian dari rasa kepedulian kepada sesama. Bantuan ini memang tak akan menyelesaikan masalah sepenuhnya. Namun paling tidak membantu meringankan beban korban,” ulasnya.

Bahkan, Harian Analisa Medan melansir, para anggota dewan yang berasal dari Daerah Pemilihan (Dapil) setempat yang mencakup di wilayah bencana, seperti kawasan Sinabung, sepakat dipotong 100 persen.

Ini artinya, jika selama ini mereka menikmati gaji besar berkat suara yang diberikan rakyat, hanya sebulan yang mereka sumbangkan untuk rakyat yang telah memilihnya. Maka kisaran Rp15 juta itu teramat kecil dari apa yang sudah mereka dapatkan setiap bulannya. Belu lagi uang sidang, uang reses, dan segala uang lainnya.

Pengorbanan dari anggota DPR RI, ini kiranya bisa ditiru oleh anggota DPRK Aceh Tengah atau Bener Meriah. Berapa besar keberanian DPRK setempat untuk mau menyisihkan gaji mereka untuk Gempa Gayo.

Kalau memang berani, kita nantinya DPRK setempat bersidang dan memutuskan penyerahan gaji bulan Februari untuk gempa Gayo lewat sidang paripurna. Apakah ini bisa terjadi? Rasanya mimpi itu akan terwujud.

Penulis jadi teringat ungkapan pesimis orang-orang di negeri ini, yang menyatakan “Jangan hartanya (gaji), dosanya pun tak mau dibagi oleh anggota dewan itu”. Dalam bahasa Gayonya, orang-orang tua di Kampung Kung, Pegasing Aceh Tengah penulis pernah mendengar perkataan seperti ini, “enti mulo ken jema (korban gempa), ken diri e pe gere genap”.

Ironis memang.***

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.