SATU buku lagi diterbitkan oleh putra Gayo, kali ini tentang perjalanan panjang Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Gajah Putih yang kini telah berstatus Negeri.
Pengakuan penulis buku yang bertajuk “Aku & STAI Gajah Putih” Drs. Al Misry, MA dalam kata Pengantar menyatakan dirinya terangsang menulis selepas bincang-bincang bersama sejumlah kolumnis di Wapres Cafe Takengon beberapa tahun silam yang menghasilkan kata kunci “mulailah menulis, awal menulis, tulislah yang dialami”.
Motivasi lain menulis buku dengan 202 halaman ini adalah tekadnya menuntaskan minimal 2 (dua) buku sebelum menyelesaikan program S3 di Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya. Buku pertamanya yang telah terbit tahun 2011 berjudul “Konstribusi PPP dalam Legalitas Syariat Islam di Aceh”.
Dan selama 10 bulan sejak Oktober 2011 sampai Juli 2012 terangkailah kata menjadi kalimat-kalimat yang berisi apa yang dialami penulisnya selama bergelut di STAI Gajah Putih Takengon selama 23 tahun, sejak 1989 hingga tahun 2012.
Rangkaian kalimat didominasi pengalaman penulisnya selama bergelut di STAI Gajah Putih ini ditulis dalam 7 (tujuh) Bab dimulai dari pengenalan nama Gajah Putih yang juga dipakai sebagai lambang Kodam Iskandar Muda hingga proses panjang penegerian STAI Gajah Putih.
Banyak hal yang patut diacungi jempol dari isi buku ini. Mulai dari dari semangat menulis sejarah agar tidak hilang hingga motivasi-motivasi untuk mendalami ilmu pengetahuan kepada generasi penerus.
Begitu banyak nama tokoh yang disebut dalam buku ini yang selayaknya perlu diketahui generasi penerus di dataran tinggi Gayo dalam peran memperjuangkan memarwahkan pendidikan tinggi di daerah ini yang sekian lama mesti ke luar daerah untuk mendapatkannya yang tentu butuh biaya tinggi terlebih untuk masyarakat yang umumnya petani.
Motivasi pribadi penulis dan motivasi untuk penerusnya agar lahir sebanyak-banyaknya para Doktor bahkan Profesor dari pendidikan tinggi di daerah ini, khususnya STAI Gajah Putih yang tentu berdampak langsung kepada kemajuan pendidikan serta kemajuan-kemajuan dibidang lain di Aceh Tengah dan Gayo umumnya.
Intinya, kata kunci “mulailah menulis, awal menulis, tulislah yang dialami” telah berhasil dilakukan oleh penulis. Layak dicontoh dalam upaya pendokumentasian peristiwa penting yang terjadi di Gayo. (Kha A Zaghlul)