Gempa Gayo (bagian 14)
Catatan: Aman ZaiZa

WAKTU terus berjalan. Bulan pertama cerita duka dan luka itu masih membahasi mata, hati dan jiwa. Bulan kedua, harapan demi harapan terbangun untuk bisa segera bangkit dengan janji-janji. Bulan ketiga ini, merekapun mulai menatap keluar dan berusaha bangkit dengan tenaga yang tersisa.
Saat ini, memasuki bulan ke empat. Cerita duka dan luka itu akan bisa menggores kembali di hati, hati dan jiwa saat mimpi-pimpi hanya masih sebatas janji dan tak mampu menopang semangat yang terlanjur bangkit dari keterpurukan.
Rasa gelisah itu semakin terasa, kita para sahabat mediapun mulai tak melirik gempa Gayo sebagai b(c)erita seksi, laksana nak dara yang baru usai keramas. Hanya sesekali media meliriknya, dan itupun tak lebih dari dari satu serimonial ke serimonial lainnya.
Bahkan kalau mau jujur, media berbasis nasional mulai samasekali meninggalkan cerita gempa Gayo ini, sehingga semakin melemahkan posisi tawar untuk melanjutkan rehabilitasi dan rekonstruksi Gayo pascagempa.
Semula, saya berpikir inihanya perasaan hati saja. Namun setelah dilihat dan direnung, rasanya memang demikian adanya. Posisi tawar melemah, sehingga janji rehab/rekon itu tak terwujud sampai saat ini. Ada apa sebenarnya?
Selain melemahnya pemberitaan tentang Gayo baik oleh media nasional yang gampang dibaca, dipusat kekuasaan negeri ini, begitu juga dengan berita skala kedaerahan, sehingga cerita gempa ini nyaris hilang sama sekali. Bahkan untuk kontens berita oleh media (komunitas) lokal ke-Gayo-an juga nyaris hilang beritanya.
Nilai tawar itu juga melemah, dikarenakan para mahasiswa (Gayo) kita yang berada di berbgaia penjuru nusantara ini juga mulai lupa akan musibah saudara-saudaranya di Gayo. Lambannya proses rehab/rekon terkesan didiamkan begitu saja.
Mahasiswa yang notabene “generasi cerdas” suatu bangsa, tak mampu mem-pressure orang-orang berkuasa di wilayah berkuasa untuk bisa memikirkan, memikirkan dan memikirkan Gayo pascagempa. Rasanya kepingin mendengar ada mahasiswa Gayo unjukrasa ke Kantor Kepresidenan, atau kantor Gubernur Aceh, ke lembaga dewan (DPR RI dan DPRA) mempertanyakan dan menekan mereka agar mempercepat rehab/rekon Gayo.
Pihak ke tiga yang melemahan posisi tawar itu adalah anggota legislatif mulai dari daerah sampai provinsi dan DPR RI, termasuk DPD RI asal Gayo. Mereka seakan-akan lupa akan konstituen mereka yang telah memberi mereka pekerjaan, gaji besar, makan enak dan tidur nyenyak, plus didampingi “dayang-dayang” walaupun tidak semua sama.
Untuk tingkat DPRA saja misalnya, dalam pandangan Nota Keuangan Rancangan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh tahun anggaran 2013, pada Jumat, 3 Oktober 2013, hanya dua Fraksi yang masih menyampaikan tentang Gempa Gayo dalam pandangan umum mereka, yakni Fraksi PPP-PKS dan Fraksi Golkar. Yang lain, dari pantauan sekilas, tampaknya tak ada samasekali menyinggung hal itu.
Fraksi PPP-PKS mengkritisi minimnya dana rehab – rekon terhadap sarana ibadah yang telah rusak parah bahkan ada yang telah rata dengan tanah pada saat bencana alam gempa di dataran tinggi Gayo.
Perpaduan partai berbasis Islam ini mengharapkan pembangunan rumah ibadah ini dapat perhatian dari Pemerintah Aceh. Mereka menyampaikan sedikitnya 16 masjid dan meunasah yang patut mendapatkan perhatian yang serius dari Pemerintah Aceh agar disediakan dana yang cukup untuk rehab-rekon sarana ibadah tersebut.( https://lintasgayo.co/2013/10/06/)
Sedangkan, Fraksi Golkar hanya menyampaikan tak lebih 2 paragraf saja soal gempa Gayo ini. Diaman dalam pandangannya menyebutkan Allah SWT telah mencoba hambanya dengan musibah gempa bumi di Aceh Tengah dan Bener Meriah. Gempa bumi tersebut telah menyebabkan kerusakan yang dahsyat dan gangguan psikis bagi masyarakat.
Untuk itu, Fraksi Partai Golkar berpendapat Pemerintah Aceh harus segera mengalokasikan Anggaran Tahun 2014 untuk penyelesaian rehab dan rekon sehingga derita yang dialami oleh masyarakat Aceh Tengah dan Bener Meriah akan cepat pulih kembali.
Di samping itu pula Fraksi kami Fraksi Partai Golkar berharap kepada Dinas Pendidikan untuk memaksimalkan peran dan fungsi para guru bimbingan dan konseling untuk menangani anak didik yang trauma akibat gempa bumi tersebut.

Partai atau fraksi lainnya, mana…? Entahlah. Apa mereka mulai lupa bahwa di peta Indonesia atau Aceh, masih ada satu kawasan yang namanya Gayo yang masih butuh perhatian lebih pascagempa 2 Juli 2013 lalu.
Terakhir, yang ke empat. Yakni Pemerintah Daerah (Pemda) baik Aceh Tengah dan Bener Meriah. Mereka ini seakan-akan mulai di nina bobokan oleh kegiatan lain dan mulai secara bertahap meninggalkan rakyatnya yang terkena musibah dan membiarkan mereka untuk bangkit sendiri.
Jikapun ada perhatian itu, tak lebih dari kegiatan serimonial belaka, sebagai bentuk bahwa Pemkab juga sedang serius memikirkan bagaimana gempa bisa dipercepat dengan melayani tamu-tamu yang berwisata ke lokasi gempa.
Ironisnya lagi, membahas pelaksanaan rehab/rekons ini konon dibahas di Bogor. Munkin secara geografis, cuaca dan suhu di Bogor sama dengan di Gayo yakni dingin, namun secara psikologis itu samasekali tak menguntungkan, sebab membahas gempa Gayo diluar daerah yang amat nyaman dan aman.
Bayangkan, kalau hal itu dibahas di Takengon atau di Bener Meriah, tentunya para peserta akan ikut terketuk hatinya, saat keluar ruang rapat, akan terpampang alam dengan kondisi yang memprihatiankan akibat gempa, akan berhadapan wajah-wajah duka korban gempa.
Sadar atau tidak, terkadang parody negeri ini memang lucu dan menggelikan. Namun apa hendak dikata, masyarakat korban gempa hanya bisa menunggu dan berharap. Seperti lagi Iwan Fals: sabar…sabar…sabar dan tunggu…!!
Empat komponen penting ini, yakni pers, mahasiswa, legislatif dan pemerintah daerah (Pemda) Aceh Tengah dan Bener Meriah, bagi saya merupakan empat kekuatan yang mampu menggerakan dan meningkatkan posisi tawar agar gempa Gayo itu bisa bangkit kembali.
Tentunya, jika ke empat ini bisa bersinergi, maka kiranya masa rehab/rekon Gayo pascagempa tidak berlarut seperti sekarang ini. Sebelumnya, dikatakan pasca lebaran IdulFitri, namun sekarang sudah mau masuk lebaran Iduladha, jadwal itu belum ada kepastian.
Oh..air mata itu hendaknya jangan menetes lagi…bersambung