
Takengon – LintasGayo.co : seorang ibu rumah tangga di Gayo kabupaten Aceh Tengah nyatakan keprihatinannya atas rendahnya kepedulian dan upaya generasi muda Gayo saat ini dalam mewarisi tradisi Gayo, salahsatunya tradisi membuat lepat, penganan khas Gayo yang dibuat khusus di saat-saat tertentu saja seperti menjelang hari raya Idul Adha.
“Urang Gayo mempunyai kebiasaan membuat lepat saat seperti ini, dan dulunya dibuat oleh para beberu (gadis-red), orang tua hanya membimbing saja. Tapi sekarang lepat dibuat oleh ibu-ibu saja, itupun sudah sudah jarang. Amatan saya, saat langka beberu yang mahir membuat lepat”, kata Rahmawati, ibu muda beranak satu kepada LintasGayo.co Minggu 13 Oktober 2013.
Menyikapinya, menurut Rahmawati, salahsatu upaya menarik minat generasi muda agar mahir membuat lepat adalah dengan menggelar perlombaan membuat lepat untuk para siswi sekolah lanjutan atas serta para mahasiswi.
“Kami kira perlu digelar event lomba membuat lepat dan lomba keterampilan lainnya berbasis nilai tradisi Gayo agar tetap lestari”, saran Rahmawati yang kerap menulis tentang resep masakan khas Gayo di media online Gayo ini.

Di Gayo, tradisi membuat lepat dan membagi-bagikannya kepada keluarga dekat serta tetangga ini biasanya dilakukan menjelang bulan puasa Ramadhan serta menyambut hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha.
Nilai filosofis dari tradisi ini adalah upaya mempererat silaturrahmi dan saling mengingatkan jika puasa Ramadhan dan hari raya akan segera tiba.
Lepat dibuat dari tepung beras ketan (pulut-Gayo) yang diisi dengan parutan kelapa diberi gula merah atau gula aren yang dibungkus daun pisang dan dimasak. Lepat mirip dengan timpan di Aceh pesisir. (Kha A Zaghlul)